39

54 4 0
                                    

Melihat sekilas ruang galerinya gelap saat kakinya mencapai anak tangga terbawah, Richard memutuskan berjalan menuju si merah gelap. Namun entah kenapa sesuatu mengganjal sudut hatinya.

Nyaris satu menit, mata Richard terus menatap lurus pintu galeri dengan tangan menahan pintu mobil yang telah dibukanya. Nyatanya ruangan galerinya masih terdapat bias titik cahaya.

Namun satu hal yang jelas menjadi perhatiannya, tiada lain tanda open yang masih di posisinya. Apakah Luciana lupa membaliknya?

Hal sepele, namun Richard perlu memastikan apakah Luciana masih di dalam dan berada di ruangannya. Menutup kencang pintu mobil, lantas Richard mengayunkan kaki menjauhi si merah gelap.

"Sir!"

Richard menghentikan langkah, tepat saat sepasang bootnya menyentuh lantai beranda galeri. Menoleh ke belakang dan menemukan satu penjaga keamanan berdiri di sana. Pun ia memutar seluruh badannya.

"Saya melihat lampu ruangan galeri dimatikan sejak 10 menit lalu, tetapi Nona Luciana belum juga muncul. Sehingga kami belum menon-aktifkan sistem pengendali pintu otomatis dari ruang keamanan."

Kening Richard mengerut. Bersamaan dengan itu, ponselnya kembali bergetar. Entah untuk yang ke berapa kalinya karena ia sengaja mengabaikannya sedari tadi.

"Ada apa?" jawab Richard langsung begitu layar ponsel menempel pada telinganya.

"Dari mana saja kau! Bukannya kau masih di kantor?" seru Josh marah. "Luciana di dalam galeri bersama dua orang pria mencurigakan!"

Seketika penglihatan Richard beralih pada pintu galeri. Menatap pintu itu tajam, lalu mengambil langkah mendekat diikuti sang penjaga keamanan.

"Sial!" Menyadari sistem otomatis tak berfungsi.

"Aku dalam perjalanan ke RPS!"

Suara Josh mengejutkan Richard yang kemudian langsung mematikan sambungan telepon. Menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

"Kau kembali ke ruang pengendali. Periksa sistem keamanan RPS!" perintah Richard pada sang penjaga keamanan yang langsung mengangguk patuh.

Sementara Richard segera berlari memutari gedung galeri menuju pintu darurat belakang. Mengabaikan pekikan kaget Dalair yang baru saja menutup kedainya. Pun pria Timur Tengah itu segera mengekor Richard karena rasa penasaran yang tinggi.

Brak! Brak!

"Luciana! Buka pintunya!" Richard berteriak panik. Satu tangannya menekan bahunya yang terasa nyeri akibat baru saja digunakannya untuk membuka paksa pintu kayu ganda bercat putih itu yang ternyata terkunci dari dalam.

"Rich! Apa yang terjadi?"

Richard menoleh cepat ke sumber suara. Dalair bersama napasnya yang terengah menjadi pemandangan mata birunya.

"Luciana berada di dalam bersama dua pria tak dikenal. Pintu otomatis tidak berfungsi, Lair!"

"Kita dobrak pintu ini sekali lagi!"

Dua pria yang sama-sama berperawakan atletis itu segera menghantamkan bahu juga kaki mereka pada pintu kayu tersebut keras-keras. Tak hanya sekali, melainkan beberapa kali hingga mereka mampu merobohkannya walau harus mengorbankan bagian tubuh keduanya.

Tak menunggu apapun, Richard berlari masuk ke dalam disusul Dalair. Jeritan tertahan seseorang menjadi fokus pendengaran Richard hingga kedua kakinya terayun lebih cepat ke arah sumber suara.

"Luciana!"

Seruan kecemasan Richard memantul di ruangan loker karyawan. Pun praktis menghentikan aksi dua pria yang hendak melucuti pakaian gadis itu. Satu pria berdiri di depan Luciana menoleh kaget ke belakang, sementara pria yang lain berada di balik tubuh si gadis. Mengunci pergelangan tangan mungilnya di punggung sekaligus membekap mulutnya.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang