9

195 16 0
                                    

Richard mendorong masuk tubuh Luciana setelah membuka pintu apartemen. Menutup pintu itu di balik punggung, dan lalu menyambar pergelangan tangan Luciana yang baru saja bebas beberapa detik lalu. Menyeret gadis itu untuk ke sekian kalinya menuju salah satu dari dua kamar di lantai bawah.

"Masuk!" perintahnya setelah membuka lebar pintu tunggal berbahan kayu mengilap.

Wajah Luciana mengembang. Menunjukkan kekaguman akan interior kamar yang menurutnya berkelas. Perpaduan warna emas dan coklat muda menciptakan nuansa kamar itu terang dan terasa nyaman. Warmlight terpasang di sudut dinding. Suasana itu membuatnya merasa seperti tengah berada di sebuah kamar hotel berbintang.

Dari balik tubuh Luciana, Richard menyandarkan punggung pada dinding dengan gesture santai. Berdiam diri, bersedekap sambil mengawasi gerak-gerik gadis itu, yang tengah berkeliaran dan terkagum-kagum. Richard terkekeh tanpa suara. Ini kedua kalinya ia menangkap kilatan ketakjuban yang berlebihan dari sosok Luciana.

"A-apa maksud semua ini, Tuan?" Luciana bertanya bingung. Menghadapkan wajah pada Richard yang terus saja menatap tanpa kedip.

"Malam ini kau tidur di sini!"

Mata Luciana melebar. "Hei ... Ta-tapi untuk apa?"

"Kau tidak suka kamar ini?"

"Su-suka. Sangat suka." Menjawab cepat dan terkesan sangat jujur.

Richard langsung menegakkan tubuh. "Kalau begitu cepat bersihkan tubuhmu dan tidurlah!" Beranjak dari tempat berpijak. Bersiap meninggalkan ruang kamar.

"Ta-tapi, Tuan, besok aku harus bekerja. Aku mendapatkan shift pa-"

BRAKK!

Dengan sangat sengaja, Richard membanting daun pintu. Memang berniat membungkam mulut si gadis polos yang terus saja menjawab. Ia hanya tidak ingin membungkamnya dengan cara lain yang pastinya akan menimbulkan panas.

***

Mulut Luciana ternganga. Ia tak bisa menyelesaikan ucapannya. Keluhannya terjawab sudah dengan bantingan pintu. Merasa kesal, Luciana segera mengatupkan sepasang bibirnya kembali. Melirik pada pintu kamar mandi, dan lantas berlari ke sana. Panggilan alam tiba-tiba meminta dibebaskan.

Clek!

Pintu kamar mandi terbuka. Luciana menyembulkan kepalanya. Memeriksa keadaan kamar sebelum kemudian keluar dengan mengendap-endap mendekati ranjang dan satu tangan menahan handuk yang membungkus tubuh polosnya pasca-mandi.

Keningnya mengerut heran begitu melihat sebuah tas kertas di atas kasur empuk itu. Perlahan mengulurkan tangan meraih ujung tas tersebut. Membukanya dan mengeluarkan semua isinya. Seketika Luciana melotot.

"Satu set baju tidur panjang motif keroppi," gumamnya di tengah senyum mengembang. "Kenapa pria tua itu bisa tahu warna hijau kesukaanku."

Sejenak Luciana terkikik geli. Namun sejurus kemudian, Luciana melongo. Itu karena ia mendapati satu set hal lain-pakaian dalam.

"Astaga ... Hanya kebetulan benar atau pria itu memang seorang cenayang? Kenapa bisa tahu ukuranku?" Membolak-balikkan benda itu berulang dengan tatapan rasa ingin tahu yang dalam.

Mengenyahkan semua pemikirannya yang mulai bercabang, Luciana segera memakai pakaian itu. Udara dingin di ruangan cukup membuatnya menggigil. Setelahnya ia berniat menaiki ranjang untuk segera merebahkan punggung, namun lagi ia dikejutkan dengan sekotak menu makanan dan sebotol minuman. Pun saat maniknya menangkap pemandangan itu, perutnya bergejolak dalam waktu yang bersamaan. Meminta untuk dilayani.

Luciana mengusap perutnya memutar. "Baiklah, Belly. Ayo kita makan!"

Di tengah asyiknya menikmati makanan, yang menurutnya sangat enak, Luciana mencoba berfantasi. Jika seandainya ia bisa tinggal di apartemen ini dan dilayani seperti ini, ia yakin tidak perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Biaya pendidikan aman karena ayahnya menanggung itu sepenuhnya.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang