69

61 3 0
                                    

"Hai, Anna!"

Luciana terkejut? Sudah pasti. Bahkan saat ini jantungnya berdegup sangat kencang mendengar sapaan manis itu. Seolah memberontak ingin lepas dari rongganya. Cukup lama ia tidak mendengarnya dari mulut sosok itu.

Dan apa ini? Bisa-bisanya Richard berada di toilet perempuan? Dan pria itu tahu ia sedang ada di dalamnya? Apa Richard menguntitnya diam-diam?

Pun bagaimana jika seseorang memergokinya, mengira ia tengah berbuat mesum di kamar mandi dengan seorang pria dewasa dan sialnya mengenalnya sebagai anak perempuan dari seorang dokter ahli jantung terkemuka di rumah sakit ini?

Good! Sepertinya Richard memang benar-benar ingin mati!

Usai berhasil mengendalikan reaksi terkejutnya, samar-samar Luciana menarik napas panjang lalu berjalan mendekati kran wastafel di ujung-sudut berlawanan dari posisi Richard berdiri-bersamaan ia meloloskan napasnya melalui mulut perlahan. Mencuci tangan sebentar dengan gesture tak acuh, seolah tidak ada makhluk lain selain dirinya. Meski begitu, nyatanya jantungnya tetap berdetak liar. Terlebih iris biru milik pria itu terus mengawasinya. Enggan berpaling sedetik pun!

Astaga! Sejak dulu, selalu saja mata biru itu membuatku resah!

Tak ingin merasa terintimidasi, Luciana gegas mengakhiri semuanya. Berjalan pelan melewati tubuh besar Richard hendak keluar toilet, namun...gagal.

Absolutely!

Luciana tersentak kaget ketika lengan atasnya dicekal oleh Richard. Ia menoleh dengan memasang ekspresi penuh permusuhan. "Lepaskan! Aku ingin keluar!" katanya bernada rendah.

"Tidak, Anna!" Suara Richard tetap stabil. Lembut dan mendayu. Tak terpengaruh sedikit pun dengan tingkah Luciana. "Aku ingin bicara denganmu-"

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi! Semuanya sudah selesai sejak aku memutuskan berhenti dari RPS."

Sebagai tanggapan keketusan Luciana, Richard justru melayangkan senyum termanisnya. Reaksi gadis itu cukup menggemaskan baginya. "We need to talk, Baby. Please?"

Blush!

Seketika udara hangat menyergap wajah Luciana tatkala suara lembut sarat permohonan itu lolos dari bibir Richard. Pun mengalihkan pandangan Luciana pada sepasang benda kenyal itu.

Lalu apa tadi? Sayang? Oh, pusat dada Luciana berdesir hebat mendengar Richard menyebut kata itu dengan nada indah.

"Aku rindu melihat rona merah seperti ini di pipimu, Sayang."

Permukaan kulit Luciana meremang saat merasakan usapan pelan ibu jari Richard mendarat di sisi pipinya. Bergerak memutar begitu sensual.

Oh, God! Ia harus segera lepas dari ruang ini atau akan berakhir di ruang periksa sang ayah!

"Apakah aku pernah mengatakan padamu jika aku ingin melihatmu seperti ini setiap hari, hmm?"

"Ti...tidak!"

"Kau kembali tergagap? Kau tahu benar konsekuensinya, Anna."

Luciana meraup udara di sekitarnya dalam-dalam. Perbuatan Richard cukup menguras kinerja paru-parunya hingga harus membutuhkan asupan banyak oksigen. "Aku sudah tidak lagi bekerja denganmu. Remember? Kurasa kesepakatan itu juga tidak lagi berfungsi-"

"Kapan aku menyetujui pengunduran dirimu, Anna Sayang?" Richard menaikkan satu alis. Memasang raut jenaka. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu lepas dariku-"

"Ada Nicole di sampingmu!" Oh, nada kecemburuan sangat kentara dan Luciana sangat sadar akan hal itu. "Kau tidak membutuhkanku!"

"Kau cemburu?" Richard terkekeh geli. "Aku sangat senang jika benar kau merasakan itu padaku."

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang