3

334 22 9
                                    

Sepasang kaki berbalut boots kasual melangkah tegap menaiki anak tangga. Memasuki lobi gedung sebuah studio fotografi.

Si pemilik langkah tersenyum tipis. Menyapa setiap karyawan atau customer yang kebetulan berpapasan dengannya. Begitu sengaja menebarkan pesona kharismatiknya, yang tak mampu ditolak oleh siapapun.

Richard tidak sendiri, melainkan bersama sang asisten setia sekaligus sahabat semasa kuliah, Joshua Anderson, yang mengekor ikut melangkah lebar dengan menenteng tablet di tangan.

Keduanya bagai anak kembar. Memiliki postur tubuh sama tinggi sekaligus lekuk wajah serupa jika diperhatikan sekilas dari radius jarak tertentu. Berpakaian kasual sebatas kaus berlapis kemeja yang terbuka di seluruh bagian kancing dan celana jeans gelap lurus menjuntai hingga mata kaki.

"Meeting akan dimulai satu jam lagi, Rich." Josh membuka suara sesaat setelah langkah mereka terhenti di depan pintu besi ganda. Menekan satu tombol di sana yang mengarah ke atas.

"Tunda esok pagi." Richard menjawab lugas. Melirik jam tangannya sekilas.

Kening Josh berkerut. "Kenapa? Kita harus membicarakan banyak hal, termasuk rencana grand opening gedung galeri pameran terbarumu tahun depan, Dude!"

"Aku memajukan jadwal pemotretan Litta pagi ini. Gadis itu sedang bersemangat. Aku tidak ingin mengacaukan moodnya atau akan sangat sulit membujuknya jika itu sampai terjadi," sahut Richard menjelaskan. Memandang pantulan diri sendiri pada pintu besi di hadapannya.

Ting!

Begitu Richard menyudahi ucapannya, pintu besi itu terbuka. Kedua pria itu melangkah masuk bergantian. Lantai teratas menjadi tujuan mereka.

Josh mengangguk pasrah. "Baiklah. Akan kuberitahu semua staff melalui memo."

"Begitu lebih baik."

***

"Hai, Litta ... Kau sudah siap untuk pengambilan gambarmu hari ini, Sweetheart?" sapa Richard hangat dan lalu bertanya pada seorang gadis kecil berusia 4 tahun bermata besar.

Richard membungkukkan badan. Menyejajarkan wajah pada gadis kecil itu dan lalu mendaratkan usapan lembut di puncak kepalanya.

Si gadis kecil yang diketahui bernama Litta itu mengangguk semangat. Tersenyum lebar. Memamerkan dua gigi depan yang tanggal yang justru membuatnya semakin tampak menggemaskan.

"Siap, Uncle!" serunya ceria.

"Baiklah. Kau duduklah di kursi kecil di sana...." Richard menunjuk sebuah kursi kayu berukuran kecil yang sudah disediakan oleh kru. "...dan bawalah bunga ini." Memberikan sekuntum bunga matahari asli pada Litta, lalu menegakkan tubuhnya kembali.

Mematuhi arahan Richard, Litta segera berjalan menuju kursi kayu kecil yang ditempatkan di depan background hitam polos di studio foto yang cukup luas itu.

Studio itu bernuansa putih dari mulai dinding, langit-langit hingga lantai. Memberikan efek pantulan cahaya yang lebih baik---kata hampir semua fotografer.

Litta terlihat menggemaskan dalam balutan dress hitam tanpa lengan sepanjang lutut. Begitu kontras dengan kulit putih pucatnya. Rambut panjangnya terjulur di kedua sudut bahunya. Menjuntai ke bawah sedada. Tak lupa topi rajut baby beanie menghias kepalanya.

"Litta, duduklah menyamping lalu genggam tangkai bunga itu di atas pahamu. Palingkan sedikit wajahmu ke kamera. Lemaskan kedua bahumu, Sweetheart!" Richard memberi arahan pose yang tepat agar hasil shoot terlihat bagus.

Litta mengangguk sembari bergerak-gerak kecil membenahi posisi tubuhnya sesuai instruksi.

"Good." Satu ibu jari Richard terangkat dalam jarak sekian meter.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang