33

64 5 0
                                    

Sesuai janji Richard pada Emery dan Alma beberapa waktu lalu, hari ini Richard berniat membawa Luciana menemui kedua orangtuanya itu yang selalu tidak sabaran.

Emery merasa antusias mendapat kabar pesan itu dari sang putera sehingga memilih mengendalikan bisnisnya dari rumah untuk menunggu kedatangan kekasih puteranya itu. Sementara Luciana hanya memiliki jadwal kuliah pagi dan bertepatan gadis itu mengambil libur bekerja.

Richard mengutarakan alibinya pada Luciana untuk menemaninya bertemu seseorang tanpa menyertakan penjelasan maksud dan tujuan sesungguhnya. Ya, karena satu hal, yang tiada lain agar gadis itu tidak menolak ajakannya.

"Masuk!" perintah Richard. Mendorong paksa tubuh Luciana ke dalam mobil hingga terduduk sempurna. Setelahnya ia menutup pintunya. Mengabaikan gerutuan Luciana yang cukup jelas di telinga, namun justru mengundang kekehan geli di bibirnya.

"Kita akan pergi ke mana?" tanya Luciana berparas bingung pada Richard yang tengah membenarkan posisinya di balik kemudi. Bersiap menggelandang si merah gelap beroda empat keluar dari area parkir kampus gadis itu.

Richard berpaling dengan kedua tangan berada di atas lingkaran kemudi. "Sudah kukatakan, bukan? Jika kau akan menemaniku bertemu seseorang. Umm, lebih tepatnya dua orang karena ia bersama isterinya." Tersenyum penuh arti di ujung kalimat. Berusaha menyembunyikan kebohongan yang sebentar lagi akan terbongkar.

Kedua alis Luciana menukik ke dalam. Gadis itu hanya merasa semakin tidak mengerti dengan esensi undangan dadakan, yang Richard utarakan padanya 10 menit sebelum kelas paginya berlangsung, melalui pesan.

"Apakah ini sesuatu yang penting? Mm-maksudku, apakah aku perlu menemanimu? Kau bisa mengajak Josh, bukan? Ia seorang negosiator handal. Mulutnya sangat terdidik memengaruhi lawan bicara yang menjadi target buruannya."

Detik itu juga Richard tergelak mendengar satu kalimat terakhir Luciana. Tidak hanya itu, melainkan juga tatapan polos sekaligus nada bicara gadis itu yang begitu menjiwai saat menyuarakan kalimat demi kalimat itu.

"Tentu saja ini suatu hal yang penting, Luciana, tetapi tidak ada hubungannya sama sekali dengan Josh. Aku tidak mungkin melibatkannya." Suara Richard terdengar bercampur dengan sisa-sisa tawanya.

"Lalu kau melibatkanku, begitu?" Luciana mendelik tak terima.

Richard membalas delikan Luciana dengan tatapan teduh dan dalam. "Kau yang pantas mendampingiku."

Seolah terhipnotis dengan kata 'pantas', Luciana menganggukkan kepala cepat.

Sesaat kemudian, dengan gugup, gadis itu meneliti penampilannya sendiri. Perasaan tak percaya diri mulai melingkupinya. Terlihat dari gerak-gerik duduknya yang gelisah dan itu tertangkap mata biru Richard.

"Jika penting, apa tidak mengapa jika aku berpenampilan seperti ini?" Luciana memperlihatkan cengirannya. Merasa sadar jika penampilannya tak cukup sopan untuk menemui 'klien' yang menurut Richard penting.

Bola mata biru Richard bergerak menilai. Ya, Luciana selalu berpenampilan casual ala anak muda, namun menarik dalam pandangannya.

Tubuh ramping gadis itu terbalut celana ripped jeans dipadukan dengan kemeja wanita longgar bermotif garis-garis yang bagian depannya terselip rapi di dalam celana. Menyisakan bagian belakang yang dibiarkannya menjuntai.

Penjelajahan mata Richard semakin turun dan bermuara di sepasang kaki si gadis yang terbungkus sneakers putih.

Richard tertawa geli tanpa suara. Sejenak berpaling dari penjelajahannya, pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan. "Masih ada cukup waktu untuk sedikit merubah penampilanmu, Luciana. Kita berangkat!" Ke salah satu butik langganan mom tercinta.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang