cafe;-DKPO (2)

684 123 9
                                    

jeno terbangun sambil menggigil saat suara anggota osis terdengar membangunkan satu sama lain untuk sholat subuh. Dengan menggigil jeno ikut bangun dan mengantre untuk mandi sambil sesekali menguap. Anggota osis sudah menyiapkan sebuah area yang sepertinya akan dipakai untuk outbound nanti.

Jeno yang masih setengah sadar memilih untuk kembali tidur bersandar di pohon dan ya, tidak butuh lima menit kesadaran jeno menghilang. Ia kembali tertidur di bawah pohon sambil menunggu antrean mandi saking ngantuknya.

Mark yang menyadari kalau jeno tertidur menggelengkan kepalanya. ia beranjak untuk menepuk bahu jeno hingga jeno terbangun. "bangun. Kamar mandinya kosong noh. Kalau mau tidur di tenda aja" ujarnya kepada jeno. Mark sudah rapi dengan pdl yang ia pakai. Pun jeno yang mengalungkan seragam olahraganya nya di leher.

"hah iya iya" ujarnya setengah masih nge blank karena mengantuk tapi ia perlahan berdiri. "oh ya mark, lo telepon mas arkhan ya semalem?" jeno bertanya kepada mark yang hendak berjalan untuk membagikan sarapan. Mark menganggukan kepalanya. "iya. Kenapa emangnya?"

Jeno menggelengkan kepalanya. "engga. Pantes aja ngga ada yang ngedeket. di protect sama mas arkhan soalnya" ujarnya sambil menguap, ia kemudian berjalan sempoyongan meninggalkan mark yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Butuh lima menit lebih beberapa detik untuk jeno selesai mandi. Ia memakai parfum dan berjalan menuju tempat berkumpul. Dengan seragam olahraga yang menjadi atasan dan celana berwarna coklat tak lupa sebuah name tag yang ia kalungkan sebagai penanda kalau dia bukan peserta. Ia menghampiri yeji yang sedang membawa dua kotak makanan yang ia asumsikan untuk dirinya. 

"tidur jam berapa?" jeno bertanya sambil duduk di samping yeji yang mulai membuka nasi kotak nya setelah memberikan pada jeno bagian jeno. yeji menoleh. "langsung tidur. Kenapa emangnya?" jeno menggelengkan kepalanya. "engga. takut ada yang aneh aneh aja. Ya udah ayo sarapan dulu soalnya takut kecapean" jeno berujar sambil memakan sarapannya dengan lahap.

Karena dia hanya bertugas mengawasi, ia duduk saja di dekat pos terakhir. Membantu anggota osis sebisanya agar tidak terlalu membebani anak anak osis. Sesekali berbincang dengan pengurus osis yang juga duduk di sampingnya.

"lo jeno kan ya?" jeno yang sedang berbincang bincang menoleh. "iya bang. kenapa?"

"lo yang dicalonin jadi ketua mpk periode depan ya?" jeno mengerutkan keningnya. "waduh bang, gue malah ngga tau info apa apa nih" ujar jeno mengelak. Dia tentu saja tidak tahu kapan pemilihan ketua mpk. Setahunya sih setelah anak kelas sepuluh selesai ospek lalu ketua mpk dilantik untuk menjalankan pilketos selanjutnya.

"kata gue lo siapin diri aja. Soalnya nih gue denger denger nama lo satu satunya yang dipilih sama pengurus" jeno hanya tersenyum tipis, membayangkan dirinya menjadi ketua organisasi, bekerja di cafe, membuka tutor, bakal secape apa dirinya nanti ya?

***

Yeji membuka matanya saat kakinya terkena tendangan salah satu temannya. Ia mengerang dan melihat ke arah luar masih sepi sepertinya karena ini masih malam.

Mengambil jaket nya, yeji memilih untuk keluar karena sudah tidak lagi mengantuk. Mengambil ponselnya ke dalam saku dan perlahan mengeluarkan kaki dan anggota tubuhnya dari dalam tenda. Setidaknya api unggunnya masih menyala dan yeji bisa menghangatkan dirinya disana.

"ngapain lo jam segini bangun?" yeji terkejut saat ia keluar langsung melihat penampakan jeno yang sedang menyeduh sesuatu. Yeji mendengus. "lo juga ngapain bangun jam segini. Jam berapa sih?" yeji bertanya sambil menyalakan ponselnya. Jam baru menunjukkan pukul tiga lebih sepuluh menit. Pantas saja sedang dingin dinginnya.

"mau coklat apa kopi?" jeno bertanya. Yeji menunduk melihat jeno yang sedang duduk sambil mengaduk kopinya. "kopi" ujarnya. Jeno dengan baik hati melempar kopi hingga mengenai wajah yeji karena yeji tidak bisa menangkap lemparan kopinya.

"gue kesana deh. Nunggu sunset aja dari sana keliatan" ujar jeno sambil membawa kopinya kemudiam berjalan sedikit menjauh dan duduk di rerumputan sambil meminum kopinya. Melihat itu, cepat cepaf yeji menyeduh kopinya dan berjalan menyusul kemana jeno duduk sambil menggigil kedinginan.

Keduanya hanya diam, menikmati rasa pahit kopi di lidah sambil sesekali menggigil kedinginan.

Keheningan diantara keduanya diganggu oleh bunyi dering telepon dari ponsel milik jeno. Jeno menunjukkan nama yeonjun di telepon kepada yeji apakah dia diperbolehkan mengangkat teleponnya disini atau tidak. Dan yeji hanya menganggukan kepalanya. "angkat aja"

"kenapa njun?" teleponnya. ia sengaja mengeraskan suara telepon yang ia punya, karena memang angin yang cukup kencang jika tidak dikencangkan suwra telepon akar terdengar samar samar.

"lo tau ngga warung yang jual bubur kacang hijau jam segini?" yeonjun langsung menembak pertanyaan kepada jeno.

jeno mengerutkan keningnya. "jam segini banget? udah mau subuh loh ini.  Ngapin cok?" yeonjun berdecak.

"adek lo ngidam noh. Jam segini minta bubur kacang hijau. Mana minta pake jeruk nipis pula. Allahu akbar ngidamnya makin aneh aja gue liat liat" jeno tertawa pelan, pun dengan yeji yang ikut tertawa mendengar yeonjun yang mengeluh, ia bisa membayangkan kalau sekarang yeonjun tengah manyun manyun sambil memakai jaket nya untuk keluar rumah.

"perasaan ngidam nya ngga separah itu sama gue deh" jeno mengingat ingat, hampir tidak pernah karina meminta sesuatu kepada dirinya sejak hamil.

"lagi nunggu bapaknya kali si bayi. Gue mau ngeluh tapi itu anak gue. et et et mau kemana heh?" Terdengar suara grasak grusuk.

"buruan jenong kasih tau dimana ini adek lo mau nekat nyari sendiri soalnya" yeonjun kembali berujar.

"coba cari deket alun alun deh, disitu ada yang jual. Ngga banyak sih yang buka dua puluh empat jam tapi coba aja dulu, siapa tau ada" Jeno mengusulkan.

"oh oke, thanks. gue mau nyari dulu ya"  pamit yeonjun.

"iya hati hati. Jangan sampe adek gue lecet" ujar jeno sambil menutup teleponnya.

"karina udah mulai ngidam?" yeji bertanya setelah jeno menutup telepon. Badannya menggigil karena udara dingin yang begitu menusuk tulang. Jeno menganggukan kepalanya. "udah kayanya. Udah mau bulan ketiga sekarang. Udah mulai banyak mau" jeno berujar sambil tersenyum tipis. Ia melihat semburat jingga terlihat di hadapan mereka pertanda matahari akan naik ke permukaan.

"lo udah move on?" jeno menoleh kemudian bertanya kepada yeji yang sedang melihat keajaiban tuhan di hadapannya, matahari yang perlahan naik.

"move on? kayanya belum. Bayangin aja lo ditinggal nikah sama cowo yang selama ini bareng sama lo. Ibaratnya kita sama sekali ngga pernah berantem terus tiba tiba putus. siapa sih ya yang ngga kaget? tapi kalau ikhlas sih udah. Pelan pelan juga nanti gue move on kok" jeno hanya menganggukan kepalanya mengerti. lagi lagi ia hanya diam, memegang cangkirnya yang sudah tidak lagi panas. Hidung mancungnya perlahan terlihat karena cahaya sinar matahari yang jatuh ke arahnya.

"kalo lo gimana?" jeno yang sedang melihat ke depan menoleh saat yeji bertanya. Yeji bisa melihat pahatan tuhan yang begitu sempurna di hadapannya. Hidung tinggi, mata sipit yang terus menerus menghilang begitu senyumannya terulas, alis yang begitu tebal, kulit putih sempurna tanpa cela padahal dia tidak memakai sunscreen maupun skincare apapun.

yeji tidak pernah tau kalau temannya setampan ini.

jeno tersenyum. Jika kondisinya seperti dulu, ia akan mengatakan kalau dia akan mengejar siapapun wanita yang ia sukai mengingat wanita itu sudah putus. tapi sekarang, dengan mantap dia menjawab. "gue kayanya ngga ada waktu buat pacaran. Gue bakal lebih fokus buat nyari uang karena gue ngga tau apa yang bakal terjadi kedepannya"

—————

jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗

dear moonbinnie,
harusnya kita bisa ketemu tahun ini, ya?
tapi gapapa. semoga sekarang kamu ketemu bintang mu disana ya🕊

send your love to my man please. thank you❤️

Cafe : The Last mission Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang