Dengan menggunakan mobil milik sang papa, jeno benar benar membawa karina ke dokter kandungan setelah meminta saran ke orang orang yang lebih berpengalaman.
"jangan takut, gue disini" menyadari kalau wajah karina berubah panik begitu jeno menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit, jeno berusaha menenangkan sang adik.
Keduanya turun dari mobil, memilih membolos sekolah untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan. Dengan memakai hoodie yang menutup wajah tampannya, jeno turun dan berjalan berdampingan bersama karina yang menatap cemas ke arah sekitar siapa tau ada orang yang mengenal dirinya.
karena jeno sudah membuat janji lebih dulu, akhirnya mereka bisa masuk tanpa perlu mengantre terlebih dahulu.
Sang dokter yang melihat dua orang remaja yang sepertinya baru menginjak sekolah menengah atas hanya bisa tersenyum melihat kedatangan mereka, seolah tidak ingin menilai apapun yang ada di hadapannya.
"selamat pagi adik adik" dengan ramah, dokter perempuan berhijab menyapa kakak beradik yang nampak tegang ini mencoba memecahkan rasa canggung di dalam ruangan, begitupun salah satu perawat yang dengan ramah menyapa keduanya.
jeno tersenyum. "saya biru, dok. Ini adik saya karina. Saya yang udah buat janji sama dokter" jeno menjelaskan sementara di sampingnya, karina saling menggengam kedia jemarinya. mencoba menenangkan dirinya.
"mau di periksa langsung aja?" jeno menganggukan kepalanya. Membiarkan sang adik melangkah untuk merebahkan diri di salah satu ranjang. Dokter wanita tersebut mengoleskan gel di perut karina sambil menggerakan alat di perutnya. Jeno hanya bisa diam, bohong kalau dia tidak deg degan. Kakinya bahkan mengetuk ngetuk lantai dengan pelan. Dia tentu saja gugup karena ini kali pertama dia mengantarkan seseorang ke tempat seperti ini apalagi kehamilan ini sama sekali tidak diharapkan.
"gimana dok?" jeno bertanya saat karina sudah duduk di sampingnya. Dokter tersebut mengulas senyumannya. "selamat ya, bayinya sudah berusia 14 hari. Sudah masuk minggu ketiga sekarang" jeno menatap karina sekilas sementara karina menundukkan kepalanya, ketakutan dengan sang kakak.
"tapi bayinya baik baik aja kan dok? soalnya dia kemarin hampir khilaf" jeno bertanya memastikan. Dokternya tersenyum paham. "untung saja kemarin adik mas nya belum khilaf, obatnya belum diminum jadi dia masih baik baik saja. Kandungannya sehat, adik bayi nya juga tumbuh dengan baik. tapi mungkin yang dikhawatirkan adalah kondisi ibunya yang sedang hamil di usia muda memiliki banyak resiko tentu saja. tapi untuk sekarang selama si ibu belum memiliki keluhan, kami akan memberikan vitamin terlebih dahulu ya?" jeno mendengarkan dengan saksama apa saja yang dokter nya bicarakan. Ia menganggukan kepalanya. mencoba mengingat ingat nasihat yang diberikan oleh sang dokter.
"kalau gitu saya mau urus ini sebentar ya dok" jeno berujar sambil keluar dari ruangan, membawa resep obat dan vitamin untuk ditebus, membiarkan karina dengan dokter dan perawat di dalam ruangan. Jeno sengaja melakukan ini atas persetujuan dokter karena dokternya ingin memberikan mental support apalagi karina, bukan melakukan hal ini karena ingin sama ingin.
dokternya menggenggam tangan karina. "ngga apa apa. Jangan terus terusan bersedih apalagi sampai stress, ya? Kasihan adik bayi di perut. Kamu beruntung loh punya kakak yang peduli sama kamu. Banyak kakak di luaran sana yang bahkan ngusir adiknya dari rumah. Jangan takut, ya? Mungkin kedepannya ngga bakal sama lagi tapi saya percaya setiap anak memiliki rezeki nya masing masing. Ngga apa apa ya? Kedepannya bakal sulit buat kamu tapi inget, kakak kamu sesayang itu sama kamu dan ada dokter disini kalau kamu butuh teman cerita. Kamu calon ibu yang hebat"
***
"susunya cocok ngga?" jeno yang menjalankan mobilnya di tengah kemacetan menoleh ke arah karina yang tengah bersandar di kursi tempatnya duduk.
karina menganggukan kepalanya. "cocok, kok" jawabnya alakadarnya. jeno menganggukan kepalanya. "kalau ngga cocok, bilang aja. Biar nanti gue beliin apa yang kira kira lo cocok. Jangan sungkan" jeno berujar masih tidak mengalihkan pandangannya dari jalan karena memang sedang macet macetnya.
"kakak kenapa ngga marah?" karina memberanikan diri untuk bertanya kepada jeno. jeno akhirnya menoleh. "kemarin gue marah. banget" ujar jeno.
"bayangin aja anak cewe yang dijaga bener bener sama papa hamil yang bahkan gue ngga tau cowonya siapa. Papa se protektif itu sama elo tapi lo bisa bisanya nyampe hamil gini dan waktunya cuma beda beberapa hari sama kematian mama papa" jeno dengan blak blakan berujar. Karina yang mengetahui kesalahannya menundukkan kepalanya.
"lo masih ngga mau bilang siapa ayah nya?" jeno melirik karina, karina lagi lagi menggelengkan kepalanya.
"ya udah deh kronologi nya aja gimana sampai terjadi. Biar gue nilai lo patut disalahin apa engga" jeno mengganti pertanyaan.
"dia mabuk" karina mulai bercerita. Jeno memejamkan matanya, mencoba mengatur emosinya.
"kamu?" karina menggelengkan kepalanya. "aku ngga mabuk. Tapi dia iya" karina bercerita pelan. Jeno mengeraskan rahangnya. "jadi dia ngelakuin itu tanpa consent dari lo?"
lagi lagi karina hanya diam enggan menjawab.
"lo kenapa coba ngga mau ngasih tau nama dia ke gue?" jeno kembali bertanya. Karina menggelengkan kepalanya. "dia punya pacar, dia anak satu satunya yang dibanggain keluarganya. Gimana kalau pacarnya tau? gimana kalau keluarga nya tau?"
jeno mendengus keras mendengar alasan karina yang sebenarnya tidak masuk di akal dan logika miliknya. Kalau berdasarkan apa yang dibicarakan karina, karina memang sengaja menutupi identitas si bangsat itu agar jeno tidak tahu. atau lebih tepatnya agar jeno tidak nekat menghajar pria itu.
Karena jeno ketika emosi itu sangat buruk. Dia bisa memukul orang dengan brutal.
"lagipula ngga papa. Biar karin ngebesarin dia sendirian. Ngga papa, ya, adik bayi. Biar adik bayi sama ibu sama om" jeno hanya melirik karina yang mengeluas perut ratanya sambil tersenyum tipis. Meyakinkan diri nya sendiri bahwa kedepannya mereka akan baik baik saja.
Jeno hanya bisa diam. memilih melanjutkan menyetir dengan kecepatan normal hingga menuju rumah mereka. "turun gih, gue kerja dulu. Udah masuk shift. Langsung tidur aja. gue bawa kunci" karina menganggukan kepalanya kemudian turun dari mobil.
Sepeninggal karina, jeno mendesah lelah. kedua tangannya memegang kepalanya frustasi apalagi mendengar pernyataan adiknya yang seolah enggan memberi tahu siapa ayah dari bayinya. Rasa nya kepalanya sebentar lagi mau pecah. Jeno belum bisa berpikir begitu jernih untuk sekarang.
jeno cepat cepat meraih ponselnya, mencoba menghubungi siapa yang kira kira bisa membantu mencari ayah dari bayi yang dikandung adiknya. Setidaknya pria itu tahu kalau ada darah dagingnya. jeno tidak mau memaksa, tapi setidaknya biar dia tahu ada anak yang ada karena tindakannya.
"halo mas Arkhan, boleh minta bantuan?"
—————
mas arkhan to the rescue
jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
Fiksi PenggemarSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...