karena jeno masih masa pemulihan, dengan terpaksa ia harus beristirahat di rumah lebih lama walau sebenarnya dia merasa kurang karena tidak beraktivitas. ia memilih menurut untuk tetap di rumah dan untung saja dia sedang tidak ada tugas di sekolah.
Di rumah, ia hanya berdua dengan sang papa yang juga kebetulan libur. Ibu tirinya pergi bekerja karena memang dia seorang wanita karir dan karina pergi untuk memandu sorak bagi tim basket sekolah nya dan sepertinya tidak akan pulang mengingat tim mereka masuk final dan biasanya mereka merayakan itu dengan menginap di salah satu villa sebagai perayaan bersama teman temannya.
Jeno mendengus, menatap langit langit kamarnya yang kosong. Biasanya ada satu dua yang mampir dan bisa jeno ajak ngobrol kalau gabut. dia juga tidak bisa melihat amanda dalam radius dekat apalagi anita. Benar, ini semua gara-gara taeyong yang memagari jeno sejak peristiwa pencekikan di rumah sakit. Jeno menyadari kalau sosok sosok yang biasanya dia lihat biasanya kini berubah menjauh.
Jeno mendesah lelah. Dia bingung harus apa. Main game? bisa digeplak bapaknya karena dia baru sadar sudah langsung berhadapan dengan komputer ber jam jam karena jika jeno bermain game tidak cukup satu jam, butuh minimal tiga jam untuk dia puas.
"pesen makan aja kali ya" ujar nya sambil melihat lihat ponsel nya. Di ponselnya juga tidak ada yang menarik selain chat 'cepat sembuh' dari teman temannya yang hanya bisa jeno ucapkan terima kasih seadanya. Toh dia juga sudah sembuh. Mereka saja yang lebay.
Dia juga aneh ketika merasa semua tubuhnya segar bugar padahal dia baru saja selamat dari kecelakaan yang hampir membuat nyawanya melayang untuk kesekian kali. Dia juga tidak percaya kalau dia keluar dari tubuhnya. benar. Dia tidak mengingat apapun selama dia tidur. Dia merasa seperti tidur seperti biasanya dan terbangun dari tidurnya.
Karena perutnya sudah berbunyi, jeno memilih untuk turun dan berharap tidak ada siapapun di dalam rumah sehingga dia bisa makan tanpa rasa canggung.
Namun sepertinya nasib nya tengah buruk, dia melihat papanya tengah duduk di meja makan sembari menyuap makanan dengan wajah mengantuk yang sama sepertinya sepertinya baru bangun tidur.
"jen, makan dulu" tegurnya. Rambutnya masih berantakan dan matanya masih menyipit karena baru bangun tidur. Jeno yang memang kelaparan menurut, memilih untuk mengambil piring, nasi, serta lauk dan memilih makan dalam diam.
Ini kali pertama bagi jeno duduk semeja dengan sang papa sejak dia kembali dari koma nya. Tentu saja rasa canggung melanda keduanya hingga jeno makan dalam diam dan tergesa gesa.
"pelan pelan aja makan nya" rupanya bian menyadari kalau anaknya berusaha mengunyah dengan cepat untuk pergi. Jeno mendengar itu memperlambat kunyahannya.
"biru" jeno yang sedang menelan nasi nya mendongak. "ya?" tanya nya dengan pipi menggembung.
"Udah sehat? mana yang masih sakit?" tanya nya sambil mengucek kedua matanya. Jeno mengangkat bahu. "biru baik baik aja. Kalian aja yang lebay" jawabnya sambil meneguk air minum nya.
Bian mendengus. Padahal jantungnya sudah merosot hingga ke kaki saat mendengar kabar kalau putra nya yang bebal ini lagi lagi kecelakaan bahkan kritis selama tiga hari di ruang icu. Tapi ketika bangun, dia hanya merasa tengah tertidur siang dan berujar bahwa dia baik baik saja. PADAHAL DIA KEMARIN KRITIS LOH?
"Biru, papa mau minta maaf sama biru. Papa tau papa salah sama apa yang udah terjadi sama kamu dan mama" jeno menelan nasinya dengan susah payah. Ia menghela napas.
"tau kok. Papa juga ngga bisa putar balik waktu kan? papa juga ngga bisa bikin mama tetap hidup dan tinggal bareng biru? papa juga ngga bisa bikin biru ngulang tiga tahun biru yang berharga. Biru paham" ujarnya tajam. Ucapannya terdengar datar. ia meneguk air nya hingga tandas kemudian meletakkan kembali piringnya di wastafel.
"biru udah maafin papa sama tante, cuma kalau nganggep tante jadi mama biru belum bisa, maaf. Biru masih butuh waktu" jeno berujar sambil berjalan menjauh.
"tapi kamu ngga benci karina kan?" jeno mengangkat bahu. "karina ngga salah. Yang salah kalian berdua" ujarnya sebelum melangkah kembali ke dalam kamarnya meninggalkan bian yang tersenyum tipis. Setidaknya anaknya tidak membenci karina, itu saja sudah cukup bagi dirinya karena dia tau dia salah.
***
"ARGHHH GABUT BANGET GUE" jeno berguling guling di kasur nya saat menyadari kalau dia tidak mengantuk. Ini salah nya sendiri kalau dia tidur habis maghrib dan bablas hingga jam dua belas, ia sudah sholat isya dan sekarang bingung harus apa karena dia benar benar tidak tau harus apa.
"bikin mie instan kali ya?" jeno dengan tenang akhirnya turun dari kamarnya. Tumben sekali dia bisa tenang turun dari kamarnya padahal ia tahu biasanya tengah malem seperti ini ada saja yang mampir ke dalam rumah. Emang ada untungnya ya di'pagari' oleh taeyong sehingga dia bisa keluar di tengah malam tanpa rasa takut.
"kuah atau goreng ya?" tangannya sibuk memilih mie yang tertata rapi di rak. Tadi pagi masih kosong tapi sepertinya ibu tirinya sudah menyetok semuanya hingga kembali terisi penuh.
"kuah aja deh" setelah berkutat di dapur, jeno mengambil satu mie kuah. Tak lupa ia mengambil cabai rawit, telur, serta sawi yang ada di dalam kulkas. Jeno bisa memasak tentu saja, tapi ini hanya untuk masakan sederhana. Tapi ya bisalah, empat per sepuluh nilainya.
Jeno melirik jam dinding, jam menunjukkan pukul satu malam dan dia masih melamun duduk menunggu air untuk rebusan menjadi mendidih.
cklek
jeno menoleh ke arah pintu yang tiba tiba terbuka dari luar. Ia melihat karina kembali pulang dengan kondisi yang berantakan?
"pulang sama siapa? ngga jadi nginep?" Jeno bisa melihat karina mematung. tentu saja karina tidak mengetahui jeno ada di dapur karena lampu tidak jeno nyalakan.
"iya. Naik taksi" ujarnya kemudian berjalan dengan terburu buru kembali ke kamar nya dengan langkah yang menurut jeno janggal. Langkah kakinya tertatih tapi tengah dipaksakan berlari menjauhi jeno dengan tergesa gesa
jeno mengangkat bahu. "aneh"
—————
jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanficSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...