18| Sang Wakil Pemimpin

456 55 23
                                    

" Atha " ucap Azza.

" Aya " panggil Ezza dengan suara yang terdengar begitu lemas.

Satu kata pertama yang Ezza ucapkan setelah melewati masa koma nya itu membuat Azza terduduk di kursi yang terdapat di samping brankar.

Sudah hampir 5 bulan ia menunggu dengan sabar, kini penantiannya telah usai. Perasaan tidak tenang di setiap hari karna koma nya Ezza yang dapat membuatnya kapan saja pergi meninggalkan Azza untuk selama-lamanya kini telah hilang.

Tidak ada lagi rasa takut akan kehilangan, perasaannya pun kini lega, semesta masih mengizinkannya untuk bahagia.

Azza menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, ia mulai terisak.

" Hei? Kok nangis? Gak akan dipeluk nih abang nya? " tanya Ezza dengan suara yang pelan.

Kedua tangan Ezza terbuka lebar dengan perlahan, bibirnya pun tersenyum hangat, ia menunggu untuk Azza memeluk dirinya.

Azza menjauhkan kedua tangannya dan menunjukkan wajah memerah dengan mata yang mulai sembab.

" Lo jahat! Lo tau seberapa takutnya hiks.. gue buat kehilangan lo? " ucap Azza dengan air mata yang masih terus mengalir membasahi pipinya.

Mata Ezza kini berkaca-kaca, ia sadar bahwa ia telah memberikan rasa takut kehilangan yang begitu hebat bagi Azza.

" Maaf " ucap Ezza.

Tiba-tiba Azza memeluk tubuh Ezza, ia menangis sejadi-jadinya tanpa menyadari bahwa masih ada yang lain disana.

Dalam pelukannya Ezza berbisik pelan pada Azza, " Udah dulu nangisnya, hm? Gak malu diliatin yang lain? " tanya nya.

Azza lantas diam mematung, ia melupakan kehadiran yang lainnya sejak tadi.

Lalu, dengan malu ia mulai menjauh dari tubuh Ezza dan mengelap air mata di pipi dan matanya dengan kasar.

" Sorry " ucap Azza yang sebenarnya sedang menahan malu.

Ia malu karna menunjukkan sisi cengengnya pada mereka.

" Gapapa, Za. Kita ngerti lo, kok " ucap Helga.

Jere mengangguki nya, " Lo nangis aja, gapapa Za. Tetep cantik, kok " timpal Jere.

" Yeuuu, gembel lo " sindir Revan pada Jere.

" Gombal! " timpal Rhaikal mengoreksi.

" Serah gue, dong " jawab Revan tidak peduli, yang kemudian dihadiahi tatapan tidak suka dari Rhaikal.

" Ezza! Sang wakil pemimpin kita!Gila, gue kangen banget sama lo bro! " ucap Helga lalu mendekati Ezza untuk menjabat tangan Ezza dan menempelkan pundak mereka.

Ezza hanya tersenyum lemas ke arah Helga.

" Ezza! My friend, akhirnya lo bangun juga " ucap Jere sambil berjalan mendekati Ezza dan menggeser Helga untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Helga tadi pada Ezza.

Begitupun dengan yang lain, mereka memberikan pelukan hangat untuk Ezza yang sudah terbaring koma sejak beberapa bulan yang lalu.

" Za " panggil Javi.

" Jav " panggil Ezza balik.

" Sehat sehat terus lo, gue kewalahan kalo harus nyerang tanpa lo " ucap Javi setelah melepaskan pelukannya.

" Bro! " sapa Ravell sambil melakukan high five ala laki-laki.

" Bangun juga lo. Gue kira udah pensiun turun ke lapang " ucap Ravell becanda.

GARGLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang