12

159 11 0
                                    

Richard menegakkan tubuh. Tepat di saat pintu ruangannya terbuka dan Nadia muncul. Wanita itu melangkah anggun, menghampiri Richard yang seketika menoleh.

Nadia terlihat cantik dengan rambut terurai dan berkilau indah bak model iklan shampoo. Menjuntai di masing-masing pundak kiri dan kanan. Tubuh berlekuknya terbalut gaun indah merah menyala hingga batas mata kaki, namun tanpa menghalangi keelokan sepasang kakinya di atas stiletto mahal.

"Kau tidak lupa untuk memotretku hari ini, 'kan?" Tersenyum manis manja pada Richard yang hanya memberikan tatapan datar. Tanpa ekspresi berarti, Richard mengangguk malas.

Menyadari kedatangan seseorang yang cukup asing di ruangan Richard, Nadia menurunkan pandangan dan mata wanita itu membelalak. "Hei ... Sepertinya aku pernah melihatmu." Tampak berpikir sejenak sebelum kemudian melebarkan senyum. Terkesan meremehkan. "Kau ... Pelayan di café itu, bukan?"

"Bagaimana bisa kau berada di sini? Kau berbuat masalah? Hingga seorang Richard rela membawamu kemari?" lanjut Nadia bertanya sekaligus menebak. Menaikkan dagu dan melipat lengan di atas perut ratanya. Terkesan mengintimidasi.

Indera penciuman Richard bergetar. Bau-bau kecemburuan seperti menyebar di dalam ruangannya. Ia tertawa miring dalam hati. Seolah tahu apa yang harus dilakukan untuk menghindari kejaran seorang Nadia.

Richard memilih diam dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Sengaja mengabaikan lirikan Luciana yang tertuju padanya. Ia paham jika gadis kecil itu tengah meminta bantuannya.

"Mmm ... A-aku-"

"Ia tamuku, Nadia. Kau tidak perlu ikut campur urusanku!" Pada akhirnya Richard membuka suara. Ia sudah sangat lelah dengan sikap Nadia. Lagipula untuk apa wanita itu mendatanginya? Richard tentu hafal jadwal pemotretan tanpa wanita itu ingatkan.

Luciana terlihat membuang napas lega melalui mulutnya yang mengerucut. Jujur, ia memang bingung akan menjawab apa dan Richard menyelamatkannya dari pandangan intimidasi sang nenek sihir.

Nadia berpaling cepat pada Richard. Menatap penuh penilaian. "Tapi untuk apa ia berada di ruangan ini, Rich?"

"HEI...!"

Dengan cepat, Richard mencengkeram lengan Nadia. Melangkah pasti, Richard membawa Nadia keluar ruangan tanpa menghiraukan seruan kesal wanita itu padanya. Meninggalkan Luciana yang terus memerhatikan apa yang terjadi dalam diam.

Begitu berada di dalam elevator yang akan membawa turun ke lantai 3, Richard melepas cekalan tangannya dari lengan Nadia. Tak ada yang bersuara. Suasana begitu hening, sebelum kemudian Nadia memberanikan diri membuka mulutnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Rich-"

"Kuberi waktu 10 menit untuk mengembalikan suasana hatimu sebelum pemotretan dimulai. Aku sangat tidak menyukai membidik gambar seseorang berulang-ulang dalam satu pose yang sama, hanya karena fokus terbagi dan konsentrasi buyar!" sahut Richard cepat dan dingin.

Ting!

Sepuluh detik berselang, pintu besi itu terbuka. Richard melangkah keluar lebih dulu. Meninggalkan Nadia yang teremas hatinya. Pun mengekorinya bak anak itik. Nadia menghela napas kesal. Mood-nya mendadak terjun.

Tepat di depan ruang studio yang akan disambangi Richard dan Nadia, Josh keluar dari pintu masuk. Mengurungkan niat untuk berlalu saat manik abunya menangkap pergerakan langkah pasti sang atasan tertuju padanya.

"Josh, aku pinjam kameramu. Kameraku di atas dan aku lupa membawanya," ucap Richard datar dan to the point. Pun segera meraih kamera yang disodorkan Josh padanya tanpa berpikir lama.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang