Sepasang insan terlelap mesra berpelukan. Namun alarm bawah sadar, membangunkan Hizam agar menunaikan shalat malam. Dengan hati-hati dan perlahan Hizam melepas pelukan. Setelah berhasil, Hizam mendudukkan dirinya di pinggir ranjang. Guna memanjatkan doa syukur yang hari ini, ia masih di beri kehidupan. Ketika ia hendak bangun dari duduknya. Terpaksa ia tunda, karena bidadari yang tadinya terlelap di pelukannya kini bersuara.
"Mas,shalat tahajud bareng ya?" Pinta Hasna. Yang berusaha mendudukkan dirinya.
Hizam hanya membalas dengan senyum dan anggukan. Keduanya bersama-sama menemui Rabb-Nya di sepertiga malam.
"Assalamualaikum warahmatullah,"ucap Hizam mengakhiri shalat witir setelah shalat tahajud dengan salam. Menoleh ke kanan lalu di susul ke kiri.
Keduanya sibuk memuji Pencipta-Nya. Larut dalam dzikir masing-masing.
Namun Hasna terusik dengan segala benak pikirannya. Hasna tersenyum menatap punggung tegap milik Hizam. Sosok yang ia dambakan dalam diam,yang kini selalu mendampinginya dalam ketaatan. Namun perlahan senyum itu memudar. Kala mengingat Annabela juga membutuhkan hadirnya. Teriris hatinya, namun ia tidak mau di madu cintanya. Dulu ia pernah meminta Hizam di sepertiga malam. Dan kini harus ia lepas Hizam di sepertiga malam.
Sayup-sayup Hizam mendengar tangis yang bertambah volumenya. Menoleh ke belakang,ia dapati istrinya yang menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangan. Sebisa mungkin ia memenangkan istrinya dengan dekapan.
"Sayang, kenapa? Ada yang sakit ya?" Bisik Hizam. Yang tangannya senantiasa mengelus punggung Hasna.
Hasna menggeleng pelan. Rasa sakit hatinya benar-benar membungkam mulutnya untuk tidak menyuarakan penyebab sesak hatinya.
Hizam mengendarai mobilnya. Dengan jalur pulang ke rumah. Hari ini ia kembali disibukkan dengan meeting dadakan. Yang menganggu jadwal cuti menemani istrinya masa pemulihan. Rasanya ingin ia cepat pulang u
ntuk menatap wajah istrinya yang selalu ia rindukan. Meskipun akhir-akhir ini istrinya sedikit membuat jarak yang kadang membuat ia kesal.Sesampainya Hizam memarkirkan mobil di garansi. Pintu rumah terbuka, menampilkan sosok Hasna yang menyambut Hizam dengan dress cantik berwarna senada dengan Tuxedo yang Hizam kenakan. serta polesan make up yang melekat di wajahnya. Membuatnya semakin menambah kesan menawan.
Hasna mencium telapak tangan Hizam. Tak mau kalah Hizam langsung mencium balik telapak tangan istrinya dan dikecup sekilas dahinya. Hasna masih dengan senyum manisnya meraih tas kerja Hizam dan mengiringnya ke meja makan yang telah ia siapkan.
Hizam di buat takjub dengan penampilan Hasna kali ini yang lain dari biasanya dan juga meja makan yang sudah di hias bernuansa romantis.
Dengan telaten Hasna meladeni suaminya makan. Setelah hidangan pertama sampai penutup usai disantap. Hasna meraih kedua tangan Hizam untuk di genggaman di atas meja. Tak lupa di tatap juga manik mata suaminya.
"Mas," panggil Hasna halus. Serta senyum yang senantiasa mengembang indah di bibirnya.
"Iya,sayang" jawab Hizam. Meraih telapak tangan Hasna lalu dikecup pelan.
"Mas sayang kan sama Hasna?" Tanya Hasna.
"Uhibuki Fillah," jawab Hizam. Memperdalam tatapannya. Serta tersenyum lebar.
"Hasna boleh minta sesuatu?" Ucap Hasna sembari menyakinkan hatinya yang mulai goyah atas keputusan yang sudah ia kukuhkan.
"Boleh, Hasna mau apa?" Tanya Hizam. Tersenyum menatap Hasna yang di pandangnya bertambah hari bertambah menggemaskan.
"Nikahi Annabela mas," ucap Hasna. Setelah mengambil nafas dalam-dalam. Dengan gemetar menatap Hizam.
Atmosfer mesra sudah tak lagi terasa. Bersamaan dengan ekspresi Hizam yang berubah. Sudah tak ada lagi senyum lebar. Yang ada hanyalah pandangan kekecewaan menatap Hasna.
"Sayang,kan mas udah jelasin. Kalau it-"
Hasna meletakkan telunjuk jarinya di mulut Hizam. Hasna tersenyum dengan air mata yang mengalir dan berucap "ini demi kebaikan kita bertiga mas, Hasna mohon ceraikan Hasna dan nikahin Annabela. Hasna minta maaf enggak bisa mas madu dan maaf Hasna enggak bisa janji menemani mu mas, Hasna engga-"
Semua tutur kata Hasna terhenti tak kuat mengontrol air matanya yang kian deras banjir mengalir.
Hizam tak lagi memberikan pelukan. hanya memandang jengah. Muak untuk kesekian kali harus dipaksa menikahi Annabela. Tak tega melihat Hasna menangis sejadi-jadinya,Hizam meninggalkan Hasna sendirian di sana.
Setelah Hasna menenangkan dirinya,ia berjalan ke kamar menghampiri suaminya yang berdiri di jendela transparan yang menghadap ke luar.
Rintik hujan di luar sedikit-demi sedikit menenangkan sesak hati Hizam. Tubuh Hizam terkagetkan dengan dekapan dari belakang. Tangan berjemari lentik itu melingkar sempurna di pinggangnya.
"Hasna minta maaf mas," tutur Hasna parau. Menenggelamkan wajahnya di punggung Hizam.
"Jangan paksa mas, buat nikahin dia,Na" ucap Hizam dingin.
"Tapi mas, Annabela seka-"
"Stop Na. Jangan lagi," bisik Hizam memohon agar tak lagi membahas itu. Ia membalikan badan. Sedikit membungkuk agar keningnya dengan kening Hasna bisa bertemu.
"Sampai kapanpun mas enggak akan pernah menikahi dia. Mas hanya mencintai Hasna bukan dia. Dan Mas mau, kita bersama-sama menggapai surga-Nya. Hasna paham kan?" tutur Hizam. Menekankan satu persatu setiap kata yang keluar dari mulutnya. Seraya menatap manik mata Hasna dalam-dalam. Agar sang empu paham.
"kita enggak boleh egois mas,"jawab Hasna. Mengelus pipi Hizam dengan kedua tangannya. Dibalas lah tatapan Hizam dengan sayu.
"Egois apanya Hasna?" Tanya Hizam menaikkan satu oktaf nada bicaranya. Dan melepaskan paksa semua sentuhan dari tangan Hasna.
"Egois bahagia di atas penderitaan orang lain itu kejam mas,"ucap Hasna tegas dan mencoba meraih tangan Hizam untuk kembali ia genggam.
"Memaksa berpisah dan juga memaksa mencintai orang lain. Hanya beralasan bahwa dia lebih membutuhkan itu juga sama-sama kejam Hasna,"
"Kamu kira setelah kita berpisah. Apa ada jaminan untuk lebih bahagia? Kamu kira aku akan lebih bahagia dengan dia,Na?"
"Enggak Hasna. Enggak,sama sekali enggak,"
"Mas juga bukan egois. Mas hanya ditakdirkan melakoni peran sebagai suami kamu,"
"Kalau kamu tanya bagaimana Annabela. Ada Jovan Na, yang masih memperjuangkan cintanya. Enggak ada yang menjamin Annabela akan bahagia sama mas,"
"Hanya kamu yang mencinta mas karena Allah. Sedangkan Annabela hanya terobsesi dengan mas Na," selesai mengucapkan semua perkata, Hizam kembali membawa Hasna yang terisak sendiri kedalam dekapannya. Menumpukan dagunya di atas kepala Hasna.
"Maafin Hasna mas,Hasna bersedia untuk kembali bersama-sama meraih Jannah-Nya," tutur Hasna. Mempererat dekapannya.Lega rasanya mendengarkan semua perkata Hizam. Lenyap sudah perasa-perasa yang mengganggu hatinya. Yang tertinggal hanyalah semua pikiran semoga. Semoga Allah meridhoi dirinya serta suaminya,semoga Allah selalu mengizinkan ia mendampingi suaminya dan semoga Allah mentakdirkan ia dan suaminya selalu bersama hingga akhir usia.
SELESAI
Terima kasih ya untuk kalian yang sudah membaca hingga chapter ini. Tunggu cerita ku yang lainnya ya?!🤍🤍🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Takut Nikah Muda
SpiritualCerita ini bukan tentang perjodohan. Bukan juga tentang nikah muda karena sebuah insiden. Tapi ini tentang cerita anak SMA yang berani mengutarakan cintanya dengan akad nikah di usia muda mereka. "Mau hidup bersama meraih jannah-Nya?" "Bismillah Has...