Cincin dengan permata kecil indah di bagian tengah nya itu sudah tersemat di jari manis milik Yora. Pasangan dari cincin itu pun sudah tersemat di jari manis milik Zriel.
Hari ini, Zriel dan Yora sudah resmi bertunangan.
Hanya ada keluarga besar yang hadir di acara ini dan acaranya begitu tertutup dengan penjagaan yang begitu ketat. Antisipasi dari Malik, jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan seperti kaburnya calon laki-laki atau keributan lainnya yang Zriel lakukan.
Setelah acara selesai, Zriel pergi menuju kamar di lantai dua, meninggalkan Yora yang masih sibuk dengan kedua orang tua mereka dan beberapa kerabat dari keluarga besar keduanya.
Begitu tiba di kamar di langsung menendang kursi belajar nya hingga terguling. Wajahnya memerah padam, nafasnya menggebu, netranya menatap cincin yang tersemat di jari manisnya.
Dilepasnya cincin itu dari jari nya, lalu dia lempar ke atas ranjangnya asal. Zriel membawa tubuhnya untuk duduk ditepian ranjang.
Emosi nya berada di puncak tapi Zriel tidak bisa melakukan apapun, karna rasanya akan percuma walaupun dia mengamuk saat ini.
Mata nya terlihat kosong, memperlihatkan begitu banyak rasa sakit dari tatapannya. Seolah, rasa sakit kali ini membuat Zriel mati. Zriel merasa buntu, dia merasa ada dibatas kesabaran atas rasa sakit yang selama ini dia pendam.
Kali ini, apakah Zriel harus merelakan kebahagiannya lagi.
Apakah Zriel akan kehilangan Azza juga.
Karna rasanya Zriel tidak pantas untuk melanjutkan hubungan yang baru dia rajut bersama Azza, Zriel merasa dirinya tidak pantas untuk Azza.
Zriel merasa dia telah mengkhianati Azza.
Dan apa yang dia lakukan justru berbuah pahit, Zriel tetap tidak bisa membatalkan perjodohan nya. Dia hanya diam, seolah pasrah karna tidak tau harus melakukan apa lagi.
Jika dia memberitahu Azza, yang ada dia akan kehilangan Azza. Dan jika tidak diberitahu, bayang bayang tentang sebuah rasa bersalah karna pengkhianatan itu selalu menghantuinya.
Zriel tidak tau harus apa.
Haruskah dia menyerah soal Azza.
Suara ketukan pintu terdengar cukup keras, tapi tidak membuat Zriel sadar dari lamunannya. Sebuah tangan mengelus pundaknya sedikit diberi tekanan agar membuat Zriel sadar dari lamunannya.
Hembusan nafas berat bersamaan dengan kepalanya yang menoleh ke arah orang yang baru saja menyadarkannya dari lamunan panjang, membuat orang itu melemparkan tatapan sayu seolah paham dengan apa yang Zriel rasakan.
" Maaf, gue gak bisa bantu lo, Bang " ucap Calva yang sudah duduk disamping Zriel.
Zriel menggeleng, " Bukan salah lo, gak perlu minta maaf "
Hening beberapa saat, Zriel kembali melanjutkan kalimatnya.
" Yang lagi gue hadapi juga bukan sesuatu yang perlu lo urusin, ini bukan tanggung jawab lo, Calva. Jangan ngerasa bersalah karna gak bisa bantu gue, gue gak mau lo kena imbas nya juga. Cukup gue aja, lo harus bahagia dengan pilihan lo sendiri " jelas nya.
Calva menatap Zriel begitu dalam, baru kali ini kakak tirinya itu berbicara begitu panjang padanya. Calva merasa kalo ini kehadirannya sudah diterima oleh Zriel, tanpa di duga Calva memberanikan dirinya untuk memeluk Zriel, kakak tiri nya itu.
Pelukan pertama yang membuat Zriel merasa bersalah atas apa yang selama ini dia lakukan pada adik tirinya itu.
" Bang, gue bakal berusaha buat bantuin lo batalin perjodohan ini. Cause I knew there was something wrong with Papa " ucap Calva sedikit berbisik.