Dengan gerakan super pelan dan lembut, Luciana mengusap bagian tubuh Emery yang terbuka dan terbebas dari rangkaian alat medis, seperti kening, pipi, punggung tangan serta kaki, menggunakan lap basah.
Beberapa saat sebelumnya, begitu Benjamin selesai melakukan visit sore, Luciana meminta izin pada ayahnya itu untuk membersihkan tubuh Emery karena ia tak menemukan Alma di ruang tunggu. Pun Josh memberitahunya jika wanita paruh baya itu sudah kembali pulang.
Ah, Luciana hanya sedang memanfaatkan waktu untuk menjenguk Emery sementara Richard tidak ada. Ia tidak ingin bertemu pria itu.
"Jangan ceroboh, Lucy!" peringat Benjamin tegas. "Satu saja alat medis terlepas, kau yang harus bertanggung jawab!"
"I know, Dad!" jawab Luciana pelan. Plus meyakinkan. "Aku akan berhati-hati dan kupastikan tidak akan menyentuh alat-alat itu sedikit pun."
"Itulah kenapa Dad menginginkanmu mempelajari ilmu kedokteran sejak awal-"
"Stop! Jangan membahasnya sekarang, Ayahku yang tampan! Ini ruang ICU. Bukan ruang keluarga!"
Benjamin memutar mata kesal saat anak perempuannya lagi dan lagi selalu menghindari topik pembicaraan berbau-bau kedokteran. Satu perawat, yang menemani Benjamin, tertawa tanpa suara melihat interaksi menggelikan antara orangtua dan anak itu.
Kepala Luciana tergeleng sendirinya ketika ia mengingat percakapan itu 15 menit yang lalu.
"Selesai."
Luciana menyimpan lap basah itu ke dalam mangkuk plastik besar yang berada di lantai. Lalu menggeser mangkuk itu masuk ke kolong tempat tidur pasien agar tidak mencelakai orang lain. Seorang perawat biasanya akan mengambilnya nanti.
"Paman Emery?" panggil Luciana lembut.
Ia duduk di kursi samping ranjang dengan satu tangan menggenggam tangan Emery yang dingin dan bebas dari jarum infus. Matanya menyorot sedih Emery yang tertidur pulas sejak kemarin. Namun ia lega setelah mendengar dari sang ayah jika Emery mengalami perkembangan yang sedikit lebih baik.
"Paman, bangunlah!"
"Jika tidak, aku akan marah padamu." Tersenyum sendu mendengar suaranya sendiri yang bernada ancaman. Oh, memangnya siapa ia?
"Jujur, aku memang takut dan gugup saat bertemu denganmu dulu. Kau terlihat...mengerikan. Mirip sekali dengan puteramu saat aku bertemu dengannya untuk pertama kalinya." Menyengir kuda ketika meloloskan kata-kata itu yang dipastikan Emery akan sangat tersinggung jika dalam keadaan sadar.
Luciana menghela napas pelan. "Tapi aku yakin kau orang yang baik. Kesan pertama memang terkadang menipu. Seperti puteramu. Ia sangat menakutkan dulu, namun setelah lama mengenal, puteramu itu ternyata sangat jahil. Senang menggodaku!" Memasang wajah cemberut melukiskan rasa kesal.
"Ini menjadi pertemuan kita kedua, Paman, dan kau justru terlelap seperti ini. Ayo, bangunlah!" bisiknya provokatif sembari memberikan remasan lembut pada tangan Emery.
Luciana melipat bibirnya ke dalam. Merasa ragu ingin mengatakan kalimat selanjutnya. "Aku yakin kau pasti ingin melihat puteramu menikah dengan wanita pilihannya, bukan?"
"Nicole sangat cantik, Paman." Mengusap satu titik air yang nyaris tergelincir dari sudut matanya. "Ia calon menantu yang pas untuk keluarga Paman. Puteri pengusaha kaya, selalu berpenampilan elegant. Wanita itu tidak akan mempermalukanmu di depan publik. Yang terpenting ia...cinta pertama puteramu."
Tanpa bisa dicegah, Luciana menangis. Terisak lirih di samping Emery. Membuat kepalanya terasa berat hingga menjatuhkan keningnya di atas punggung tangan pria paruh baya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kena Kau, Gadis Kecil!
RomanceWarning! ⚠️ Rate 21+ Keputusan Richard Allen Jackson (30) untuk berkunjung ke salah satu store kamera terbesar di Sofia hari itu menjadi kesalahan fatalnya. Kamera istimewanya yang seharusnya hanya mendapatkan service ringan mendadak hancur akibat u...