Hizam menghampiri Mila yang sedang menonton kartun bocah TK yang tidak kunjung dewasa. Namun penggemarnya banyak dari semua kalangan.
Dengan secepat kilat Hizam mengambil coklat yang sudah terpisah bungkusnya dari tangan Mila.
"ABANG,"Teriak Mila menggelegar di ruang keluarga. Ia Menoleh kebelakang melihat Abangnya berlari meninggalkan dirinya.
Hizam terduduk santai di bangku halaman belakang memakan coklat Mila.Setelah selesai,ia melakukan aktivitasnya mencuci motor.
Dengan telaten Hizam menggosok motor kesayangannya dengan sabun. Dirinya lebih suka mencuci motornya sendiri dari pada mencucikan pada orang lain.
"Abang,"ujar kesal Mila. Menghentak-hantakan kakinya di rerumputan.
"Apa?" Tanya Hizam seolah tidak terjadi apa-apa. Dengan sengaja menyemprot adiknya dengan selang air.
"Ih Abang,"sahut Mila yang tambah tersulut emosi. Tak mau kalah,ia juga mengambil selang air dan menyemprotkan ke kakaknya.
Mila yang berusaha menghindari serangan dari kakaknya. Sedangkan Hizam kian gencar mengincar Mila. Keduanya sudah basah kuyup. Namun masih enggan menghentikan keseruan sore ini.
Tidak jauh dari mereka,ada seorang ayah yang menyaksikan dengan riang kedua anaknya. Sembari duduk di kursi dengan secangkir kopi dan roti kering di atas meja. Serta payung yang menyatu dengan meja,guna meneduhkan dari sinar matahari.
"Itu anaknya,bukannya ditegur malah ditonton,"tutur Bunda yang tiba-tiba datang sedikit menarik telinga.
"Bunda jangan marah-marah,"ujar Ayah menyingkirkan halus tangan Bunda dan menuntunnya duduk di sampingnya.
"Biarin aja. Kapan lagi kita lihat mereka gitu? Abang udah gede, adik juga udah remaja. Kita akan tambah tua,"lanjut Ayah merangkul pundak Bunda dari samping.
Bunda sebagai ibu pada umumnya. Khawatir dan takut anaknya sakit ataupun kenapa-kenapa. Wajar saja,Bunda duduk dengan tidak tenang.
Ayah menghela nafasnya kasar. Melihat Bunda bangun dari duduknya dan menghampiri anak-anaknya.
"Khem,"Tegur Bunda. Bersedekap tangan. Menyipitkan matanya, membuat tatapannya menajam.
"Abang adik sana mandi sekarang. Nanti masuk angin loh. Heran Bunda,udah pada gede masih aja kayak anak kecil," lanjutnya mengomel seperti ibu-ibu pada umumnya.
"Siap Bunda,"sahut Mila. Berdiri tegak dengan gaya hormat.
"Beresin dulu,"titah Hizam. Mencekal tangan adiknya yang hendak masuk kedalam.
"Enggak mau wlekk," ledak Mila berlari masuk ke dalam lewat pintu belakang. Meninggalkan Hizam sendirian.
Setalah makan malam. Mila membuntuti kakaknya yang duduk di ruang keluarga. Ia berdiri di hadapan Hizam sembari menodongkan tangannya.Hizam melirik malas. Tanpa basa-basi ia menyodorkan tiga kali lipat coklat yang tadi sore ia ambil.
Bibir Mila melengkung sempurna,"terimakasih Abang, besok besok besok dan besok lagi ya."
Setelah mendapatkan apa yang Mila inginkan. Ia melenggang pergi begitu saja. "Bunda,tolong bantu Mila ngerjain pr Matematika dong."
"Enggak usah teriak-teriak,"sahut Hizam kesal.
"Zam?" Ujar Ayah yang menghampiri anak sulungnya. Membawa nampan berisi dua cangkir wedang jahe buatan Bunda.
"Iya yah?" Jawab Hizam. Melihat Ayah yang sudah duduk di sampingnya.
"Ayo minum,"tuturnya mengangkat cangkir.
Keduanya menyeruput wedang hangat itu.
"Gimana tadi lomba futsalnya Zam?" Tanya Ayah membuka obrolan malam ini.
"Alhamdulillah menang yah,"jawab Hizam sembari meletakkan cangkir di atas meja.
"Hebat anak Ayah,"sahutnya. Mengelus singkat kepalanya anaknya.
Hizam terkekeh. Meskipun dirinya sudah besar, sama sekali ia tidak merasa risih jika Ayahnya masih memperlakukan seperti anak kecil. Sebagai manapun seorang orang tua yang menganggap anaknya masih kecil tak peduli sudah sebesar apa anaknya.
"Berantem lagi Zam?" Tanya Ayah memegang dagu anaknya lalu di putar ke kanan dan ke kiri. Melihat ada beberapa lebam yang menghiasi wajah mulus anaknya.
"Biasa Yah," jawab Hizam. Tersenyum singkat.
"Kamu ini," ujar Ayah menepuk pundak anaknya." Persis Ayah dulu."
"Yah,dulu gimana Ayah bisa dapetin Bunda?" Tanya Hizam yang menatap serius Ayahnya.
"Datengin orang tuanya. Terus bilang aja mau nikahin anaknya,"jawab Ayah antusias.
"Jadi,kapan kamu datengin orang tuanya Zam?" Lanjut Ayah.
"Maksud Ayah?"
"Ayah paham Zam. Kalau kamu nanya langsung ke Ayah pasti ada apa-apa,"tutur ayah sembari tersenyum.
"Doain aja Yah secepatnya,"jawab Hizam singkat,padat,jelas dan satset.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Takut Nikah Muda
SpiritualCerita ini bukan tentang perjodohan. Bukan juga tentang nikah muda karena sebuah insiden. Tapi ini tentang cerita anak SMA yang berani mengutarakan cintanya dengan akad nikah di usia muda mereka. "Mau hidup bersama meraih jannah-Nya?" "Bismillah Has...