#54 : What Have I Done ?

120 19 0
                                    

Selamat malming

Aku banyak pr bye

Enjoy ♡

*

“Hei, mereka mau kemana sih ?” tanya Akira setengah berbisik.

Aku mengedikkan bahu, “mana kutahu. Bukannya kau yang mau mengikuti mereka ?”

Bakugo dan Midoriya berjalan semakin jauh dari wilayah asrama. Kami terus mengikuti dari belakang. Aku mulai berpikir ini konyol. Siapa tahu mereka cuma mau keluyuran.

Setelah beberapa menit berjalan dalam gelap, kami sampai di suatu tempat yang dikelilingi bangunan. 

Akira berseru heran, “ini apa ? Tidak mungkin ada kawasan penduduk di kompleks UA kan ?”

“Ini… Ground Beta… tempat kami pertama kali mengikuti pelajaran pahlawan,” jawabku sambil tersenyum, teringat masa lalu.

Saat itu kami membentuk tim dua orang melalui undian. Satu tim penjahat dan satu tim pahlawan. Waktu itu aku dan Bakugo kalah dengan Midoriya dan Uraraka. Hari itulah akhirnya aku semakin dekat dengan landak pirang itu. 

Tapi apa hubungannya Ground Beta dengan penyelinapan kedua anak itu sekarang.

“Ah jadi disini kehidupan barumu dimulai ya,” Akira berkacak pinggang menatap arena di depannya. Tapi, kemudian dia menoleh padaku dengan ekspresi serius, “hei, Ryuna. Kau tahu kan kita akan segera pergi dari sini ?”

“Eh ? Maksudmu ? Sudah mau kembali ke asrama ?”

Akira membalikkan tubuhnya padaku, “bukan. Aku sudah bilang kan. Korps mulai bergerak lagi, artinya ada masalah serius. Kau harus kembali ke SCA. Urusanmu disini sudah selesai kan ? Mara sudah kalah.”

“Ah jadi kedatanganmu kesini untuk menjemputku begitu ?”

Akira mengangguk sebagai jawaban, “lagipula kau sudah berjanji untuk kembali.”

Teringat kembali hari ketika aku meninggalkan teman temanku. Aku pergi dari sana agar tidak membahayakan organisasi karena Mara mengincarku. 

Aku menundukkan kepala, tercenung, “yah kita lihat saja bagaimana selanjutnya.”

BUM!!

Suara ledakan tiba tiba mengalihkan perbincangan kami. Bergegas aku dan Akira berlari ke arah sumber suara melalui celah celah gedung. Langkahku terhenti di ujung gang di tepi jalan. Disana Bakugo dan Midoriya ternyata sedang bertarung serius.

“Apa yang mereka lakukan ?!” seruku panik. Aku berniat menghentikan pertarungan mereka.

Akira menahanku, “jangan terlibat, Ryuna. Ini pertarungan antar lelaki.”

“Apa maksudmu ?! Mereka akan dapat masalah.”

“Jangan, Ryuna !” Akira berseru tegas lalu menarikku agak jauh ke dalam gang, “dan jangan sampai ketahuan.”

Kami akhirnya hanya bisa menyaksikan “pertarungan antar lelaki” Bakugo dan Midoriya. Mereka bertarung dengan serius. Ledakan Bakugo bahkan mengakibatkan kaca kaca gedung di sekelilingnya pecah. Hawa panas menguar setiap dia menciptakan ledakan.

“Tunggu dulu !” Midoriya tampak berusaha menghentikan teman masa kecilnya yang mengamuk, “apa kita benar benar harus bertarung ?!”

Bakugo tidak menjawab, hanya memberikan tatapan tajam padanya. 

“Tidak ada yang bilang rasa kagummu itu salah !” Midoriya berseru lagi.

Bakugo masih tidak menghiraukannya seolah menutup telinganya rapat rapat. Dia melompat mengirim ledakan besar pada Midoriya, menyerangnya penuh amarah.

“Tunggu kubilang !!” Midoriya menghindar seraya berusaha menenangkan Bakugo.

“Jangan kabur ! Bertarunglah !” Bakugo balas berseru.

Suaranya terdengar berbeda. Aku bisa mendengarnya, di sela sela suara ledakan yang memekakkan telinga. Dia berteriak frustasi. 

“KENAPA ?!!” 

Bakugo akhirnya berhenti karena kehilangan tumpuan pada kakinya dan jatuh terduduk di tanah. 

“Daijoubu ?!” Midoriya berlari menghampiri lalu mengulurkan tangannya.

Bakugo menepisnya dengan keras dan berseru, “KAU TIDAK USAH MENGKHAWATIRKANKU !!”

Aku menahan napas menyaksikannya. Keadaannya semakin menegangkan.

“Apa apaan ! Kenapa aku malah mengejar orang yang selama ini berada di belakangku ?! Kenapa orang lemah sepertimu mendapat kekuatan dan diakui All Might ?!” seru Bakugo lagi dengan suara tercekat. “Tapi kenapa… kenapa malah aku yang membuat All Might pensiun ?!”

Aku tertegun mendengarnya. Jadi, dia merasa bersalah atas pensiunnya All Might ? Aku mengira dia baik baik saja dengan itu.

“Andaikan aku lebih kuat dan tidak diculik villain… ini semua tidak akan terjadi ! Bahkan aku membuat gadis itu jadi harus bertemu dengan musuhnya, bertarung mempertaruhkan nyawanya dan aku tidak bisa berbuat apa apa selain melihatnya menangis !!”

Aku tersentak. Gadis yang dia maksud pasti aku. Kenapa dia sampai berpikir kesitu ? Itu bukan salahnya.

“Walaupun aku berusaha untuk tidak memikirkan semua itu… tapi tanpa sadar aku selalu memikirkannya. LALU AKU HARUS BERBUAT BAGAIMANA ?!!”

Aku menutup mulutku dengan tangan, tidak percaya apa yang kudengar. Rasa bersalah menyeruak dalam diriku.

Dia selama ini lebih pendiam karena memikul semua rasa bersalah yang dipendamnya sejak insiden Kamino. Aku tidak menyadarinya bahwa dia memikirkan semua itu. Aku tidak tahu. Aku terlalu fokus pada diriku sendiri sampai tidak menyadari kalau bukan hanya aku yang mendapat trauma dari insiden itu juga dari pertarunganku dengan Mara. Tapi orang lain seperti Bakugo juga sangat merasakannya.

Bahkan setelah itu aku terlalu senang dengan kedatangan Akira sampai tidak ada waktu untuknya. Ini salahku dia jadi memendam masalah. Padahal aku sudah pernah berjanji padanya.

Sudah kuduga. Aku memang pembuat masalah.

“Ryuna ? Kau baik baik saja ?” Akira menyentuh bahuku, khawatir melihatku tiba tiba terhenyak di tanah.

Bakugo dan Midoriya mulai kembali melanjutkan pertarungan mereka. 

Tidak. Aku tidak mau menyaksikan ini lagi. 

“Ayo pergi,” aku menarik tangan Akira dengan gemetar dan segera meninggalkan tempat itu, “aku tidak layak menyaksikan ini.

Kami mengendap endap kembali ke asrama. Sepanjang jalan, Akira tidak berhenti menanyakan apa yang terjadi padaku, namun aku sudah kehabisan kata kata untuk menjawabnya.

Sesampainya di asrama, aku memilih masuk lewat jendela kamarku daripada lewat pintu depan karena siapa tahu sudah ada yang mengetahui pertarungan Bakugo dan Midoriya disana. Habis suaranya kencang sekali.

“Kita menyelinap lewat kamarku,” aku berkata singkat.

“Hei ada apa denganmu sih ?” Akira bertanya serius padaku, “kau berempati pada Bakugo ?”

Aku mengerutkan dahi, “mou ii. Pergilah ke kamarmu sana !”

Aku mendorongnya keluar kamar lalu menutup pintu di depan wajahnya. Setelah pintu tertutup, aku duduk menyandarkan tubuhku pada daun pintu.

“Apa yang telah kulakukan ?”

Hanya itu kata kata yang terus terngiang di kepalaku sepanjang malam itu.

RELEASED || BNHA X OCWhere stories live. Discover now