41

68 4 0
                                    

RPS tutup selama beberapa hari, namun Richard tetap memantau segala bentuk perbaikan yang dilakukan baik dari rumah sakit maupun saat ia telah diperbolehkan pulang ke rumah.

Perlahan semua berangsur normal. Aktivitas mulai kembali berjalan seperti biasa dan hari ini jadwal Richard untuk memimpin briefing. Membahas kendala-kendala beberapa pekerjaan akibat kejadian mengerikan tempo lalu hingga berakhir meliburkan, juga membatalkan segala aktivitas dan lalu menyusun tindak lanjut.

Luka di lengan Richard masih membutuhkan perawatan rutin. Jika obat yang harus dikonsumsi habis, Richard akan kembali ke rumah sakit untuk melakukan kontrol. Namun, itu tak meruntuhkan semangat Richard untuk kembali bekerja menjalankan bisnisnya.

Selain Josh, Luciana, Dalair dan penjaga keamanan, tidak ada yang tahu jika Richard mengalami luka yang terbilang mengerikan. Sesuai berita yang tersebar, Richard hanya mengalami luka sayatan senjata tajam yang tidak terlalu parah.

"Aku sangat berharap kalian selalu berhati-hati. Di mana pun dan kapan pun. Tak ada yang tahu kapan sebuah kejahatan akan muncul." Richard menyampaikan pesan di akhir pertemuan. "Seperti galeri kita yang sejak bertahun-tahun lalu selalu aman dan baik-baik saja, nyatanya bisa mengalami musibah seperti ini." Menekan tombol shutdown pada laptopnya yang masih terhubung pada layar proyektor.

"Sure, Boss!" Semua staff berseru kompak.

"Karya RPS mungkin sudah lama menjadi incaran para pencuri yang ingin menjualnya ke beberapa kolektor dengan harga dua kali lipat lebih tinggi." Salah satu staff menyuarakan isi kepalanya. "Hanya saja mereka baru mendapatkan kesempatan baru-baru ini."

"Ya. Terlebih RPS buka hingga malam. Tidak seperti dulu di mana kompleks masih cukup ramai di sore hari."

Manager galeri menganggukkan kepala. Menyetujui asumsi-asumsi itu. "Kolektor setia RPS pun akan sanggup membayar berapapun asal mereka bisa menjadi yang pertama untuk memiliki karya terbaru."

Dan yang sang manager ungkapkan memang benar adanya. Membuat seorang Richard masih tak percaya dengan hasil pencapaiannya hingga kini.

Senyum Richard terkulum. "Pertemuan berakhir. Kalian semua bisa kembali bekerja. Terima kasih."

Semua meninggalkan ruang meeting. Menyisakan Richard dan Josh yang membereskan properti presentasi seorang diri. Ya, Richard asyik berkirim pesan dengan Luciana.

"Ya... ya... ya... You're the boss!"

Richard melirik ke sumber suara. "Kau iri padaku, heh?" Kembali fokus pada layar ponsel.

"Terserah apa yang kau pikirkan!"

Setelah semua tertata pada tempatnya, Josh menarik kursi, lantas duduk di samping Richard yang terlihat menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

"Informasi apa yang kau dapat?" Richard menoleh, memberikan tatapan serius pada Josh.

"Dua pria itu belum mau membuka mulut. Sepertinya aku harus melakukannya dengan cara lain." Josh menatap Richard tak kalah serius. Bola mata abu-abunya menyorot ke dalam iris biru milik sang sahabat-mencari-cari sesuatu di dalam sana.

Merasa tak nyaman sekaligus merasa ada yang tidak beres, Richard segera berpaling ke depan. Memusatkan pandangan pada kaca jendela ruangan yang membingkai puncak pepohonan yang berwarna merah, juga oranye.

"Kau tahu Luciana gadis polos, bukan?"

Josh membuka suara di tengah keheningan ruangan. Menghela napas halus, sebelum kembali bersuara.

"She's still 18 dan harus berurusan dengan pria dewasa sepertimu. Kau menjeratnya hanya karena permasalahan sepele, hingga secara perlahan gadis itu menjatuhkan hatinya padamu, lantas kau menawarkan sebuah pernikahan demi memenuhi keinginan orangtuamu."

Kena Kau, Gadis Kecil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang