"total nya lima puluh delapan ribu, mbak" jeno berujar kepada salah satu pembeli yang ternyata satu seragam dengan dirinya yang baru saja menghampiri cafe dengan kekasihnya. Sepertinya kakak kelas mereka karena tadi mark sempat menyapa mereka.
"oh iya, ini mas" ujarnya sambil menyerahkan tiga lembar uang berwarna hijau. Jeno menganggukan kepalanya kemudian mengambil uang bernilai dua ribu dari meja kasir. "terima kasih, silakan datang kembali" ujar jeno sambil tersenyum hingga mata nya menghilang.
"Sungchan belum balik? Jaehyun juga?" taeyong keluar dari dapur sambil berujar. ia masih memakai celemek berwarna pink bermotif hello kitty yang ia beli seharga tiga puluh lima ribu di pasar malam yang belakangan menjadi favoritnya mengingat ini warna favoritnya, pink dan itupun nyaman dipakai.
"belum, sungchan masih nganter pesenan kayanya tadi sekalian berangkat les" jeno berujar sambil berjalan menuju meja dengan membawa nampan kosong kemudian berjalan menuju meja yang sudah kosong kemudian membawa satu per satu gelas dan piring yang tadi dipakai.
"jaehyun?" jeno mengangkat bahu. "ngga tau kalau dia" jawabnya alakadarnya. "ada urusan di kampus kali. Soalnya dia ngga mungkin dateng telat" jeno menyahut sambil membawa piring dan gelas kotor ke wastafel untuk dicuci oleh mark.
"kalian laper ngga? gue males masak tapi kayanya masih ada nasi. Mau makan sama apa?" taeyong melongok ke arah dapur. Kepalanya masuk ke dalam celah yang memisahkan antara dapur dengan ruangan lainnya sebagai sarana mengantar makanan yang sudah siap.
"apa sih ya kira kira? yang enak apa mas?" taeyong yang ditanya melirik ke arah jam dinding berwarna biru pastel yang menunjukkan pukul tujuh malam dan sekarang masih gerimis.
"nyari sate aja kali. sekalian beli lontongnya. Eh tanyain jaehyun mau balik sekarang ngga" ujar taeyong kemudian mengeluarkan dompet dari sakunya kemudian mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan selembar uang berwarna biru.
"sini gue yang beli. Kaya biasa kan?" jeno berujar sambil mengeringkan tangannya. Ia kemudian mengambil uang dari tangan taeyong setelah memastikan tangannya kering.
"punya gue banyakin saus kacang nya ya" taeyong berpesan. jeno yang sudah melangkahkan kakinya menuju pintu hanya mengangkat telunjuk nya.
Mengingat tempat sate langganan mereka berada tidak jauh dari cafe, hanya butuh beberapa ratus meter, maka jeno memilih untuk berjalan kaki saja. Hitung hitung menghemat bensin.
jeno menundukkan kepala saat kakinya mengalami merinding. Hanya kaki kanannya yang bulu kuduknya berdiri. Saat menunduk ia bisa melihat seorang anak kecil, belanda, perempuan, tengah memeluk kakinya.
anak perempuan itu mendongak ke arah jeno. "mau kemana? ikutt?" ujarnya merengek kepada jeno yang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia tahu ini teman kecilnya, gadis yang selalu ada di cafe yang mengintipnya saat bekerja, namanya amanda.
"boleh. tapi lepas dulu. Berat" ujar jeno. Amanda, menyengir. Hidung nya yang terdapat bintik bintik nampak terlihat begitu jelas. Ia menurut dan berjalan beriringan sesekali menggenggam tangan jeno walau jeno tidak merasa apapun.
Jeno mengenal amanda saat pertama kali dia bekerja di cafe. Amanda sering sekali bermain dan berlari lari mendekati jajaran cookies cookies yang tertata rapi di lemari sesekali menempelkan wajahnya di jendela di samping jeno bekerja. Kata taeyong, amanda dan teman temannya sudah lama tinggal di kawasan ini, lebih tepatnya rumah belanda yang ada di sudut gang. Jadi amanda sering datang untuk bermain bersama dengan temannya.
"wanita itu tidak datang lagi, biru?" amanda yang berjalan sesekali melompat menoleh ke arah jeno yang memasukkan kedua tangannya di saku celana karena hawa mulai dingin. Ia bisa melihat beberapa makhluk yang disebut kuntilanak melayang dihadapannya. Entah karena terbiasa, dia sudah tidak terlalu dengan jenis hantu ini karena setiap ada pohon pasti ada wanita yang tertawa cekikikan tidak jelas.
"nggak sepertinya. Aku meminta dia untuk tidak datang karena kalian ketakutan kan?" jeno mengajak amanda berbicara. Amanda yang sedang melompat kemudian berhenti dan berbalik sambil menyengir. "kau yang terbaik, biru" ujarnya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
"mang, sate lima pake lontong, dibungkus, cabe nya dipisah, bumbu kacangnya dibanyakin" ujar jeno memesan. Penjual yang sedang sibuk mengipasi sate menoleh. "siap,a. Duduk dulu duduk, antre ya. Lagi rame soalnya" jeno menganggukan kepalanya kemudian melangkah menuju salah satu kursi yang masih kosong.
ia menunduk lagi lagi saat suara rengekan amanda teedengar di telinganya. Jeno menganggukan kepalanya saat amanda menunjuk sebuah ayunan dan perosotan yang berada tidak jauh dari tempat mereka. Amanda kemudian berlari menjauhi jeno memilih untuk bermain dengan hantu hantu belanda lainnya.
"jeno?" jeno yang mendengar namanya disebut menoleh. rupanya teman sekelasnya datang berboncengan dengan entahlah sepertinya itu pacarnya?
"oh hi yeji dan.."
"oh ini yeonjun, pacar gue" yeji berujar sambil mengenalkan pacarnya kepada jeno. Jeno menganggukan kepalanya dan membalas senyuman ramah dari yeonjun.
"yeonjun"
"jeno" ujar jeno menyalami yeonjun. Dia tidak pernah bertemu dengan yeonjun sebelumnya karena sepertinya mereka tidak satu sekolah.
"gue ngga tau kalau lo tinggal disini?" yeji yang sudah duduk di samping pacarnya bertanya kepada jeno. Jeno hanya tsrsenyum tipis kemudian mengangkat bahu. "rumah gue ngga disini sih sebenernya. Cuma gue kerja di cafe deket sini. siapa tau kalian mau mampir" ujar jeno sambil mempromosikan cafe tempatnya bekerja. yeonjun hanya tertawa. "ada promo ngga nih?" tanya nya mengajak bercanda.
jeno menganggukan kepalanya. "ada dong. Potongan khusus yang membawa pacarnya malam minggu kita kasih potongan 10%" jawab jeno membuat yeonjun kembali tertawa. "okelah. Besok minggu kita kesana, babe" ujarnya.
"siap siap. Gue tunggu ya. oh gue duluan ya, yeji, yeonjun. Udah jadi nih soalnya masih ada yang lain nitip. Takut kelaperan. Duluan ya" ujar jeno sambil beranjak
"iya. hati hati ya jen. Udah mulai hujan lagi nih" jeno hanya menganggukan kepalanya kemudian melangkah untuk membayar pesanannya. Sedikit berlari, karena tiba tiba hujan turun begitu deras. Dia sudah melihat mobil milik jaehyun terparkir dan sepertinya karena hujan cukup deras, tidak ada lagi tamu tamu yang akan datang sehingga ia bisa melihat yang lainnya sedang duduk duduk di lantai.
"nih nih. Deres banget hujannya" ujar jeno sambil melangkah masuk. Ia mengacak rambutnya yang basah karena hujan sembari menggigil kedinginan.
"mas arkhan, nih kembaliannya" ujar jeno kepada taeyong yang sedang mengambil piring. "taruh situ aja" ujar nya. jeno kemudian duduk di samping jaehyun yang entah sepertinya tengah fokus dengan sesuatu di laptop nya.
"kalian lagi bahas apa?" tanya jeno saat melihat mark dan jaehyun nampak sedang serius sementara sungchan membantu taeyong untuk mengambil air mineral.
"nih, menurut lo ada yang aneh ngga?" jaehyun yang memiliki darah kepolisian yang kental mengingat kakek dan ayahnya adalah seorang polisi bertanya kepada jeno. Jeno menerima laptop yang diberikan oleh jaehyun.
'seorang gadis ditemukan gantung diri di salah satu toilet sekolah ternama. Hal ini dikarenakan stress saat hendak menghadapi ujian'
jeno memgerenyitkan dahinya saat membaca headline berita yang sepertinya keluaran dua puluh tahun lalu. Jeno belum lahir, tentu saja.
"aneh gimana?" jeno bertanya. Mark kemudian menunjukkan beberapa gambar yang ditunjukkan. Gambar berisi beberapa foto yang entah dari mana mark dapatkan.
"aneh" jeno berujar setelah melihat foto foto keseharian anita ketika muda. Dia mendapat peringkat satu, dia cantik, dia memiliki nilai yang sempurna, ramah, dan menurut jeno jika ujian paling susah saja bisa anita taklukan apalagi ujian semester?
"maka dari itu kita ngga cukup pake informasi ini aja karena beneran ini terbatas banget. Kita butuh sesuatu yang lebih spesifik biar bisa narik garis merah kematian anita" mendengar saran taeyong mereka semua menoleh ke arah jaehyun.
jaehyun gelagapan. "apa nih liat liat gue?" tanyanya.
taeyong mendengus. "ayo gunakan kekuasaan papimu, situmorang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...