masih dengan plester penurun demam, jeno dan yeji datang ke rumah sakit dengan terburu buru setrlah mendengar kabar Karina sudah bangun dari tidur nya. Sebenarnya tadi yeji membiarkan jeno tidur setelah minum obat karena dikhawatirkan demam nya akan bertambah parah.
Keduanya berlarian menuju ruangan Karina yang ternyata sudah kosong, kata perawat, Karina sedang menjenguk bayinya yang juga sudah dibolehkan keluar dari inkubator.
Jeno dan yeji menghentikan langkahnya saat berada di depan ruangan bayi, dimana ada kaca tembus pandang yang bisa melihat ke dalam. Pemandangan yang membuat jeno begitu lega yaitu yeonjun tengah memberikan gendongan skin to skin dengan sang bayi pada dada telanjang nya sementara Karina, dengan rambut panjang lepek nya duduk di kursi roda, menyandarkan kepalanya di bahu sang suami dengan jemari mengelus bayi kecil yang tengah mendapat kehangatan dari tubuh sang papa.
Jeno tersenyum lebar saat ia menyaksikan karina menoleh ke arahnya. Ia melambaikan tangannya yang kiri sambil tersenyum. Pikirannya untuk menyerah pada hidup seketika hilang begitu saja melihat pemandangan keluarga kecil di hadapannya.
Tak hanya jeno, yeji juga ikut tersenyum lebar saat yeonjun menyapa nya dengan senyuman. Teman kecil nya sekarang tengah bahagia dengan kedua wanita di hidupnya. Istri dan putri kecil mereka yang didekap begitu erat seolah takut akan hancur jika dilepas sedikit saja.
yeji menoleh ke arah jeno yang menggenggam tangannya.
"ayo aku anter kamu pulang, pasti kecapean kan?" yeji menggelengkan kepalanya. ia masih memakai kaos milik jeno yang begitu kebesaran di badannya karena jeno yang terlalu berotot.
"hyunjin lagi kesini bawa makanan buat yeonjun. Kamu juga lagi sakit. Mending di periksa dulu, panas lagi kan badannya. Masalahnya kamu kalau sakit makin sensitif, nanti ngeliat yang aneh aneh gimana?" yeji malah menarik jeno ke tempat duduk. Malah repot kan sok sokan ngga tidur sih.
"minum dulu, plester nya kuganti" jeno hanya pasrah saat dia duduk di kursi lorong yang sepi, yeji mengambil satu kompres pereda demam yang baru dari sakunya sementara kompres yang lama ia ambil.
clang
Keduanya menoleh ke arah sumber suara yang tiba tiba membuat keduanya menoleh. "itu apa?" yeji yang baru selesai memasang kompres di dahi jeno menoleh saat terdengar seperti benda besi jatuh. Takutnya ada perawat yang kesusahan membawa alat hingga terjatuh atau bagaimana namun nyata nya nihil yang mereka lihat.
Lorong panjang itu, kosong. Hanya ada mereka berdua yang sedang duduk berdampingan di kursi yang berada tepat di tengah yang menghubungkan ruang bayi dan melahirkam dengan ruang lainnya yang berada di depan.
"jen, ini tolong banget kenapa dapet hadiahnya waktu kita cuma berdua dan kamu lagi sakit" yeji langsung menoleh ke arah jeno yang sedang berusaha melihat ke arah lain, mencoba mengabaikan pemandangan yang ada di ujung lorong.
"ada yang ngelahirin lagi?" jeno menoleh ke arah yeji yang sedang pura-pura memainkan handphone nya, pun jeno yang ikut mengintip padahal yeji hanya sedang menggeser geser home screen nya.
"kayanya ada. soalnya amis banget" yeji ikut berbisik bisik. Keduanya duduk berdempetan karena sosok yang mereka bicarakan berdiri melayang mendekat ke arah mereka.
Hantu dengan pakaian merah senada dengan darah, serta rambut mengembang hingga sepunggung. yang paling menyeramkan adalah wajahnya yang rusak, penuh belatung, dan lidahnya yang panjang dan bercabang.
tangan kiri yeji menggenggam tangan kanan jeno dan berusaha sebisa mungkin tidak memanggil makhluk itu dalam hati maupun keceplosan dengan cara menonton film kartun apa aja yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...