63

60 3 0
                                    

Selamat Malam Minggu, Readers!

Selamat membaca! 😉

🍁🍁🍁

Kehilangan Emery menjadi salah satu hal yang ditakutkan Richard. Ia menyayangi Emery sepenuh hati-sungguh! Hingga berulang kali harus menahan diri untuk tidak bersikap atau berbicara mengejutkan di dekat pria setengah baya itu.

Hati dan jiwanya telah lepas sepenuhnya pasca-kepergian Luciana dan sekarang entah bagaimana Richard menggambarkan suasana dirinya. Ini lebih buruk-jauh lebih buruk ketimbang saat Nicole meninggalkannya tanpa kata-kata yang saat itu menyebabkannya nyaris kehilangan akal.

Apakah mengakhiri hidup bisa dijadikan jalan keluar saat ini?

Dengan matanya yang semakin basah meski tidak terdengar isak tangisnya, Richard memandangi tubuh lemah Emery yang terbaring di ranjang pasien ICU dalam diam. Alat-alat penunjang hidup melekat erat di sisi tubuh Emery. Menopang pria itu agar tetap dekat dengan kehidupan dunia.

Denyut jantung Richard memberontak tiap kali matanya memandangi wajah Emery yang kedua matanya terpejam. Berdegup dua kali lipat lebih cepat hingga mempengaruhi aliran darah serta emosi di tubuhnya.

"Dad... Sorry! Kau hanya belum mendengar penjelasanku secara utuh."

"Suasana hatiku sedang kacau."

Richard mendesahkan napasnya.

"Jika saja kau sampai tak kembali bangun untuk mendengarkanku, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri!" Menjeda dalam dua detik. "And I will never marry anyone!" tandasnya-bersungguh-sungguh.

Tak tahan akibat setiap katanya tak berbalas, Richard memilih keluar dari ruangan itu. Duduk di kursi lorong di mana ruang ICU berada. Menutup wajahnya dengan tangan yang sikunya bertumpu di atas paha.

"Arrgghh! Berengsek!" Menarik keras-keras rambutnya. Gelenyar perih di kulit kepala semakin menambah rasa sakit di sel-sel tubuhnya.

Oh, lihatlah! Richard tampak porak-poranda. Letih. Kusut. Tak ada gairah hidup terpancar di wajahnya. Benar-benar bak mayat hidup.

"ALLEN!"

Richard menoleh dan langsung mendapati Alma berlari kearahnya. Praktis ia berdiri. Membuka lengan, menyambut Alma yang kemudian menangis tersedu dalam dekapannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan ayahmu?" isak Alma. "Kau bertengkar dengannya, hmm?"

Kepala Richard tergeleng. "Tidak, Mom," balasnya lirih.

"Emery mengirim pesan padaku bahwa sebelum pulang ke rumah, ia akan menemuimu terlebih dulu. Lalu apa ini, heh? Aku justru mendapati kabar ia terbaring kritis di ranjang rumah sakit!"

Hening. Richard memilih diam.

Begitu mampu mengendalikan tangisnya, Alma menarik diri dari pelukan anak lelakinya itu, lalu menatapnya. "Kau berdebat dengannya, Allen?" tanyanya-menyelidik.

"Kau tahu benar aku tidak akan pernah bisa melakukannya, Mom." Richard bersuara sedih. "Dad masih seperti biasanya saat aku berbicara dengannya melalui ponsel. Okay, fine! Aku tidak membalas pesan darinya. Lalu Dad meneleponku-memastikan aku ada di ruanganku dan tidak sedang berusaha menghindarinya. Kami bahkan belum bertemu muka untuk membicarakan sesuatu yang serius sebagai bahan perdebatan."

Alma memberi anggukan lesu. "Lalu apa kau bisa ceritakan apa yang terjadi dengan wajahmu itu, Allen?" Kembali bertanya setelah menyadari adanya luka lebam samar di sudut wajah sang anak lelaki.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang