Chapter 8

518 23 0
                                    

Anggota inti Saturnus sedang berkumpul di taman milik sekolah. Mereka berleha-leha mengistirahatkan badannya setelah bermain basket. Tentu seragam olahraga masih melekat di badan mereka.

"Halo guys balik lagi di vlog Naufal bukan anaknya bahenol," ucapnya heboh pada kamera yang ia pegang. Lalu mengarahkan kameranya kepada teman-temannya yang sedang duduk-duduk bersantai di bangku dan anak tangga yang di naungi pohon besar."Kita habis olahraga nich,Capek banget guys."

Mereka hanya melihat Naufal dengan malas. Hanya Irsyad yang melambaikan tangan dan tersenyum pada kamera.

"Tau enggak guys?tadi Babang Hizam keren banget loh main basketnya. Kasihan pada enggak bisa lihat ya?karena belum keluar kelas. Tenang aja guys tadi gue sempet record dan nanti malem gue tayangin sepesial buat kalian. Tungguin ya guys bye," tidak lupa Naufal memencet tombol untuk menghentikan rekamannya.

"Wah parah eksfoliasi sahabat sendiri tuh,"kompor Vian.

"Bukan eksfoliasi tapi eksplorasi," sahut Umar.

"BUKAN! tapi eksplanasi," sahut Naufal yang tidak mau kalah.

"Ekspansi woy,"papar Irsyad dengan rasa sok benar.

"Eksposisi,"ujar Adit menggaruk tidak gatal keningnya.

"Eksploitasi,"ucap Hizam mengeja pelan dan menekankan kata itu.

Mereka kompak membuka sedikit mulutnya hingga membentuk huruf O dan mengangguk anggukkan kepalanya. Seperti anak kecil yang bisa kembali mengingat kosakata yang dilupa.

"Nah nah itu maksud gue,"sahut Naufal kegirangan.

Vian mencibir Naufal dengan memonyongkan bibirnya mengikutinya gerakan bibir Naufal."Heleh tadi Lo bilang eksplanasi. Eksplanasi apaan?"

"Apa sih Lo? Sini gelut ha,"Tantang Naufal yang menggebu-gebu sedangkan nyalinya menciut.

"Ayo sini ayo,"jawab Vian menggulung lengan seragamnya memperlihatkan otot-otot kekarnya.

"Ayo sini,"sahut Naufal sok berani.

Naufal berteriak menghindari Vian yang mendekati dirinya.

"Astagfirullah,"ujar Umar yang geleng-geleng melihat tingkah mereka.

Irsyad yang merasa kedua sahabatnya itu mengganggu pemandangannya. Lantaran keduanya berlari-larian di depannya. Ia menangkap keduanya dan memegang kepala mereka. Lalu kedua jidat itu dipertemukan dan menimbulkan sedikit suara 'dug.'

"ASTAGHFIRULLAH!! ALHAMDULILLAH!! MAASYAALLAH!! INNALILAH!!" Pekik Naufal. Yang baru saja membuka handphonenya. Ia bingung harus berekspresi senang atau sedih.

Dan sontak Mengagetkan sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang berada di area taman.

Naufal mengabaikan semua mata sedang menatapnya. Ia menghampiri Hizam dan duduk di pinggir besi kursi panjang.

"Zam, serius! kata om Ahsan Lo mau nikah?"Tanya Naufal memelankan sedikit suaranya dan menatap Hizam dengan pandangan memengintimidasi.

"Iya guys. Ini om Ahsan sendiri yang bilang gitu di grup wa,"lanjut Naufal memberikan keterangan.

"Lo join di grup wa bapak-bapak?" Tanya Vian terheran heran.

"Diem dulu Lo,"sahut Naufal meletakkan jari telunjuknya di bibir Vian.

"Bener Zam?" Tanya Adit yang mendesak ikut tidak sabar.

"Doain aja,"jawab Hizam singkat.

"Uhuy nikah muda nich,"sorak Naufal menggoda Hizam.

"Enggak apa-apa dong. Selagi mampu dan udah siap lahir batin,kenapa enggak?" Sahut Umar.

"Semoga Allah mempermudah ya Zam.

Tanpa mereka sadari,ada sepasang telinga yang mendengarkan pembicaraan mereka.

"Kenapa Na?"tutur Aiza. Melihat Hasna  berada di depannya duduk bersama di kursi lipat taman. Yang terlihat tidak sengaja menjatuhkan buku novel.

"Astaghfirullah," ucap Hasna yang tersadar dari lamunannya yang terus berlarut larut dalam pikirannya.

"Hayo, ngelamuni apa?"tanya Acila. Yang duduk di samping Aiza.

"Gapapa,"jawab Hasna. Mengambil buku novelnya yang sudah tergeletak di rerumputan.

Hasna menundukkan kepalanya seolah sedang membaca. Namun batinnya sedang berkecamuk.

 Namun batinnya sedang berkecamuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hasna?" Ujar Umma. Melihat anaknya duduk memeluk lututnya terbengong menatap jendela yang sedang menampakkan bulan purnama.

"Nak,"lanjutnya menyentuh pundak Hasna. Melihat anaknya yang masih enggan bergeming.

"Eh Umma," tutur Hasna setelah tersentak sedikit terkejut.

Umma tersenyum. Ia ikut duduk di dipan berukuran kecil yang menyatu dengan jendela di belakangnya dan di samping kiri kanannya ada bufet minimalis berwarna putih. Menghadap anak bungsunya yang begitu kentara sedang memendam sesuatu. "Umma ketuk-ketuk pintunya enggak ada jawaban. eh ternyata anaknya Umma lagi bengong."

"Maaf Umma,"tutur Hasna membaringkan kepalanya di pangkuan Umma.

"Sudah shalat Isyak nak?"

"Alhamdulillah udah Umma,"

"Ada yang mau diceritain sama Umma?"lanjutnya mengelus kepala anaknya yang terbalut Khimar.

Hasna menarik nafas dalam-dalam lalu di hembuskan pelan. Agar berisik di dalam kepalanya diam dan mulutnya mampu bercerita tentang perasaannya.

"Umma. Jatuh cinta sama manusia itu boleh enggak sih?" Tanya Hasna. Sedikit mendongakkan kepalanya. Menatap netra indah milik ummanya. Dan tanpa sadar ia memainkan kuku yang berada di jari-jemarinya.

"Boleh dong. Kan rasa cinta itu fitrah yang Allah Subhanahu wa ta'ala sertakan dalam setiap diri manusia. Yang engga boleh itu mencintai manusia yang melebihi cinta kita pada Allah," jawab Umma. Mengelus pelan kepala Hasna.

"Gimana Ma, biar rasa cinta kepada ciptaannya tidak melebihi cinta kepada penciptanya?" Tanyanya lagi.

"Dengan cara menitipkan cinta itu. kepada Allah Subhanahu wa ta'ala,"

"Dan obat jatuh cinta adalah menikah,"

"Hayo anak umma lagi jatuh cinta sama siapa?" Lanjutnya Umma menggoda Hasna.

"Ih Umma," rengek Hasna. Menghadapkan wajahnya pada perut umma. Memeluk perut ummanya dengan kedua tangannya sembari menyembunyikan semburat kemerahan di pipinya akibat godaan dari ummanya.

"Baba anak kita udah gede," batin Umma.

"Udah tau cinta-cintaan kayaknya bentar lagi minta ijin nikah nih," lanjutnya membatin.

Siapa Takut Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang