Richard menatap tanpa ekspresi interaksi Alma dan Nicole di beranda taman samping rumah. Keduanya terlihat sangat akrab layaknya ibu dan anak perempuannya.
Oh, wanita itu pun pernah menghancurkan hati Alma, namun ibunya itu tetap bisa menerima kehadirannya. Selembut itukah hati seorang ibu?
Hembusan napas panjang lolos dari mulut Richard. Matanya beralih pada pintu ruang kerja Emery yang tertutup rapat-jauh di sudut sana.
Acara makan siang mereka memang tidak terlalu lancar. Emery benar-benar hening. Enggan menatap lama Nicole. Membuat wanita yang berusia satu tahun lebih muda darinya itu sedikit resah. Sangat berbeda jauh ketika bertemu dengan Luciana. Emery banyak bicara dengan gadis itu dan tampak terhibur.
Tanpa sadar seulas senyum kecil terbit di sudut bibir Richard kala isi kepalanya memutar kembali moment itu. Apakah sebenarnya ia rindu? Pada saat itu atau pada si pemeran puteri-nya? Kepalanya dengan sendirinya tergeleng.
Tak membuang waktu, Richard segera mengayunkan kaki-kakinya menuju ruang kerja Emery di mana ayahnya itu pastinya telah menunggu dan akan melakukan persidangan terhadapnya.
"Okay!" desah Richard di depan sebuah pintu kayu lebar. Mengangkat tangan-mendaratkan ketukan pelan.
Tak terdengar suara Emery mengizinkannya masuk dari dalam karena ruangan didesain kedap suara. Pun Richard langsung membuka daun pintu itu. Emery dan secangkir kopi menjadi pemandangan mata birunya.
"Dad...."
"Kemari, Young Man!"
Richard mengangguk. Bergerak semakin ke dalam, lantas menutup pintu di balik punggungnya. Berjalan mendekati sofa panjang dan duduk di sana dengan posisi tubuh menghadap Emery yang tengah menikmati kopinya di meja kerja.
"Jangan minum kopi terlalu sering, Dad!"
"Terlalu banyak larangan untukku, Son." Emery menyesap kopinya sekali lagi. "Satu atau dua cangkir sehari masih terbilang wajar," katanya. Mengembalikan cangkir ke atas meja.
"Kami menyayangimu, Dad. That's why we always remind you what do's and don'ts for heart patients like you to consume-"
"Jika kau menyayangiku, seharusnya kau tidak membawa wanita itu kemari, Richie!" Emery menyela. Beranjak dari singgasananya, lantas berjalan memutar dan berakhir pada tepian meja.
Emery menyandarkan tubuhnya di sana dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Memperlihatkan otot dada yang masih tampak kencang di balik kemeja yang dikenakannya meski usia nyaris menyentuh 60 tahun. Emery memposisikan tubuhnya berhadap-hadapan dengan Richard dalam jarak beberapa meter.
"Dad-"
"Boleh aku tahu apa alasanmu membawanya, Richie?" Kembali Emery menyela. Melengkungkan satu alis, menuntut sang putera untuk segera memberi jawaban.
Oh, Emery merasa geram dengan tingkah sang putera yang terbilang lancang. Ya, meski sebenarnya niatan anak itu ingin memberinya sebuah kejutan dan pria tua itu benar-benar terkejut.
"Nikki yang meminta bertemu kalian, Dad. Bukankah kalian juga merindukannya?" Richard melembutkan suaranya.
"Tidak denganku!" Rahang Emery mengencang.
"Nyatanya mom begitu merindukan Nikki, Dad. Mom menyambutnya dengan haru-"
"Itu karena ia tidak pernah tahu alasan wanita itu pergi. Kau pun sama, Richie!" Nada suara Emery meninggi. Bersamaan pria itu menegapkan badannya.
Refleks Richard berdiri ketika melihat dada Emery naik turun tak beraturan. Oh, Lord! Jujur, saat ini Richard mengkhawatirkan kondisi sang ayah.
"Tenang, Dad!" kata Richard pelan-menenangkan Emery yang masih berusaha mengatur napasnya. "Nikki sudah menjelaskan padaku kenapa ia pergi dariku diam-diam selama ini," terangnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kena Kau, Gadis Kecil!
RomanceWarning! ⚠️ Rate 21+ Keputusan Richard Allen Jackson (30) untuk berkunjung ke salah satu store kamera terbesar di Sofia hari itu menjadi kesalahan fatalnya. Kamera istimewanya yang seharusnya hanya mendapatkan service ringan mendadak hancur akibat u...