Hizam terduduk di ruangan dengan mata yang mulai lelah menatap layar monitor. Namun setumpuk pekerjaannya enggan kian reda. Berkali-kali ia mencoba menarik nafas memfokuskan dirinya. Meskipun nada notif ponselnya terus menerus berlomba memenuhi layar depannya.
Hasna dengan setumpuk buku tergeletak bosan di kamarnya. Ia membuka ponselnya, berharap mengusir kebosanannya. Padahal ia sudah merencanakan kegiatan selama libur sekolah bersama Hizam. Namun si pemilik nama masih belum datang. Ia menarik nafas dan menghembuskan kasar. Belum ada lagi chat dari Hizam. Terakhir kali kemarin malam, itupun Hizam menyuruhnya untuk segara tidur. Belum sempat ia basa-basi menanyakan kabar ataupun menyatakan kerinduan.
Menepis segala rasa malu dan gengsinya, Hasna menekan tombol panggilan. Sedikit lama,ia menunggu jawaban hingga akhirnya ia bisa mendengar suara itu.
"Assalamualaikum," Tidak bisa di sembunyikan lagi senyum Hasna. Rasa cinta itu kian tumbuh di hati Hasna.
"Halo? Ada apa Na?" Hizam yang masing sibuk dengan setumpuk berkas mengerutkan keningnya kebingungan.
"Na?Hasna," Hasna gelagapan. Ia bingung mencari topik pembicaraan.
"Wa-waalaikumsalam,"jawabnya yang mendadak gugup.
"Ada apa?" Terdengar helaan nafas di telinga Hasna. Ia sedikit meratapi apa yang ia lakukan. Seharusnya ia tidak menghubungi suaminya itu.
"Maaf,Hasna gangguan," ujarnya mengakui.
"Hasna?" Hizam berhenti sejenak dan menyenderkan punggungnya. Tidak ada jawaban apa-apa dari istrinya. Hizam melihat ponselnya, ternyata telepon sudah di matikan sepihak.
'Sorry gue gak ikut' ketik Hizam di grup geng inti Saturnus. Teman-temannya mengajaknya ngopi. Namun saat ini pekerjaan menjadi prioritasnya. Ya walupun,Cukup berat memang lembur bekerja di hati Sabtu.
Pukul 22.00 WIB yang kurang 2 jam lagi sudah berganti hari. Hizam memutuskan pulang ke rumahnya. Jalanan ternyata masih ramai. Di dalam mobil pemberian Ayahnya, ia memijit kepala dipemberhentian lampu merah. Wajar jalanan masih padat, malam ini adalah malam Minggu.
Sesampainya di rumah. Sudah tidak ada lagi kebisingan Mila serta Ayah dan Bunda yang tidak terlihat menonton televisi bersama. Ia bergegas membersihkan diri. Sudah berganti dengan kaos oblong namun masih enggan untuk masuk ke alam mimpi. Ia membawa laptopnya menuruni anak tangga.
Dengan lihai Hizam membuat secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Ia hirup dalam-dalam aroma itu,dan menyeruputnya bersama pekerjaan yang belum rampung.
"Tidur Zam," titah Ayah yang mengambil segelas air mineral.
"Sebentar lagi Yah," jawab Hizam. Ia melihat ayahnya yang ikut duduk di pentry.
"Kerja boleh, istirahat penting Hizam, datlinenya juga masih lama, enggak perlu cepat-cepat,"
"Ayah pecat kamu lama-lama,nih," lanjutnya. Di detik itu juga Hizam menutup laptopnya.
"Nah gitu dong. Ayo ke atas tidur,Bunda kamu tau kamu gini, Ayah yang di pecat bunda jadi suaminya,"Hizam terkekeh singkat menaiki tangga bersama Ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Takut Nikah Muda
SpiritualCerita ini bukan tentang perjodohan. Bukan juga tentang nikah muda karena sebuah insiden. Tapi ini tentang cerita anak SMA yang berani mengutarakan cintanya dengan akad nikah di usia muda mereka. "Mau hidup bersama meraih jannah-Nya?" "Bismillah Has...