30

87 5 0
                                    

Belum terlalu sore bagi Richard untuk berniat kembali ke studio fotografi miliknya. Jam masih menunjuk angka 2 lebih 15 menit. Richard bergegas menyalakan mesin kendaraan dan lalu membawa mobil merah gelapnya berbaur dengan kendaraan lain dalam sekejap.

Pagi ini, Xavi memintanya untuk bergabung membahas persiapan grand opening di salah satu rumah makan ruang terbuka. Meski Richard sudah sepenuhnya mempercayakan semua pada sosok Xavi, pria keturunan Amerika Latin itu tetap membutuhkan masukan, juga review darinya.

Good Job!

Sudut bibir Richard melengkung. Ia selalu bangga dengan kinerja teman-temannya.

Sesaat setelah meneguk air mineral dari gelasnya pada saat sesi makan siang, ponselnya berdering nyaring. Edward Kanz-pemilik brand Kanz's-memintanya bertemu.

Berdalih pria itu sedang meninjau salah satu store kacamata miliknya di kota besar ini, juga merindukannya karena tidak sempat berjumpa pada saat pemilihan kandidat pengganti Michella. Agenda diskusi sebelumnya memang dilakukan melalui teleconference dengan Edward berada di benua lain.

Richard mengerucutkan bibir. Napas lelahnya berhembus. Dalam satu lesatan terakhir, mobil merah gelapnya akhirnya tiba di pelataran RPS. Richard membawa perlahan-lahan kendaraannya menuju satu sudut ruang parkir tak jauh dari ruang galeri.

"RICH!"

Suara berat Josh menghentikan ayunan kaki Richard saat pria itu hendak menaiki anak tangga menuju lobi utama RPS.

"Lusa kita harus ke Selandia Baru."

Richard memutar tubuh, menghadap Josh sepenuhnya. Kerutan di dahinya jelas menunjukkan tanda bahwa ia bertanya dalam diam.

"Permintaan klien baru untuk newborn baby photoshoot." Josh menjawab pertanyaan tanpa suara itu.

"Siapa?" tanya Richard singkat. Bersamaan dengan itu, Richard kembali membawa kakinya menaiki anak tangga demi anak tangga. Josh mengikutinya. Menyejajarkan langkah di samping sang atasan yang terlihat ... kusut?

"Kau belum sempat membuka email darinya, heh?"

Richard terdiam.

Josh mendesah kesal. Lebih kepada dirinya sendiri karena ia sadar pertanyaan yang diajukannya tak membutuhkan jawaban. Bodoh! "Terkirim siang ini dan aku langsung menyetujuinya. Kita tak memiliki agenda penting selama sepekan ke depan."

Memberi respon, Richard mengangguk. Bertepatan keduanya masuk melalui pintu kaca tebal bersistem otomatis.

"Pria itu mengagumi karya-karyamu ketika tanpa sengaja membuka akun media sosial RPS. Kebetulan isterinya baru saja melahirkan putera kembar, lalu tercetuslah ide mencoba memakai jasa kita untuk mengabadikan gambar kedua bayi mereka."

Sudut bibir Richard melengkung. Kali ini ia bangga pada dirinya sendiri meski sebagian foto di dalam sana juga hasil dari rekan-rekannya, yang tiada lain Josh, Xavi, serta Andrea.

Selintas Richard ingin tahu lebih jauh siapa sosok itu. Tidak mungkin dari kalangan biasa, mengingat biaya perjalanan dari Sofia ke Wellington tidaklah sedikit.

Richard menjulurkan jemarinya. Menekan tombol elevator, dan pintu besi itu langsung terbuka untuknya. "Karya kita, Joshua Anderson!" katanya sambil membawa tubuhnya memasuki elevator. Menoleh pada Josh yang mengekorinya dan memberikannya senyum miring khas pria keturunan Anderson.

Elevator bergerak naik menuju lantai teratas.

Bagi Josh, dua kata sederhana itu cukup dijadikannya kunci untuk tetap betah berada di sisi Richard sampai detik ini meski sikap jahilnya terkadang sulit ia terima. Sahabatnya itu selalu menghargai hasil pekerjaan siapapun.

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang