jeno lagi lagi harus kembali meminta izin untuk pulang lebih awal karena ditelepon sang adik. Ia dengan terburu buru menyetir motor nya untuk kembali dari cafe ketika mendengar yeonjun dan keluarganya datang ke rumahnya.
Ia langsung memarkirkan motornya secara asal begitu melihat ada sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumahnya. Ia bisa melihat yeonjun yang wajahnya masih biru biru karena babak belur dan lukanya sepertinya baru.
"jen" yeonjun yang pertama kali menyadari kedatangan jeno langsung berdiri disusul kedua orang tuanya. Jeno menormalkan wajahnya. "cari siapa kesini?" tanyanya datar.
"bapak dan ibu ada? Om sama tante mau silaturahmi" Ayah dari yeonjun berujar. Sepertinya yeonjun tidak tahu kalau kedua orang tua jeno sudah meninggal beberapa waktu lalu.
"masuk aja dulu, pak, bu. Maaf ya rumahnya berantakan belum sempat diberesin" jeno berujar sambil membuka pintu. Ia tadi menyuruh karina untuk tetap di kamarnya sebelum dia pulang biar jeno saja yang menghadapi yeonjun dan orang tuanya.
"maaf ya berantakan" jeno mengambil buku buku nya yang berserakan di meja ruang tamu yang memang belum sempat ia bereskan saking sibuknya dia. Yeonjun dan kedua orang tuanya duduk di sofa.
"ayah sama ibu mana ya?" ibu yeonjun, wanita yang masih modis di usianya yang sudah menginjak lima puluh tahun. Dengan dress selutut hasil karya designer ternama yang jeno tebak harganya setara gajinya satu tahun atau mungkin bisa lebih.
Jeno tersenyum tipis. "ayah sama ibu saya kebetulan meninggal beberapa hari yang lalu jadi hanya ada saya dan adik saya tinggal disini" mendengar itu, yeonjun menundukkan kepalanya sementara kedua orang tua yeonjun menatap putranya tidak menyangka.
"jadi ada apa ya pak, bu?" kembali, jeno bertanya. Ia benar benar tidak ingin berlama lama untuk basa basi.
Ayah yeonjun berdehem pelan. "Kami kesini ingin bertanggung jawab atas perbuatan yang telah putra kami lakukan" jeno bisa melihat yeonjun menundukkan kepalanya dalam sembari mengaitkan kedua tangannya di depan tubuhnya, tegang. Jeno bisa melihat itu.
"memang apa yang telah yeonjun lakukan ke adik saya?" dengan sinis, jeno berujar. Tidak lagi ia menahan-nahan wajahnya untuk datar. Emosinya mendadak kembali mendidih saat mengingat apa ysng yeonjun lakukan.
"kami mohon maaf yang sebesar besarnya atas kelakuan yeonjun yang telah menghamili karina" jeno mengalihkan pandangannya saat ayah yeonjun, seorang pengusaha terkenal menurunkan harga dirinya untuk meminta maaf kepada jeno atas kelakuan anaknya. Pun dengan sang istri yang memakai pakaian serba mahal harus kembali menurunkan ego nya untuk meminta maaf atas tindakan yeonjun.
Jeno menghela napas. mencoba membuang semua emosinya melalui hembusan napas. "apa dengan kalian minta maaf kalian bisa ganti semua yang adik saya lalui? Trauma adik saya, masa depan adik saya? Apa kalian bisa mengganti semuanya? engga. Adik saya yang jadi korban anak kalian" jeno berujar. Rahangnya mengeras saking emosinya dia.
Ketiga orang dihadapannya hanya bisa terdiam mendengar ucapan jeno yang begitu tajam tepat pada sasaran.
jeno menghela napas. "jadi tanggung jawab apa yang kalian maksud? kalau semua tentang uang, maaf. Saya masih sanggup membesarkan adik dan keponakan saya dan sebisa mungkin saya akan membiayainya nanti sampai keponakan saya besar. Jadi kalau itu yang kalian maksud, kalian bisa pergi dari rumah saya sekarang karena saya masih ada shift dan karina adik saya sedang dalam keadaan yang tidak sehat"
"kami ingin menikahkan yeonjun dengan karina sebagai bentuk tanggung jawab yeonjun terhadap karina" jeno terdiam. Menatap yeonjun pelan dari atas kepala hingga kaki. "menikahkan pemerkosa dengan korban nya, begitu?" sindirnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...