Hizam mendudukkan dirinya di ruang keluarga. Matanya fokus menatap layar di depannya dan kedua tangannya begitu lihai menekan tombol-tombol di stik PS. Dengan perasaan lega tentunya. Adik perempuannya tidak mengacau dirinya.
"Abang," panggil Bunda yang menenteng tasnya di susul ayah di belakang dengan setelan casual.
Hizam menoleh sembari meletakkan stik PS dari tangannya. Bunda yang melihat anak laki-lakinya itu tersenyum,"sambil main aja gapapa Bang."
"ada apa,Bun?" Tanyanya. Masih enggan mengambil stik PS yang sudah ia geletakkan di sofa samping duduknya. Ia memilih menatap Ayah dan Bundanya yang selalu serasi dan mengayomi.
"Bunda dan Ayah mau dinner di luar sama teman ya Bang,"pamitnya. Mengelus singkat bahu anaknya.
Hizam menganggu patuh dan meraih kedua telapak tangan kedua orangtuanya. Untuk di ciumannya. "Hati-hati yah,Bun."
Ayah dan Bunda tersenyum. Lalu berjalan bergandengan dengan mesra. Meninggalkan anak laki-lakinya di sana.
"PAK MANTO PAK,"teriak menggelegar si bungsu yang seperti kehilangan induknya.
"Pak Manto sudah pulang non. Di suruh Den Hizam tadi sore,"ujar Bibi sift malam yang datang tergopoh-gopoh menghampiri Mila.
"Iya Bik,terimakasih ya,"ujar Mila yang bergegas menghampiri Kakaknya.
"ABANG KENAPA PAK MANTO DI SURUH PULANG?" Tanya Mila yang begitu melengking di telinga Hizam.
Sedangkan si pemilik nama malah memutar malas matanya. Menyenderkan kepalanya pada sandaran sofa. Melihat adiknya yang begitu masam uring-uringan.
"Kemarin Mila udah ijin ke Ayah, Bunda. Bang Hizam juga denger juga kan?kok di suruh pulang pak Mantonya? terus ini gimana Mila perginya?" Ucapnya dengan nada frustasi.
"Di rumah aja,"ujar Hizam memalingkan wajahnya pada layar di depannya.
Mila menghela nafas kasar. Menghadapi kakaknya memang membutuhkan banyak kesabaran,"Enggak bisa Abang ku yang Sholeh, ganteng dan baik hati. Ini Mila udah janji sama temen-temen. Mereka juga udah sampai di sana."
"Udahlah Mila pesen taksi online aja,"lanjutnya berjalan kearah keluar rumah dengan menghentak-hantakan kasar kakinya.
'Tin'
Suara klakson motor Vespa. Mengagetkan Mila yang kesal menunggu taksi online yang tak datang-datang. Matanya berbinar melihat Abangnya yang seperti pahlawan kesiangan baginya. Ia tersenyum sumringah menghampiri Abangnya. Dan ia selalu berdecak kagum dengan pesona Abangnya yang tiada tanding. Seperti malam ini, walupun Hizam hanya memakai jaket kulit berwarna hitam dan celana senada. Namun begitu terlihat keren dan mempesona.
"Makasih Abang,"tuturnya sembari menerima helm dari tangan Hizam.
"Perempuan-perempuanya Umma,lagi apa?" Tanyanya menghampiri kedua mantunya dan anak bungsunya. Yang sedang asik mengobrol."Ini loh Umma. Hasna lagi curhat sama kita,"ucap mbak Dina yang terkekeh singkat menyenggol pelan pundak Hasna yang duduk di tengah-tengahnya.
"Curhat apa?Umma ikutan dong,"tanyanya lagi yang langsung mendudukkan dirinya di sofa singgel di sana.
"Hasna curhat tentang cinta Umma,"sahut Dila.
"Mbak,"cicit Hasna pelan menatap kedua kakak iparnya sembari menahan malu.
"Jatuh cinta sama siapa kamu Na,"ujar bang Hamzah yang baru saja muncul di ruang keluarga.
"Enggak Abang, Hasna cuman tanya ke mbak Dina sama mbak Dila. Gimana dulu kok bisa nikah sama Abang,"kilah Hasna cepat. Yang di respon kekehan kecil orang-orang di sana.
"Umma mobilnya udah siap,"ujar bang Hamdan yang memasuki ruangan.
Umma bangun dari duduknya yang langsung diapit oleh kedua putra kembarnya,"Umma berangkat dinner sama temen Umma dulu ya."
Di susul satu persatu perempuannya Umma mencium telapak tangan yang hampir keriput itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Takut Nikah Muda
SpiritualCerita ini bukan tentang perjodohan. Bukan juga tentang nikah muda karena sebuah insiden. Tapi ini tentang cerita anak SMA yang berani mengutarakan cintanya dengan akad nikah di usia muda mereka. "Mau hidup bersama meraih jannah-Nya?" "Bismillah Has...