32

60 6 3
                                    

Waktu menunjuk angka 7. Masih terlalu pagi untuk berkunjung, tapi Richard tidak peduli. Dengan menenteng dua paper bag, Richard berjalan santai memasuki kediaman orang tuanya. Meletakkan apa yang tangannya bawa di atas meja makan dan lalu menggantinya dengan ponsel yang diambilnya dari dalam saku kemeja.

Terima kasih, Allen. Anak-anak panti menyukai buah tangan darimu.

Sudut bibir Richard berkedut. Membentuk senyum kecil begitu mata birunya menemukan satu pesan singkat dari Luciana yang terkirim 5 menit lalu. Satu hal yang membuat pesan itu terasa lebih manis, yang tiada lain si muka bundar kuning nan lucu yang memberikannya mode senyum di akhir kalimat.

Jemari Richard lantas bergerak gesit. Mengetik balasan.

Anything for you, Luciana.

Istirahatlah! Awas saja jika aku sampai menemukanmu di galeri!

"Tuan-"

"Oh GOD!" pekik Richard terkejut. Ponsel di tangannya nyaris tergelincir dari genggaman saat suara itu tiba-tiba terdengar dari balik punggungnya. Pun Richard segera menyimpan benda pipih itu kembali ke dalam saku kemeja sebelum benar-benar mendarat di atas lantai.

Richard memutar kepala dan menemukan seorang wanita setengah baya, yang memang selama ini setia mengabdi pada keluarganya, berdiri canggung, menatapnya setengah menunduk. Mungkin merasa tidak enak karena telah mengagetkan dirinya.

"Astaga, Marie. Kau mengejutkanku!" tegur Richard lembut meski bersuara menekan. "Di mana ayah dan ibuku?"

Marie meringis. "Itu yang akan Saya katakan pada Anda, Tuan Muda. Tuan dan nyonya masih di kamarnya. Apa perlu Saya panggilkan?" tanyanya sopan.

Akhir minggu dan suasana masih sangat dingin untuk sekadar keluar dari selimut. Richard akui ia bersalah. Untuk itu ia berniat menunggu kedua orangtuanya turun dari lantai dua di sofa sambil menonton tv siaran pagi.

"Tidak perlu, Marie. Bawakan saja aku secangkir kopi! Aku akan menunggu mereka."

Richard membawa kakinya menuju ruang tv, yang berada tepat di samping ruang makan, setelah mendapat anggukan patuh dari Marie.

Ruang tv tidak terlalu luas. Karpet tebal melapisi area depan perapian dan dikelilingi set sofa warna putih gading. Jemari besar Richard mengait remote dan menyalakan tv layar datar yang tertanam di salah satu sudut dinding.

Tontonan gossip & news selebriti dunia menyambut pandangan mata birunya. Richard meraih duduk, dan tak berselang lama secangkir kopi mendarat di meja kaca dari tangan Marie yang langsung undur diri, bergegas menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Sambil menyesap kopi pelan-pelan dari bibir cangkirnya, Richard menyimak tontonan itu yang kini menayangkan pemberitaan jumlah kekayaan Keluarga HUGO yang baru-baru ini kembali meresmikan tiga tower apartemen mewah di salah satu kota besar di Amerika Selatan.

Siapa yang tidak mengenalnya? Bahkan keluarga itu memiliki dua tower di Sofia. Seluruh penghuninya merupakan kalangan jet set.

"Alfred HUGO. Selain terkenal karena kecerdasannya memperluas jaringan, pria pewaris HUGO itu juga terkenal dengan banyaknya scandal bersama para perempuan."

Ya, bahkan berita itu sekilas merekam gambar sosok Alfred yang tengah merangkul mesra pinggang salah satu artist terkenal di Amerika Selatan pada agenda peresmian tersebut.

Richard berpaling. Memutar kepala cepat pada sumber suara dan menemukan Emery Jackson, sang ayah, berjalan menghampirinya dengan senyum yang kemudian menciptakan garis halus di seputar matanya.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang