36

60 6 0
                                    

Lusa itu akhirnya tiba. Pertemuan bersama Emerald masih 60 menit lagi. Richard mengalihkan tatapan mata dari jam dinding ruang kerjanya pada beberapa lembar dokumen terakhir yang membutuhkan perhatian khusus darinya di atas meja.

Hingga waktu menyentuh 30 menit kemudian, Richard memutuskan menyudahi. Lekas membereskan semuanya dan beranjak dari kursi. Berjalan memutari meja kerja sekaligus menyambar kunci si merah gelap yang tergeletak di sudut, berikut ponsel yang lalu ia simpan di saku celana jeans birunya.

Tak lebih dari 10 - 15 menit untuk tiba di café, di mana Richard dan rekan-rekan lainnya selalu sambangi selepas kerja, sebagai lokasi pertemuan, so ia tidak mungkin terlambat-pikirnya.

Ujung kemeja hitam polos yang melapisi kaus putih Richard berkibar ketika ia berjalan cepat keluar ruangan.

Begitu sepasang bootsnya menjejak di lantai terbawah, langkah Richard terayun menuju galeri dan ruang karyawan menjadi tujuannya. Berniat menemui Luciana dan mengutarakan maksud pada gadis itu bahwa kemungkinan ia tidak bisa mengantarnya pulang seperti yang telah dijanjikannya karena mendadak ia harus memiliki agenda lebih penting dengan seseorang klien wanita.

Wajah kesal berlapis cemburu milik Luciana atas pernyataannya telah membayang di dalam kepala dengan jelas. Namun sesuatu terlihat janggal begitu Richard memerhatikan apa yang tengah dilakukan Luciana di dalam ruang karyawan dan cenderung terburu-buru dari ambang pintu yang telah terbuka.

"Kenapa kau berkemas, Anna? Jam kerjamu belum selesai!"

Luciana terjingkat kaget, lantas berbalik cepat. Ya, Richard sadar jika suara beratnya menggema dengan tiba-tiba, tetapi ia sedang tidak peduli.

"Ah, kebetulan kau kemari, Allen. Aku ingin meminta izinmu sebentar. Aku harus keluar karena ada urusan."

Satu alis Richard melengkung naik. "Urusan? Kuliahmu sudah selesai dan urusan apa lagi yang ingin kau lakukan di luar? Kau tampak tergesa-gesa."

Richard membiarkan mata birunya menyorot-menganalisa wajah di depannya. Richard mungkin tidak sadar jika sedang bertingkah seolah ia seorang kekasih yang posesif. Kalimat tanya itu semacam tuduhan, sementara Luciana yang polos tentu tidak paham akan hal itu.

"Tidak begitu penting. Hanya bertemu teman lama. Old friend. Aku tidak bisa membatalkannya atau aku akan kehilangan kesempatan untuk meng-"

"Teman? Lama?" Richard mulai melangkah mendekati Luciana. "Dari nada bicaramu sepertinya temanmu itu sangat spesial, Anna. Apa ia seorang pria?" Menghentikan ayunan kaki tepat di depan Luciana yang mulai tampak gugup akibat tatapan dinginnya.

Astaga! Bukankah Richard yang seharusnya membuat cemburu gadis itu sekarang? Tapi kenapa justru dirinya yang mulai terbakar tentang bayangan-bayangan Luciana yang tengah duduk berdua bersama laki-laki lain. Bercanda, tertawa bersama.

Teman lama? Kekasih masa lalu yang kembali, begitu?

Ini tidak bisa dibiarkan!

Luciana meringis salah tingkah. "Tidak akan lama, Allen. Aku janji. Begitu kembali, aku akan mengganti jam kerjaku yang aku tinggalkan. Aku akan menutup galerimu." Mengangguk-anggukkan kepala-meyakinkan si lawan bicara dengan dua jari terangkat di sebelah pipinya.

Richard menarik napas panjang. Mengisi penuh udara ke dalam paru-parunya. Berharap dengan itu, api di dalam tubuhnya padam. "Tidak, Anna! Kau tetap bekerja. Aku tidak mengizinkanmu pergi ke mana pun!" putusnya final. Menengadahkan tangan di hadapan Luciana yang menganga tak percaya atas keputusan itu.

"Hei, tapi-"

"Berikan ponselmu padaku!"

"Un-untuk apa?" Luciana mengerjap kaget.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang