"kok gue laper ya, masih ada ngga lauk tadi" jeno mengusap usap perutnya yang berbunyi padahal tadi siang dia sudah memakan dua bungkus roti dengan sekotak susu tapi dia kembali lapar lagi.
Ia menghela napas kemudian bangkit dari ranjangnya kemudian melangkah. Ia masih bisa melihat tenda di depan rumahnya serta papan bunga yang masih tertata rapi di depan rumahnya pertanda belum waktunya untuk dibuang karena mereka masih ada waktu dua hari untuk mengadakan acara tujuh harian orang tua mereka.
Hari ini ia tidak melihat kemana karina pergi. Padahal biasanya adiknya masih suka duduk merenung di depan televisi, menyaksikan foto keluarga mereka yang tergantung di dinding ruang tengah. Kematian orang tua mereka masih membekas, terutama bagi karina. Entah, jeno sudah mulai terbiasa. mungkin karena dia sudah ditinggal mamanya lebih dahulu.
Ia melangkah menuju kamar mandi untuk buang air karena hasrat duniawi nya sudah tidak bisa ditahan dan saat melangkah menuju kamar mandi, ia bisa melihat ada sesuatu botol kecil yang menarik perhatiannya yang berada di dekat wastafel. Karena penasaran, jeno melangkah mendekat. Mengambil botol kecil tersebut kemudian membaca botol apa yang tertulis di sana.
Jeno membelalakan matanya saat membaca kandungan yang tertulis di obat yang ia pegang. Cytotec Misoprostol. Dia tahu benar obat apa yang ia pegang. Jeno tidak sebodoh ini untuk mengetahui kalau obat yang dia pegang adalah obat untuk aborsi alias menggugurkan kandungan. Dan pertanyaannya, mengapa obat ini ada di sini?
Jeno tidak bisa berpikir jernih, hanya ada satu satunya tersangka yang ia curigai adalah "KARINA! TURUN"
ini kali pertama jeno menaikkan nada suaranya kepada sang adik. Kali pertamanya berteriak dengan tangan mengepal erat serta urat urat leher nya menonjol.
"kenapa kak--" karina langsung menundukkan kepalanya saat melihat benda apa yang ada di genggaman tangan sang kakak. Raut wajahnya langsung berubah menjadi pucat, panik, dan ketakutan melihat benda yang ia tahu betul apa itu karena ia yang membelinya dan lupa menyimpan kembali benda yang sekarang di pegang oleh sang kakak.
"mind to explain, karina?" karina hanya menundukkan kepalanya. Tidak bisa menjawab pertanyaan jeno.
"JAWAB KAKAK! KAMU HAMIL??" suara tinggi jeno disertai bentakan karena emosi nya membuat karina tidak tahan untuk menangis. Air mata yang di tahannya langsung turun saat kakak nya yang tidak pernah marah sekarang emosi se emosi emosinya. Jujur, karina ketakutan.
"maaf kak" hanya itu yang bisa ia ucapkan sambil menangis sesenggukan. Jeno mengusap wajahnya kesal. "terus ini apa? kamu mau ngegugurin anak mu?" karina hanya menggelengkan kepalanya masih sambil menunduk.
"JAWAB KARINA! KAKAK SAMA PAPA JAGA KAMU BAIK BAIK TAPI KENAPA KAMU NGELAKUIN INI?" saking ketakutannya, karina bahkan tidak bisa menopang tubuhnya, ia menangis sembari terduduk menyadari kesalahan besarnya.
"siapa ayahnya? siapa karina?" karina menggelengkan kepalanya. jeno mengusap wajahnya saat adiknya enggan memberi tahu siapa ayah dari bayi dikandungnya. Mata jeno sudah berkaca kaca saking emosinya.
"kamu tau karina? makam papa sama mama masih basah karina dan sekarang kamu mau nambah satu makam lagi buat bayi itu? otakmu dimana? kamu ngga inget dosa? Kamu udah ngelakuin dosa dengan berbuat sama cowo entah siapa dan sekarang kamu mau ngebunuh anak kamu sendiri? tega kamu, karin?" karina menggelengkan kepalanya panik kemudian meraih kaki jeno. berujar sembari meminta maaf kepada satu satunya keluarga yang sekarang dia punya. "maaf kak, maafin karina. maaf maaf"
"ampun kak, maafin karina. ampun kak hiks hiks. maafin karina" ujarnya memohon mohon pengampunan di kaki sang kakak. Belum seminggu kematian kedua orang tuanya dan dia melakukan kesalahan besar, hamil di luar nikah dan membuat kakaknya marah besar.
jeno berdecak, rasa laparnya menghilang begitu saja sekarang. Ia kemudian melangkahkan kakinya sehingga pegangan karina di kakinya terlepas. ia menoleh datar. "pikir sendiri apa yang udah kamu perbuat"
Dengan masih memakai kaos dan celana pendek rumahan serta obat yang audah diketahui siapa pemiliknya, jeno mengendarakan motornya dengan kecepatan tinggi. Rasanya sekarang kepalanya udah kaya mau pecah aja. Maunya dia ngejalanin motor nya dengan kecepatan tinggi entah kemana. Entah ini tindakan impulsif atau apa yang penting dia mau lega dulu pokoknya. Untung dia masih inget buat pakai helm, trauma habis kecelakaan sih.
jeno menghentikan motornya di salah satu tebing yang berada cukup tinggi. Ia melihat papan penanda alamat yang ternyata menunjukkan tempat yang bisa di tempuh sekitar dua jam dari kota tempat nya tinggal dan entah kenapa, motornya secara asal menunjuk tempat ini sebagai tempat yang harus ia datangi.
Dengan rokok yang tadi di belinya di salah satu minimarket, jeno berjalan menuju pinggiran tebing yang tumben sekali sepi hari ini. Kakinya melangkah semakin maju, membayangkan jika dia terjun bebas dari sini. Kepalanya sekarang benar benar mau pecah, dia bahkan masih kebingungan untuk mengurus klaim asuransi dan semua harta peninggalan sang ayah, sekarang tiba tiba secara mengejutkan mendapat kabar adik tirinya, satu satunya keluarga yang menjadi orang yang seharusya ia lindungi, hamil di luar pernikahan.
Jeno lelah. semuanya datang secafa bertubi tubi. Punggungnya tidak siap. Pikirannya buntu. Dia tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Jeno bahkan tidak diberi kesempatan untuk bernapas.
"jangan mati, biru. Jadi hantu setelah bunuh diri itu tidak menyenangkan" jeno yang hampir melangkah melompat dari tebing menunduk saat amanda, hantu cilik itu berujar di sampingnya. wajahnya nampak khawatir sementara jeno hanya bisa menghela napas memilih melangkah mundur.
"biru, jangan pergi dulu. Biru masih punya banyak waktu di sini. Banyak yang biru harus lakukan tanpa harus mati"
***
Jeno menghela napas saat ia membuka pintu rumah dan melihat karina berbaring di sofa ruang tengah memegangi perutnya yang masih datar. Matanya membengkak dan tidurnya nampak gelisah.
Jeno melangkah menuju dapur, membuatkan susu hamil yang tadi ia beli ketika pulang di salah satu minimarket.
setelah membuat susu hangat, jeno mendekat ke arah karina yang masih terlelap. Ia menepuk pelan lengan karina membuat adik perempuannya itu terbangun. "Kakak?kakak aku minta maaf. Karina minta maaf, kak"
jeno menghela napas kemudian menyodorkan susu hangat buatannya. "diminum. Tadi gue nanya ke pegawai minimarket katanya ini susu yang paling bagus" ujar jeno datar. Karena takut kakaknya kembali mengamuk, karina mengambil susunya.
"berapa bulan dia disana?" jeno melipat kedua kakinya kemudian menunjuk dengan dagunya ke arah perut karina. Karina langsung mengusap perutnya. "ngga tau. Karina belum periksa" jawabnya pelan.
lagi lagi jeno menghela napas. "besok periksa sama gue" ujarnya sambil bangkit dari duduknya. Karina semakin menundukkan kepalannya.
jeno tersenyum kecil kemudian menepuk kepala karina pelan. "jangan takut. Ada gue. Gue abang lo. Kakak lo. Gue bakal jagain lo sama keponakan gue. Gue siap pasang badan kalau ada yang ngomong macem macem sama lo. Jangan khawatir, lo ngga sendiri. Kita hadapi semua ini bareng-bareng, ya"
—————
double up karena suasana hatiku sedang bagus.
jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
Fiksi PenggemarSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...