"jen, dipanggil mark tuh kayanya" jeno yang sedang fokus dengan rundown acara di tangannya menoleh saat seseorang menepuk bahunya.
jeno kemudian menganggukan kepalanya. "oh oke. gue titip daerah sini ya biar jangan sampai ada yang keluar" jeno menepuk temannya sebelum melangkah menuju mark yang masih duduk di bangku tempat debat berlangsung.
ini sudah setengah jalan debat berjalan dan sedang ada waktu untuk istirahat kurang lebih dua puluh menit di tengah tengah acara untuk merileks kan diri sebelum kembali kembali memperdebatkan mosi.
Jeno bisa melihat bahwa mark dengan tenang dan tanpa ragu menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh semua orang yang terkesan lebih 'menatar' dirinya terutama kakak kakak tingkat yang seolah olah menghabisi mark disaat sekarang karena lawan mark saja tidak diberi pertanyaan sebanyak ini kepada mark.
"kenapa? ada masalah? mic nya ngga jalan?" jeno yang memakai almamater biru yang baru miliknya menghampiri mark yang sedang duduk dengan almamater hitam nya.
"aman aman. Lu udah liat hp belum?" jeno menggelengkan kepalanya. ia tahu handphone nya memang sedari tadi berdering tapi dia tidak bisa membuka handphone karena harus berlari kesana kemari jadi ia berkomunikasi melalui HT dengan koordinator koordinator yang lain.
"kenapa emangnya? ada chat yang penting?" mark mengeluarkan ponselnya kemudian menunjukkan salah satu bubble chat di grup kerja mereka dimana taeyong yang mengirim pesan
"nanti baliknya kita langsung dijemput sama bang jae, lu balik jam berapa?" mark bertanya. jeno melihat jam tangannya. "kalau nih acara lancar dan selesai jam empat, ya jam lima an gue balik dah. bilangin ya, gue bisanya jam segitu" ujar jeno. mark menganggukan kepalanya. "ya udah gue nungguin lu aja. lagipula mas arkhan janjian habis maghrib"
"oke. gue ngurus lainnya dulu ya. kalau ada apa apa bilang ke panitia suruh cari gue. soalnya hp gue jarang gue buka" mark menganggukan kepalanya membiarkan jeno melangkah menjauh dari dirinya
"jen, bisa temenin yeji ambil taplak yang ada di ruang organisasi ngga?" jeno yang baru menghampiri kakak kelasnya mengerutkan keningnya. "di mana?" tanya nya memastikan.
"di ruang organisasi. di sana ada toilet lama yang ngga kepakai. gue takut yeji kenapa napa lo tau sendiri waktu itu dia kesurupan" kakak tingkatnya itu berbisik di telinga jeno.
jeno mengerutkan keningnya. "gue banget?" pria dihadapan jeno mengangkat bahu. "lu doang yang kosong. udah daripada yeji sendirian kasihan. Eh yeji, bareng sama jeno aja ya daripada sendirian" yeji yang dipanggil kebingungan. tapi ia tetap mengangguk. "oh oke kak. Ayo jen"
keduanya berjalan keluar dari indoor menuju ruang organisasi dimana berada di dekat toilet yang waktu itu. toilet dimana jeno dan yang lainnya berusaha menyusup.
"jen" jeno menghela napas saat ia tahu yeji sudah melihat sesuatu sejak awal. "pura pura ngga liat aja" jeno berujar sambil mencoba mengalihkan pandangannya dari sosok sosok yang berada di toilet yang berada tidak jauh dari ruang organisasi.
"AAAAAAA" yeji malah berteriak saat sesosok makhluk tanpa lengan dengan bagian wajah yang rusak menampakan dirinya di depan wajah yeji. teriakannya berhasil membuat jeno menoleh.
"jangan panik, tenang. jangan biarin mereka nakutin kamu. Baca doa aja yuk" ini masih sore tapi mereka sudah berusaha mendekat setelah merasa kalau jeno serta yeji mengetahui kalau mereka ada disana. Karena yeji masih panik, jeno kemudian mendekat. menutup mata yeji dengan tangan kirinya. "maaf ya, sebentar. aku bantu doa" ujarnya sembari mendekat kemudian berbisik di telinga yeji sambil membacakan beberapa doa yang sudah ia pelajari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...