"JENO! JENO TUNGGU PAPA! BIAR PAPA JELASIN SEMUA"
Seorang remaja dengan pakaian merah putihnya berlari keluar dari rumah diikuti pria berusia di awal empat puluh yang tergopoh gopoh mengejar anak sulungnya yang berlari dengan medali emas di lehernya.
Larinya begitu kencang, seolah dia tidak kelelahan selepas beraktivitas seharian. Apalagi dia baru saja kembali selepas mengikuti perlombaan di sekolahnya, terlihat saat dia masih memakai medali emas pertanda kemenangan ada di pihak nya.
Namun kemenangan yang ia dapat terasa tidak menyenangkan lagi saat ia kembali ke rumah, dimana seharusnya ia berteriak memanggil keluarga kecil nya yang seharusnya tengah berkumpul di ruang keluarga menunggu kepulangannya sambil bercengkrama.
Jeno secara refleks melemparkan piala yang ia bawa ke arah cermin yang berada di ruang tamu saat melihat kenyataan yang terjadi. Dihadapan nya, di ruang tengah sebuah keluarga yang harusnya terdapat ayah dan ibunya, nyatanya tidak.
Jeno melihat dengan kepalanya sendiri, di usia yang ke dua belas, papanya tengah berciuman dengan sekretaris kantor nya tanpa ada sang mama. Jeno tidak bodoh kalau keduanya ternyata memiliki hubungan lebih dari hubungan kerja.
Dan jeno marah, semarah marahnya hingga ia nekat melarikan diri dari rumah. Mencari dimana keberadaan sang ibu berada.
"PERGI" jeno berlari semakin menjauh. Teriakan jeno membuat orang orang menoleh ke arah nya. bahkan beberapa pria dewasa membantu menghentikan jeno untuk berlari namun sangat disayangkan, jeno berhasil kabur dengan cara menggigit lengan pria yang menahannya. Ia berlari sekencang mungkin, berusaha menuju toko sang ibu yang berada di seberang jalan raya yang begitu ramai.
"JEN, JANGAN JENO! TUNGGU PAPA" Papa nya terus mengejar jeno yang sekarang berlari menyeberangi jalan tanpa melihat kanan kiri.
Mendengar teriakan sang papa, jeno menoleh ke arah belakang dengan maksud mengira ngira apakah sang papa berada dekat dengan dirinya atau masih jauh. Namun sangat disayangkan, tindakannya ini membuat jeno tidak menyadari kedatangan sebuah truk yang melaju kencang tepat ke arahnya.
"JENO"
Jeno merasa terpental begitu jauh saat tubuhnya ditabrak sesuatu begitu keras. Dadanya seolah remuk karena ditabrak dengan sesuatu berkecepatan tinggi. Kepalanya begitu sakit karena membentur aspal begitu keras.
Jeno, dengan mata nya yang perlahan terpejam masih samar samar melihat kerumunan orang mendekati dirinya, ia juga bisa mendengar papa nya berteriak histeris dan berjalan mendekati dirinya yang sudah terbaring lemas di aspal.
"JENO, NAK, BANGUN, JENO"
tiit tiit
Suara elektrokardiograf terdengar begitu nyaring saat seorang pemuda terbangun dari tidur panjang nya. Ia dengan perlahan, membuka matanya yang terasa begitu berat saat dia berusaha membuka matanya seolah matanya diberikan lem perekat disana. Telinga nya menangkap suara perempuan yang memanggil manggil dokter, ah sepertinya itu suster yang menjaga nya saat ia tidur.
Tangannnya bergerak kaku saat ia berusaha memberi kode kalau dia sudah bangun. Mulutnya tidak bisa berbicara karena ada selang oksigen yang masuk ke tenggorokannya yang membantu untuk bernapas.
"Jeno? dengar dokter?" suara seorang dokter terdengar membuat jeno melirik. Seorang dokter bertubuh tinggi itu datang dengan sedikit tergesa gesa, itu bisa jeno lihat dari keringat dan nafas sang dokter yang masih tidak beraturan. Jeno membuka matanya dan berkedip sejenak pertanda ia sudah terbangun dari tidur nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...