10

188 12 0
                                    

Kepala Richard tertoleh ke sumber suara begitu terdengar bunyi decit pintu terbuka. Richard duduk tenang di area meja dapur dengan sorot biru tajamnya mengamati sosok gadis yang muncul dari balik pintu dan tengah berjalan pelan menghampirinya.

Luciana tersenyum tipis. "S-selamat pagi, Tuan." Menyapa dengan sopan.

"Duduk!" perintah Richard. Menunjuk satu kursi kosong dengan dagunya.

Luciana menurut. Meraih duduk tepat di samping Richard yang kembali menikmati secangkir teh hangat dan sepotong sandwich yang telah tersisa separuh. Richard cukup tahu jika gadis itu tengah mencuri lirik pada santapannya. Ia menahan tawa ketika suara berisik tiba-tiba terdengar dari dalam perut si gadis.

"Makan bagianmu, Luciana!" ucapnya datar tanpa repot-repot berpaling.

Richard menipiskan bibir maklum begitu lensa matanya menangkap gambar wajah Luciana yang mengembang ceria. Gadis itu segera membenarkan posisi duduk, menghadap meja. Meraih sandwich bagiannya dan mendaratkan satu gigitan besar.

"Suka dengan sarapanmu?" tanya Richard setelah menyudahi sarapan. Memutar kursi-merubah posisi duduk ke samping, menghadap Luciana yang tengah asyik mengunyah. Gadis itu tampak nyaris terapit dua paha kokoh milik Richard.

Luciana mengangguk. "Tentu saja. Ini enak, Tuan." Menjawab begitu potongan sarapan itu tertelan.

"Kalau begitu cepat habiskan! Setelah ini aku akan mengantarmu pulang!"

Richard lantas turun dari kursi bar. Berjalan menjauhi pantry. Menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai 2 untuk mengambil beberapa barang yang akan ia bawa ke studio pagi ini.

Sepeninggal Richard, Luciana melebarkan senyum ceria di wajahnya. Mengetahui ia akan kembali ke tempat tinggalnya. Ya, walau di unit ini kamar dan fasilitasnya lebih dari segalanya, Luciana akan tetap merasa nyaman hidup di ruangannya sendiri.

Sudut matanya tak sengaja bergerak naik. Di atas sana-tepat di sisi dinding kaca, dengan jelas Luciana bisa melihat Richard sedang berbincang dengan seseorang melalui ponsel. Richard memang terlihat tampan jika sedang serius dan ini menjadi kali kedua Luciana memerhatikannya.

"Ah, aku jadi ingin memiliki suami pria dewasa. Yang bisa melindungi dan memanjakanku."

"Sepertinya tidak salah jika pria itu kujadikan sampel figur pria impian masa depanku. Tapi tunggu! Ke mana aku harus mencari pria seperti dirinya?"

Luciana menjentikkan jari. "Di kampus nanti."

Sudut bibir gadis itu tertarik ke atas tanpa beban usai berbicara tidak jelas pada dirinya sendiri, sebelum kemudian senyum itu lenyap dan berganti degup jantung yang berloncatan. Adalah ketika Richard mendadak berpaling dan menyebabkan mereka berdua bertemu pandang-hanya berbatas dinding kaca.

***

"Di mana letak apartemenmu?" Richard terus memusatkan konsentrasi pada arah kemudi dan jalanan yang cukup ramai dari balik kacamata hitam.

"Dua blok dari Heaven Center arah utara."

Richard mengangguk. Memijak pedal gas semakin dalam untuk mempercepat laju si merah gelapnya. Sepuluh menit kemudian, mobil sport itu berhenti di tepian trotoar sisi sebuah bangunan bertingkat 5. Melepas lilitan sabuk pengaman sekaligus kacamata hitamnya, kemudian menyusul turun dari mobil.

Mengabaikan tatapan bingung Luciana, Richard terus melangkah. Mengikuti ke mana pun Luciana berjalan yang kini menaiki tangga yang kemungkinan membawanya menuju unit tempat tinggal gadis itu.

Pandangan Richard berkeliling. "Tidak ada lift di sini?" tanyanya sambil meniti satu demi satu anak tangga. Kebetulan sekali ia belum sempat berolah raga apapun pagi ini.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang