Mobil taksi berhenti di depan Rumah. Tentu saja rumah itu mewah nan megah. Dengan perpaduan gaya Modern luxury dan modern classic.
Hasna turun dari mobil taksi setelah selesai membayarnya. Matanya menatap dengan teliti apakah ada perubahan setelah ia pergi?tentu saja tidak. Semua masih sama. Ia sangat rindu keceriaan yang terjadi di dalam sana.
Tentu saja sebelum duka yang meninggalkan luka. Yang merebut paksa ingatan indah milik Hasna dan berganti dengan bayang-bayang suram.
Hasna menghela nafas,"Bismillah". Mengangkat tegap kepalanya dan mendekat menuju pagar rumah yang menjulang tinggi.
"Assalamualaikum," sapa Hasna. Kepada satpam penjaga rumah.
"Waalaikumsalam. Selamat malam,mau bertemu dengan siapa?" Tanya pak Diman. Selaku satpam sift malam.
"Pak,saya Hasna anak Umma Hanifah. Boleh saya masuk?" Jawab Hasna menyakinkan satpam yang menatapnya dengan intimidasi.
"Yang bener kamu anaknya Bu Hanifah?" Tanya pak Diman yang masih kekeh tidak percaya.
"Iya. Saya anaknya,"ujar Hasna menyakinkan berusaha menyakinkan.
"Tunggu sebentar ya,saya tanyakan ke Bu Hanifah apakah kamu anaknya atau bukan,"ucap pak Diman yang hendak melenggang pergi.
"Pak. pak jangan," panggil Hasna mencegah pak Diman pergi.
"Jangan di panggil ummanya nanti rencana saya gagal dong,"protes Hasna yang mulai kesal dengan pak Diman.
"Mang Diman. Silahkan kopinya," ujar bibi yang tergopoh-gopoh membawa nampan.
"Eh neng Hasna MaasyaaAllah. Nyah nyoyah,"ucap bibi yang atensinya menatap Hasna dengan histeris ia berusaha memanggil majikannya.
"Shutttt Bi Ipon jangan di panggil ummanya,"ucap Hasna menenangkan Bibi.
"Mang ini di Bukakan si Eneng,"titah bibi Ipon kepada Diman.
"Ini dia bener anaknya Bu Hanifah?" Tanya Diman tidak percaya.
"Iya, ini anaknya nyonyah Dim,"jawab bibi mendorong-dorong bahu Diman.
"Maaf ya neng. Silahkan masuk atuh,"ujar Diman membukakannya gerbang.
"Assalamualaikum," salam Hasna menampilkan senyum sebaik mungkin.
Seketika orang yang sedang beraktifitas di ruang keluarga sejenak berhenti. Semua memandang kearah sumber suara.Tidak ada yang menjawab salam Hasna. Semua terdiam ditempat. Kaget dengan kehadiran satu mahkluk, yang dulu memutuskan pergi kini sudah berani kembali.
Krik
krik
krik
"Ya udahlah mau baik lagi, assalamualaikum," Kata Hasna membalikan tubuhnya. dan Memasang muka melasnya yang sengaja ia buat-buat.
"Waalaikumsalam,"jawab umma. Yang lebih dulu tersadar lalu bergegas mendekat dan mendekap anaknya dengan penuh kerinduan. Ia sangat merasa bersalah anak perempuannya itu tumbuh dengan kerapuhan.
Sedetik kemudian orang yang berkumpul di ruang tamu sadar. Mereka girang dan bersyukur akhirnya Hasna sudah berani lagi mendatangi rumah ini. Satu persatu mereka memeluk Hasna untuk memudarkan rindu. Menanyakan kabar sekaligus berbagai suka cita.
"Kenapa enggak hubungi Abang Na?"Tanya kakak kembarnya yang bernama Hamdan. Yang mewarisi sifat Babanya. Pendiam namun peduli.
"Hehehehe kan biar surprise,"cengir Hasna.
"Adik ku ya Allah. Ih kesayangannya abang,"Ujar Hamzah kembarannya Hamdan. Dengan dramatis memeluk Hasna. Sifat Hamzah lebih condong ke ummanya yang humoris.
Kedua kakak ipar Hasna juga memeluk Hasna dengan hangat nan erat.
"Aunty,"teriak Bilqis dan Isa dari atas tangga. Lalu berlari menuju arah Hasna.
"Jangan lari-lari,"kata Hasna memperingatkan keduanya dengan rasa khawatir.
"Kangen,"rengek kedua ponakannya itu. Dengan gemas Hasna memeluknya.
Umma tak henti mengucap syukur. Akhirnya lengkap sudah anggota rumah ini. Berharap kebahagiaan dan keceriaan selalu abadi di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Takut Nikah Muda
SpiritualCerita ini bukan tentang perjodohan. Bukan juga tentang nikah muda karena sebuah insiden. Tapi ini tentang cerita anak SMA yang berani mengutarakan cintanya dengan akad nikah di usia muda mereka. "Mau hidup bersama meraih jannah-Nya?" "Bismillah Has...