37

65 6 0
                                    

Selepas membersihkan tubuh pasca-kepulangannya dari café 30 menit lalu, Richard kembali mendudukkan diri di sofa depan tv. Hanya untuk menekuri benda pipih ber-softcase lucu yang tergeletak di atas meja untuk ke sekian kalinya.

Perasaan kesal karena merasa ditipu oleh teman dunia mayanya belum reda. Kekesalannya bertambah karena kini ia harus mengakui jika ia tak mampu berbuat apa-apa terhadap benda persegi panjang itu, selain otaknya terus menyumpah serapah.

Tentu saja! Ponsel Luciana terkunci.

Sial! Richard tidak mungkin menghubungi Ava dan meminta wanita itu menanyakan pola sandi ponsel pada Luciana.

Tanpa menunggu apapun lagi, Richard menyambar ponsel itu dan menyimpannya di saku celana cargo panjang abu gelapnya. Beranjak dan berlari ke atas menuju kamar untuk mengenakan jaket hoodie putihnya.

Kembali turun, Richard kemudian mengait kunci mobil yang tergeletak asal di meja dapur. Disusul mengenakan sneakers sekilat mungkin dan berjalan setengah berlari meninggalkan apartemen menuju basement di mana si merah gelap terparkir cantik.

Focus.Point menjadi tujuannya.

"Apa kau sudah gila, Rich? Membawa ponsel kemari dan memintaku membongkar sandinya?" Henry berdecak sebal mendengar permintaan tidak masuk akal Richard. "Aku pemilik store kamera, Richard Jackson! Bukan pemilik store ponsel!" Menegaskan sambil melirik benda persegi panjang ber-softcase di atas kaca etalase yang layarnya menyala.

Mikayla is calling...

"Who's Mikayla? Your new crush, huh?" Henry menunjuk sederet nama itu menggunakan dagunya. Menatap Richard sambil terkekeh menyebalkan.

Richard menggeleng lesu. "Bukan saatnya membicarakan itu. Aku tahu kau bisa melakukannya!"

"Sudah kukatakan aku tidak bisa!" Henry kembali ke mood semula.

"Kau bisa meminta google mendampingimu!" Richard terus memaksa, sementara Henry melengkungkan dua alisnya ke atas-tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Lalu mengapa tidak kau lakukan sendiri, Rich?"

Pundak Richard terangkat. "Aku tidak berpengalaman," jawabnya santai.

"Kau pikir aku berpengalaman?" Henry mendengus kesal. "Aku tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada ponsel ini!"

Richard mengangguk dengan senyumannya. "Sure. Kau tidak perlu melakukan itu, Dude."

Melihat Henry berbalik dengan tangan menggenggam ponsel Luciana dan masuk ke dalam, Richard tak segan mengikutinya dari belakang. Mengekori pria itu hingga masuk ke sebuah ruangan. Henry tampak mendekati salah satu karyawan laki-lakinya yang Richard ketahui pernah bekerja di store jual/beli ponsel setelah ia berbincang singkat dengannya.

See? Richard tak perlu merogoh isi dompet hanya untuk membuka paksa pola sandi ponsel Luciana.

***

It's unbelievable!

Entah sudah ke berapa kalinya kepala Richard menyuarakan kalimat itu. Sudut bibirnya terus saja bergetar. Berkeinginan melengkungkan senyum setinggi-tingginya, namun getar di dadanya jauh lebih hebat dan berhasil menahannya.

Jarum jam nyaris menyentuh angka 10 malam, tetapi tanpa sadar Richard membelokkan arah kemudinya ke jalur yang akan membawanya ke gedung Emeraude. Hatinya sedang lapang hingga ia berkendara dalam kecepatan santai.

Begitu sampai, Richard segera turun dari si merah gelap. Pandangannya berkeliling. Mengamati keadaan panti yang mulai sepi dari suara riuh anak-anak bersamaan tangannya mendorong pintu mobil-menutupnya.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang