Chapter 12

494 23 0
                                    

Hizam merapikan berkas-berkas di mejanya. Tidak lupa mengancingkan kembali kemejanya sembari berjalan keluar, memasuki lift. Ia bersyukur sudah berpenghasilan sendiri. Meskipun harus berkerja di kantor Ayahnya.

"Assalamualaikum,"Hizam berjalan masuk kedalam ruangan Ayahnya.

"Waalaikumsalam,ada apa bro?" Tanya Ayahnya memalingkan sebentar matanya dari layar laptop untuk menatap anaknya itu yang suatu saat nanti akan menggantikan posisinya.

"Kerjaan Hizam udah selesai yah,"jawabnya mendudukkan dirinya di kursi depan ayahnya.

"Kerja bagus bro,"puji Ayah. Mengelus singkat rambut rapi anaknya.

"Ini kerjaan Ayah sebentar lagi selesai,"lanjutnya kembali fokus pada layar laptop itu.

"Nanti pulang bareng ya yah?" Tanya Hizam tak bosan menatap laki-laki yang menjadi panutan hidupnya.

"Ardio,tolong handel semua pekerjaan saya ya?saya ingin pulang sekarang,"ujar Ayah yang langsung berdiri mengancingkan kembali jasnya. Menyudahi dirinya bergelut dengan setumpuk berkas. Ia sangat antusias dengan ajakan anaknya itu. Padahal ini masih setengah hari.

Hasna termenung di ruang keluarga. Dengan TV menyala namun antensinya entah kemana.

"Kenapa?" Tanya bang Hamdan duduk di samping adik bungsunya itu.

Hasna menyenderkan kepalanya pada pundak Abangnya. Segara bang Hamdan menyambut dengan posisi nyaman. Beberapa kali Hasna menghembuskan nafas beratnya.

"Kangen Baba," tuturnya yang berharap sosok itu datang memeluknya.

"Cerita sama Abang,"pinta Bang Hamdan mengelus kepala adiknya itu. Ia tau,jika adiknya berkata demikian pasti ada sesuatu yang mengganjal di hati adiknya itu.

"Hasna bingung sama perasaan Hasna bang,"ujar Hasna memainkan jemarinya.

"Kemarin perasaan Hasna menggebu-gebu banget sekarang udah biasa aja enggak ada rasa bahkan,"lanjutnya.

Alis kanan bang Hamdan terangkat. Ia paham,kini adiknya sedang bercerita tentang siapa,"Hizam?"

Di kediaman Ellard's Group. Kini mereka sedang menikmati makan siang bersama. Tidak ada pembicaraan hanya ada suara sendok dan piring beradu.

"Ayah, Bunda. Hizam mau nikah," ucap Hizam. Se usai semua orang di sana selesai menyantap hidangan. Seketika semua orang yang sedang bergerak beraktifitas di meja makan mendadak berhenti di tempat. Tentu menatap Hizam dengan terkejut.

"Nanti sore,tolong antar Hizam ngekhitbah ya," lanjutnya.

'byurrr'

Mila yang sedang meneguk air mineral tersentak kaget dan menyemburkan keluar air tersebut. Yang berefek tersedak dan terbatuk-batuk kecil.

"Bang?"beo Ayah yang kini paham mengapa anaknya mengajaknya pulang tadi.

"Ini dadakan banget Bang,"sahut Bunda dengan ekspresi masih terkejut.

"Abang. Duh, bunda belum siapin hantarannya bang,"lanjutnya panik.

Langit mulai menguning. kedua belah pihak bertemu, persis sehangat senja sore ini. Hizam berharap niat baiknya kemari mendapatkan ridho dari Rabb-Nya.

Obrolan ringan tercipta di ruangan ini. Hingga Hizam membuka inti pembicaraan sore ini. "Bismillahirrahmanirrahim, mau bersama meraihnya Jannah-Nya. Hasna?"

Semua mata tertuju pada perempuan yang teduh menundukkan pandangan.

Teringat di benak Hasna, pesan dari Babanya dulu.

"Nak, nanti kalau ada laki-laki baik amalnya dan Sholeh datang ngelamar. Jangan di tolak ya?"

Hasna menarik dalam-dalam nafasnya. Mencoba menjernihkan pikirannya,namun percuma perasanya kian tak karuan. Bahkan hatinya sudah tertutup oleh kebingungan. Lagi,lagi, perkataan Baba di waktu dulu, terlintas di alam pikirnya. "Bismillahirrahmanirrahim InsyaAllah,Hasna mau membersamai meraih Jannah-Nya."

Siapa Takut Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang