"jen, bangun, jen udah pagi nih liat jam enam. Lo ospek kan?" jeno yang tertidur dengan sarung yang menutupi bagian kaki hingga pinggang mengerang saat pinggangnya terasa bergetar akibat digoyang goyang.
"JENO BANGUN ATAU GUE SIRAM PAKE AIR" Ia membuka matanya saat mendengar suara menggelegar dari taeyong yang menusuk gendang telinga nya di pagi hari. Ia melirik ke arah meja belajar dimana ada mark, pria yang sudah memakai pakaian osis khas sma berwarna putih abu abu tengah memakai dasi sembari melihat lihat buku nya.
"JEN" jeno berdecak kemudian terduduk di kasur lantai yang berada di kamar yang ukurannya tak lebih dari 3x4 meter yang menjadi tempat tidurnya malam ini.
"IYA UDAH BANGUNNNN" ujarnya membalas teriakan si sulung, pemilik cafe yang pagi pagi ini sudah mengeluarkan suara emas nya.
"masih ada kan seragam smp nya lo? sekarang masih pake seragam smp soalnya" mark yang sedang memasukkan buku buku nya ke dalam tas.
"ada. walau agak kekecilan. lo berangkat duluan? ngga mau bareng aja?" jeno bertanya sambil melipat sarungnya. Mark menggelengkan kepalanya. "gue ada briefing pagi. Lo mending mandi sekarang sebelum mas Arkhan ngomel lagi" mark menyahut. Jeno menganggukan kepalanya kemudian berjalan menuju kamar mandi.
Ia mendengus saat melihat sepasang kaki dengan belatung di jari nya terayun di plafon kamar mandi. "keluar. Gue mau mandi. Nongkrong nya nanti lagi kalau gue habis mandi" ujarnya datar kepada sosok yang berayun di kamar mandi.
"hihihihihihi" bukannya menurut, sosok di depan jeno malah terkikik. Ini sosok yang berada di pohon depan, kalau hujan sering numpang neduh di cafe dan kebetulan sejak malam tadi, hujan turun begitu deras sehingga banyak 'mereka' yang ikut meneduh di cafe. Salah satunya ya mbak ini.
"keluar atau gue panggilin mark?" ancam jeno membuat wanita di hadapannya cemberut. Perlahan kakinya terangkat dan melayang kembali ke tempat aslinya. Sementara jeno kembali mandi dengan nyaman.
Setelah dia menyadari kalau dia memiliki kemampuan yang berbeda dengan teman yang lainnya dan ia juga berlatih untuk menghadapi hantu hantu yang sering ia temui, jeno akhirnya mulai menerima kemampuannya. Apalagi keempat orang di cafe ini memiliki kemampuan yang sama seperti dirinya jadi mereka memahami jeno yang sering ketakutan.
Tidak butuh waktu lama karena ia tau ia sudah terlambat, jeno cepat cepat memakai seragam biru putih dengan nama Sabiru Jeno M di dada sebelah kanan nya. Tak lupa ia membawa topi, serta name tag khas anak ospek. dibuat dari kertas karton dengan tali rafia berwarna pink menyala dengan foto nya.
setelah memastikan barang bawaannya sudah lengkap, dia buru buru keluar dari kamar yang ada di lantai dua cafe.
"Mas, jeno berangkat ya" jeno berujar kepada Taeyong yang sedang mengelap jendela. Di tangannya ada lap jendela dan tangan kirinya ada cairan pembersih.
taeyong menoleh saat jeno mendekat hendak menyalaminya. "itu gue udah bikin bekal. Punya lo yang warna biru udah gue suapin. Yang pink punya sungchan jangan diambil. Udah buruan. udah siang ntar telat. Buruan, jeno"
Mendengar suara omelan beruntun dari taeyong membuat jeno mau tidak mau ikut terburu buru. Terlihat dari ia berlari menyambar kotak bekal berwarna biru di meja kasir dan berlari keluar menuju sepedanya. Sebenarnya jarak dari cafe ke sekolah barunya cukup lama, tapi kalau dia menaiki bus tentu saja akan lebih lama. Belum menunggu bus, belum kemacetan yang tercipta. lebih baik dia mengayuh sepedanya saja.
Lebih efisien.
Lima belas menit ia mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi melewati gang gang kecil sebagai jalur tikus, akhirnya jeno berhasil sampai di gerbang salah satu sekolah negeri yang menjadi favorit.
"absen absen absen" ia merapal dalam hati untuk mencari namanya di papan pengumuman walau sambil terengah engah. Mengurut namanya dari huruf a sampai s, ah terlihat. 10 MIPA 1.
Setelah mencari tau namanya ada di kelas 10 MIPA 1, jeno melangkah sambil melihat lihat sekeliling. Mencoba mencari tahu dimana kelas 10 MIPA 1 berada. Mana dia tidak tahu kakak kelas selain mark lagi.
"mbak, maaf. 10 MIPA 1 dimana ya?" jeno bertanya kepada kakak kelasnya yang sedang membawa kabel microfon. "oh? 10 MIPA 1 ada di paling ujung dek. Nanti adek lurus aja nyampe ujung terus belok kiri. Nah 10 MIPA 1 disana. Kelas paling pojok" kakak kelas perempuan tadi kemudian berjalan meninggalkan jeno yang kebingungan.
kelas pojok?
Namun langkah jeno tetap berjalan menuju arah yang dimaksud oleh kakak kelasnya, lagipula sepanjang lorong ia bisa melihat teman temannya yang memakai seragam SMP terlihat di ruangan kelas masing masing. Berarti benar arahnya kesini. Jeno melihat papan penanda kelas yang berada di atas pintu.
10 MIPA 3, 10 MIPA 2
Dan hitungan papan tersebut berhenti di 10 MIPA 2. Berarti benar, dia harus berbelok kiri menuju kelas 10 MIPA 1. Dan ternyata benar. Ada satu kelas yang berada di dekat kamar mandi.
jeno menghela napas. Kamar mandi.
Dia membenci ini. Dia membenci kamar mandi. Dia membenci tempat dimana 'mereka' berada bahkan selalu ada. Dia sebenarnya enggan sekali berada di dekat kamar mandi. Tapi mau gimana, dia cuma murid yang tidak bisa protes mengenai pembagian kelas nya.
Jeno melangkah ke salah satu kursi kosong yang berada dengan jarak dua meja dari meja paling depan dimana ada seorang pria masih memakai seragamnya tengah bermain ponsel.
"kosong kan?" jeno bertanya sambil menunjuk kursi dengan telunjuk nya. Pria yang berada di meja yang sama dengan dirinya menoleh. "kosong kok. Duduk aja" jeno menganggukan kepalanya kemudian meletakkan tas nya di kursi.
"gue biru. Sabiru jeno. Lo?" jeno memperkenalkan dirinya kepada teman sebangkunya. Pria disampingnya yang sepertinya dari sekolah swasta terlihat dari seragamnya tersenyum lebar. "gue nathaniel jaemin. jaemin boleh. Nathan juga boleh" ujar jaemin. Jeno menganggukan kepalanya.
"Oh ini kosong kan? Gue Haechan" seorang pria menyapa jeno dan menunjuk kursi di belakang jeno. Jeno menganggukan kepalanya. "kosong kayanya" jawab jeno.
haechan menganggukan kepalanya. "HEH CINA! SINI SAMA GUE! NIH BANGKU KOSONG!" jeno meringis saat suara haechan berteriak kepada seorang remaja bertubuh kecil dengan ransel berwarna boru dengan gantungan moomin. Pria yang dipanggil cina tadi menutup telinga haechan. "bacot chan" ujarnya sambil menutup wajahnya karena malu.
"oh ini renjun temen gue. Kita satu SMP dulu. Renjun ini eh lo siapa? gue belum kenal" haechan bertanya sambil menatap jeno dan jaemin bergantian. "gue jaemin. Dia jeno" ujar jaemin mengenalkan diri mereka bergantian.
"ooh salam kenal ya"
Jeno sesekali tersenyum saat haechan dengan antusias bercerita sesekali renjun menyela haechan dengan sebal. Dia bisa melihat kalau haechan dan renjun berteman cukup lama.
"kenapa sih kita dapet kelas paling pojok gini? kan ga enak banget" haechan mengeluh. Apalagi saat melihat satu per satu murid masuk kelas. jaemin menoleh bingung. "ga enak kenapa? gue bukan asli sini fyi, ya. Jadi gue ngga tau apa apa" jaemin menyahut.
"loh kalian ngga tau urban legend di sekolah ini?" jaemin dan jeno saling pandang kemudian menggelengkan kepalanya. Jaemin yang memang murid yang baru pindah ke tempat ini ikut mama papanya, dan jeno yang masuk sini karena adiknya masuk disini juga tentu tidak tau apa saja cerita yang ada. mark juga tidak pernah cerita.
"katanya dulu pernah ada yang gantung diri disini. Di kamar mandi. Gatau kamar mandi yang mana. Cuma emang hantu nya sering kelihatan kalau malem malem"
Hawa di sekitar jeno yang tadinya hangat berubah menjadi dingin seketika setelah mendengar cerita dari haechan. Apalagi saat sudut matanya melihat 'sosok' yang diceritakan haechan berjalan di luar ruang kelasnya.
"fuck"
Demi tuhan, ngga lucu kan kalau dia diganggu di hari pertama nya sekolah?
———
aku sedang menangisi tidak bisa nonton tds :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...