29

83 6 0
                                    

Sudah satu pekan ini foto-foto close-up Luciana mengenakan kacamata bermerk ternama terpajang di beberapa tempat. Papan reklame digital, kaca-kaca tebal pusat perbelanjaan, brosur dan bahkan layar datar cukup besar yang melekat pada dinding sebuah store kacamata terkemuka di mana Richard saat ini berada.

Richard disambut senyum cerah Luciana begitu elevator yang membawanya turun dari lantai teratas berdenting dan pintu besi itu terbuka lebar. Kakinya berayun pelan mendekati layar besar di mana gambar Luciana mengambang di sana.

Sorot birunya menatap lurus-lurus, mengamati detail lekuk wajah gadis itu yang berbalut kacamata oversized berbingkai emas. Sepasang bibirnya yang berpoles merah bata terbuka-memperlihatkan tawa lebar.

Sial!

Aku tidak menduga Luciana akan terlihat sedewasa ini!

Tangan Richard mengepal di dalam persembunyiannya, hingga menyebabkan sudut-sudut saku celana cargo hijau army yang dikenakannya tampak sedikit menggembung.

Richard bingung mengapa ia bisa sekesal ini. Padahal, selama Michella yang melakukannya, ia bersikap biasa saja. Michella memiliki postur tubuh ideal dan garis wajah sensual. Sepasang mata tajam beriris hijau, berbulu mata lentik, hidung tinggi, dan bibir tebal bergelombang-sangat sexy dan menggoda. Namun ia tidak pernah mempermasalahkan wajah itu terpublikasi di mana pun selama ini.

Mengapa wanita itu harus sakit di saat yang tidak tepat!

"Anda baik-baik saja, Tuan Richard?"

Suara lembut yang diketahui milik salah satu CS dari store kacamata itu menyeruak. Nyaris membuat Richard terlonjak dari area berpijaknya, namun ia bisa menanganinya hingga tak terlalu kentara. Richard tidak menyadari bahwa ternyata ia sudah terlalu lama berdiam diri.

Siapa yang tidak mengenal sosok Richard, yang tiada lain teman sekaligus rekan kerja pemilik brand kacamata yang kini dikenakan Luciana di layar sialan itu.

"Aku baik-baik saja," sahut Richard datar. Memutar kepala, menghadapkan wajahnya pada si wanita CS yang berdiri di dekatnya dan mulai tersipu di bawah tatapannya. "Di mana kau letakkan remote layar tv itu?" Bertanya dan menunjuk menggunakan dagunya.

"Untuk apa, Tuan?"

"Berikan saja padaku!" Richard menengadahkan tangan. Namun cukup bagi si wanita CS sebagai isyarat agar ia tidak lagi bertanya-tanya lebih jauh dan segera mencarikan apa yang diinginkan sosok Richard yang sedang tidak baik-baik saja.

Perasaan kesal menghimpit saraf di otaknya. Menuntunnya menggerakkan jemari kuat-kuat, menekan tombol power off pada permukaan remote yang ditujukan pada layar besar di sana.

Selepas meletakkan benda persegi panjang itu di atas meja CS dengan keras, Richard beranjak. Melanjutkan langkah hendak keluar dari area store. Mengabaikan gelengan kepala si wanita CS yang masih bisa ia tangkap melalui ekor matanya.

Richard tahu persis wajah Luciana tidak akan lama terpajang. Ia lega tak memberikan kesempatan Edward untuk menemui Luciana. Kebetulan pria itu datang mengunjungi salah satu store kacamata miliknya yang ada di Sofia dan memintanya bertemu.

Sial! Richard pikir pria itu merindukannya. Nyatanya justru membicarakan Luciana. Berkeinginan menjadikan gadis polos itu sebagai figure pemasaran produk miliknya?

No way! Tidak akan terjadi.

Melihat wajah gadis itu di mana-mana sekarang saja cukup membakar akal sehatku.

"Aku tidak bisa mengizinkan Luciana menjadi brand ambassador-mu, ED!" putus Richard pada akhirnya saat itu setelah menimang-nimang cukup lama di dalam toilet. Sorot birunya berkilat serius tertuju pada lawan bicaranya.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang