42

59 4 0
                                    

BLAM!

Richard menutup pintu ruangannya marah. Berjalan cepat menuju meja kerja, lantas menumpukan telapak tangan di tepian. Kepalanya tertunduk dalam, bersamaan napasnya yang berhembus kasar.

Tok! Tok! Tok!

Refleks kepala Richard berputar diikuti seluruh tubuhnya. Memasang tatapan belati pada arah pintu.

"APA LAGI YANG INGIN KAU BICARAKAN DENGANKU!" sentaknya kemudian langsung, saat daun pintu mulai terbuka.

"Oh, maaf jika aku mengganggumu, Rich."

Richard meloloskan napas kasar kala mendapati Andrea yang berniat menemuinya. Tanpa pria itu tahu jika Andrea menahan sesak akibat jantungnya yang nyaris lepas mendengar bentakan sang boss.

Bukankah ia masih baik-baik saja beberapa saat lalu?

Itu bukanlah Richard. Karena semua tahu, selama bekerja bersama Richard, pria itu hampir tidak pernah berkata keras, meski dalam perdebatan maupun saat kondisi mood yang buruk sekalipun.

"Any problem, Boss?" tanya Andrea sedikit memberikan improvisasi di akhir kata.

Kepala Richard tergeleng. "No, Andrea. Duduklah!" Suaranya melunak. Pun kakinya melangkah menuju sofa, diikuti Andrea yang mengangguk. Keduanya duduk saling berhadapan dengan sebuah meja menjadi sekat.

"Sorry jika aku mengejutkanmu, And."

Andrea mengangguk. "It's okay. Bukan sesuatu yang perlu dibahas. Aku hanya mau memberitahumu jika ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," katanya kemudian menjelaskan maksud dan tujuan menemui sang boss.

"Siapa? Bukankah seharusnya FO menghubungiku jika ada kolega yang ingin menemuiku untuk menanyakan kesediaanku terlebih dulu?" Richard mengerutkan kening. "Kenapa justru kau yang datang?"

Pundak Andrea terangkat. "Aku tidak tahu. Bukankah selama ini sebagian Kolektor yang ingin membeli potret RPS selalu melakukan ini? Tak perlu melalui prosedur formal untuk bisa bertemu dan mendiskusikan gambar?"

Ya, itu benar adanya. Mereka akan langsung menelpon atau mengirim pesan secara pribadi dan melakukan janji temu-tanpa melalui seorang sekretaris ataupun FO.

Richard tertawa dalam hati. Ia tidak pernah memiliki seorang sekretaris dalam hidupnya. Luciana mungkin satu-satunya kandidat yang bisa ia perhitungkan.

Kecuali mereka yang ingin mengajukan kerjasama untuk pertama kalinya. Josh sang personal assistant yang akan menangani dan memberitahunya.

Tangan Richard bergerak-merogoh ponsel. Memeriksa apakah ada yang menghubunginya atau tidak. Terdapat beberapa, namun satu nomor asing seketika menjadi perhatiannya dalam daftar missed call.

"Bagaimana? Aku tak sengaja bertemu dengannya di lobby dan cukup tahu jika briefing kita sudah selesai. Kupikir kau kosong." Andrea tampak menunggu keputusan sang boss yang memilih diam. "Jika kau sibuk, aku bisa memberitahunya untuk menemuimu lain waktu. Aku mengerti kau juga masih belum begitu sehat."

"Siapa orang itu?" Richard menyimpan kembali ponselnya.

"Ia mengenalkan dirinya sebagai Nicky."

Kening Richard kembali terlipat. "Who's Nicky? Aku tidak pernah memiliki rekan bisnis bernama Nicky."

"Ia terlihat sangat mengenalmu. She looks kind and gorgeous, Dude. That's why aku tidak meragukannya." Andrea menaik-turunkan alisnya-menggoda sang boss.

"Ah, wanita jadi-jadian lagi maksudmu? Seperti yang dulu? Kalian selalu mengumpankan mereka padaku!"

Andrea tergelak renyah mendengar itu. "Mungkin ia ingin kau memotretnya untuk agenda penting dalam hidupnya."

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang