Chapter 67

207 7 0
                                    

Dengan paper bag di tangannya,senyum yang sedari tadi melengkung. Hizam membuka pintu kamar rawat inap Hasna,"assalamualaikum."

Tidak ada jawaban,hening,bahkan bidadarinya tidak terlihat di sana. Kejadian beberapa hari kemarin berputar di kepala Hizam. Dadanya berdegup kencang. Matanya menyapu di semua sudut ruangan. Ia tidak mau kehilangan perempuannya untuk kedua kalinya.

"Na?kamu di dalam Na?" Hizam mengetuk pintu toilet dengan telinga yang ia tempelkan pada pintu.

Kesabarannya habis, tangannya memilih memutar kenop pintu dan tidak menampilkan siapa-siapa. Tidak ada orang di dalamnya.

Langkah tergesa-gesa membawanya keluar mencari keberadaan istrinya. Perasaan bersalah mulai membayanginya. Sungguh,ia bersumpah tidak akan memaafkan dirinya jika terulang kembali kejadian itu.

Aktivitas rumah sakit menjadi padat. Setelah menerima korban kecelakaan beruntun. Menjadikan para tenaga kesehatan berseliweran. Hizam mencoba membelah kerumunan di koridor hingga dirinya berhasil sampai di tempat informasi.

Dengan nafas terengah-engah. Hizam bertanya kepada pekerja di sana,"Sus,pasien di-"

"Cari Hasna ya?" Sahut Jovan yang sedang mengurus sesuatu di sana.

"Di mana istri gue?" Hizam langsung menatap pemilik suara itu.

"Ke taman belakang kayaknya," jawab Jovan seadanya.

"Oke thanks," Hizam langsung berlari mengabaikan tatapan Jovan yang terbelalak terkejut.

"Oke thanks," Hizam langsung berlari mengabaikan tatapan Jovan yang terbelalak terkejut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Hamparan langit yang perlahan berwarna jingga. Membuat Hasna betah menatapnya. Terduduk di kursi besi putih, teduh bersama pepohonan dan bunga yang tidak seberapa namun terjaga.

Indahnya suasana berbanding terbalik dengan hatinya. Ia kembali bingung kemana ia akan melangkah di hidupnya. Tetap berjalan ke Utara atau mundur ke selatan? Tetap menggenggam atau melepaskan?

Sungguh, memiliki Hizam adalah anugrah yang ia syukuri setiap harinya. Anugrah yang selalu ia beri doa semoga. Kali ini saja,ia ingin serakah atas anugerah. Namun,ia merasa ada seseorang yang lebih membutuhkan anugerah itu dari pada dirinya. Berbagi?jelas itu bukan solusi.

Kesekian kalinya, Hasna menghembuskan nafas berat. Berharap sesak di hatinya ikut mengalir di tiupan nafasnya. Pikirannya keruh,ada rasa gemuruh yang ingin luruh,"AAARGHHHHH."

Nafas tersengal-sengal setelah mengekspresikan kesedihan tidak membuatnya lega,sama sekali Hasna tidak merasa baik-baik saja. Ia ingin sejadi-jadinya.

Hasna bangun dari duduknya setelah mendengar derap langkah kaki. Sepasang mata yang ia sukai menatapnya. Peluh keringat membanjiri dahi pria itu. Entah mengapa,bahagia dan sesak berdesakan di hatinya. Yang sama-sama ingin muncul ke permukaan.

"Mas bantu ya Na," ijin Hizam memegang tiang infus Hasna.

"Hasna bisa sendiri mas," ujarnya meninggalkan suaminya yang mematung di sana.



Siapa Takut Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang