Chapter 63

192 6 0
                                    

Beberapa orang bergantian mengunjungi bilik kotak yang di dalamnya ada seseorang yang sedang berjuang hidup. Dibalik konyolnya bang Hamzah, terdapat luka yang juga samanya menganga.

"Anna kritis sama kayak Hasna," ujar bang Hamdan memasuki ruangan. Menutup pelan gagang pintu.

"Lo mau kemana?" Lanjutnya melihat adiknya yang dari tadi terduduk tenang kini terlihat kesetanan.

"Mau gue bunuh si Anna," sahutnya berada diambang pintu.

"Istighfar Hamzah,"titah bang Hamdan menahan pintu menatap mata adiknya yang kalut.

"Setelah Baba,Hasna, terus siapa lagi bang? Keluarga orang gila harus dibunuh. Masuk penjara ngak akan buat mereka jera bang. Sikap si Anna itu keturunan emaknya yang juga dulunya terobsesi sama Baba,"cerocos bang Hamzah dengan penuh marah menahan air matanya dipelupuk.

"Lo inget malam itu bang?" Lanjutnya menatap tajam Abangnya yang memiliki sikap sama persisnya dengan Baba 'legowo'.

"Tapi enggak gini caranya Hamzah,"pitutur seorang anak sulung yang selalu ingin meredam bara api adik-adiknya.

Suara tiang infus terbanting membentur lantai mengagetkan keduanya. Tanpa mereka sadari,ada sosok yang baru saja bangun dari tidur panjangnya kini sedang menatap mereka dengan kecewa.

Hasna terduduk lemah diatas bed rumah sakit dengan darah yang mulai mengalir naik ke selang infus. Ia kacau, sungguh kacau pandangan matanya pilu. Sesak yang ia pendam ingin menunjukkan eksistensinya.

"Na?" Ucap bang Hamdan mencoba mendekati adiknya. Namun gagal Hasna terus meronta-ronta. Ia tidak bisa menelan kenyataan pahit fakta meninggalnya Baba.

"KENAPA HASNA BARU TAU SEKARANG?!" Tanyanya dengan kepala yang berdenyut hebat mencoba mencerna semuanya. Bahkan ia kembali kesulitan membedakan kenyataan dan khayalan.

"Hasna ninggalin Jakarta bukan tanpa alasan. Kenapa Hasna sendiri yang enggak tau apa-apa. Kita masih keluarga kan bang?" Tanyanya dengan pilu. Kejadian beberapa tahun silam akan selalu menjadi penghuni isi kepalanya.

"Abang punya alasan untuk itu Na," dalih bang Hamdan bersuara lembut mencoba meluluhkan kembali adiknya.

Hasna menangis meraung mencoba menyuarakan sesaknya yang bertahun-tahun. Ia mencoba tetap waras setelah kejadian itu. Hingga pada akhirnya, energi tak seberapa dari tidur panjangnya membuatnya ambruk.

 Hingga pada akhirnya, energi tak seberapa dari tidur panjangnya membuatnya ambruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah dokter melakukan penanganan. Mempersilahkan Hizam yang baru datang menjenguk bidadarinya. Jelas sekali,ia meruntuki diri. Sesal meninggalkan Hasna di rumah sakit meskipun ia pulang untuk ber-beres dirinya yang kacau.

Hizam hanya mampu menatap istrinya yang kini tertidur. Ia menyayangkan, perempuan selembut Hasna harus merasakan kasarnya dunia. Serta kepayahan masa lalu yang membuat bidadarinya menderita.

"Banyak sakitnya ya Na?sama aku," tuturnya rasa bersalah terus menghakimi dirinya.

Beberapa tahun lalu,saat itu Perjamuan makan malam seharusnya menjadi momen menyenangkan. Pukul delapan malam, semua kolega Hasyim pemilik Agler's Group. Sedang berkumpul bersuang, menikmati hidangan.

Awalnya semua berjalan lancar. Hingga terdengar suara tembakan dari senjata api. Yang entah dari mana asalnya.

Peluru melesat dari sasaran. Seketika momen yang menyenangkan, kini menjadi menegangkan. Darah segar keluar mengalir dari dada Hasyim. Badannya tumbang tak kuat menahan sakitnya peluru yang sudah menembus dada.

"Baba,"teriak anak perempuannya berlari mendekat sembari menangis. Bersimpuh di hadapan sang Baba yang  tergeletak di lantai bersimbah darah.

Beberapa jam lamanya telah berlalu. Semua orang yang menunggu di koridor dengan rasa cemas. Menunggu kabar baik tentunya dari sang dokter.

"Innalilahi wainnailaihi Raji'un. Bapak Hasyim meninggal dunia. Maaf saya sudah berusaha sebaik mungkin. Tapi takdir berkata lain,"kata dokter itu keluar dari ruangan.

Seketika semua terkejut. Ternyata secepat ini Hasyim pergi menemui sang Penciptanya. Air mata bercucuran di lorong rumah sakit . Anak perempuannya tambah menangis histeris. Kedua kakak kembarnya tak tinggal diam. Dengan kondisi yang masih terguncang mereka tetap berusaha menenangkan adik perempuannya dan ummanya.

Siapa Takut Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang