Josh melepaskan tangan dari anak kunci yang baru saja diputarnya dari luar. Membiarkan benda itu menggantung di sana, dan lalu memutar tubuh. Melangkahkan kaki meninggalkan ruang sekretariat yang entah akan terjadi apa di dalam sana.
Hanya satu yang bisa Josh lakukan, tiada lain berharap semoga Richard tidak berubah ganas atau Luciana akan habis dilahap pria itu. Gadis itu begitu mungil jika disandingkan dengan Richard yang berpostur tinggi dan besar dengan lekuk otot di bagian yang benar.
"Oh, Gosh!" desahnya. Menggelengkan kepala-membuang pikiran kotornya jauh-jauh.
"Benar-benar akan kuhantam wajahnya jika sampai berani melewati batas!"
Tepat saat telapak kakinya berpijak pada lantai beranda rumah utama, Josh mendengar suara samar anak-anak bernyanyi dari arah pavilion. Mengikuti kata hati yang mendadak ingin tahu, Josh mengurungkan niatannya yang hendak kembali ke gazebo. Pria itu merubah haluan. Mengambil langkah kecil menuju pavilion.
Begitu sampai di ambang pintu, kedua sudut bibir Josh bergerak naik. Ia merasa senang melihat keceriaan anak-anak di dalam ruangan luas itu. Tanpa sadar, sepasang kakinya melangkah semakin masuk dengan kedua tangan saling bertepuk. Mengikuti irama tepuk tangan anak-anak. Pun bibirnya mulai menyuarakan nyanyian itu tak kalah semangat.
Mendengar satu suara berbeda ikut bernyanyi, refleks anak-anak menghentikan nyanyian itu. Berpaling ke belakang dan menemukan wajah tampannya di sana. Mendadak ruangan berubah menjadi hening.
Tak hanya anak-anak yang mengatupkan bibirnya rapat, melainkan juga sosok gadis yang menjadi satu-satunya makhluk yang berdiri di hadapan barisan anak-anak yang duduk di karpet tebal itu.
Mikayla.
Sepertinya aku pernah melihat pria itu, tapi di mana? Mikayla membatin. Sepasang alisnya bertaut. Isi kepalanya berpikir keras.
Tak berselang lama, bola matanya membulat. Menjadi tanda bahwa otaknya telah menemukan jawaban. "That guy ... Café milik Andy! Tapi kenapa pria itu bisa berada di sini?" lirihnya bertanya.
Di dua detik selanjutnya, jantung Mikayla berdegup liar. Itu ketika dalam ingatan, pandangan Mikayla bergeser pada seorang pria yang bersama sosok itu saat berada di café Andy-pria yang memiliki wajah serupa dengan wajah si pria yang berada di store kamera.
Mikayla harus mencari tahu guna meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilihatnya saat itu dan apa yang menjadi dugaannya selama ini adalah benar.
Sementara itu, mengabaikan tatapan lekat seorang gadis, Josh memilih mengangkat suaranya. "Hey, Kids! Kenapa berhenti?" tanyanya heran sambil membuka lebar lengannya. Menjelajahkan pandangan-memandang satu per-satu anak-anak di sana.
Josh terkekeh geli melihat semua anak tetap terdiam. Menatapnya aneh seolah ia alien yang baru saja turun dari piring terbang. "Aku tahu aku tampan," ucapnya penuh percaya diri di tengah kekehannya. "Ayo kita bernyanyi lagi-"
"JOSH!"
Stella memekik kencang. Gadis kecil itu berdiri. Mengambil langkah cepat menuju padanya dengan wajah menyimpan rasa kesal. Terlihat sepasang mata Stella yang menyorot tajam dan bibir mengerucut cemberut.
Lagi, Josh tersenyum geli mendapat perlakuan gadis kecil itu. "Ada apa, Little Pooh? Apa aku mengganggu kalian, heh? Aku juga ingin ikut bernyanyi, Sweetheart. Apa tidak boleh?" tanyanya pada Stella begitu gadis kecil itu tiba di depannya dengan berkacak pinggang dan dagu terangkat.
"Suaramu sangat tidak enak didengar, Josh! Membuat konsentrasi bernyanyi kami hilang!" cerocos Stella tanpa penyaringan.
Josh tergelak mendengar penuturan terang-terangan dari si gadis imut di hadapannya. "Kenapa kau begitu sensitif padaku, hmm? Aku tak kalah tampan dari Richard, Little Pooh-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kena Kau, Gadis Kecil!
RomanceWarning! ⚠️ Rate 21+ Keputusan Richard Allen Jackson (30) untuk berkunjung ke salah satu store kamera terbesar di Sofia hari itu menjadi kesalahan fatalnya. Kamera istimewanya yang seharusnya hanya mendapatkan service ringan mendadak hancur akibat u...