"nanti adek nya dijagain ya jen, dia belum pernah ikut kemah soalnya" jeno yang sedang pulang untuk mengambil ransel dan pakaian menoleh saat papanya berujar. Jeno menghela napas. "udah gede juga" ujar nya berkomentar tidak peduli dengan obrolan sang papa.
bian menghela napas saat melihat putrinya yang sedang memakan sarapan menundukkan kepalanya. "jen"
jeno menghela napas. "terserah lah. Jeno berangkat" ujarnya sambil menggendong ransel miliknya yang cukup besar.
"mau kemana? makan dulu. Biar papa anter sekalian sama karin nanti" jeno menoleh dan mengangkat bahu. "mau ambil gas di cafe. lagipula ini masih pagi. Mas Arkhan udah masak sarapan. Ngga enak kalau jeno ngga makan disana" ujarnya acuh.
"terus kamu ngga peduli sama mama kamu yang udah masak?" bian menahan diri untuk tidak emosi di pagi hari karena ulah jeno sementara istrinya memegang tangannya agar bian tidak kelepasan. Karena mau bagaimanapun jeno anak kandung bian.
jeno mengangkat bahu. "well, she deserves it" ujarnya cuek kemudian keluar dari rumah dengan ransel di punggung nya.
"Mama" karina menoleh ke arah sang mama nya yang mengangkat kepalanya menahan air matanya, memang salahnya hingga jeno membenci nya seperti ini. "udah kamu habisin makanan nya, ya. Nanti diantar pak dadang berangkat nya ya, papa soalnya ada urusan di kantor pagi pagi" karina hanya menganggukan kepalanya.
Jeno menghembuskan napas nya begitu ia keluar dari rumah dengan mengayuh sepedanya menuju cafe yang sebenarnya cukup jauh, tapi dia sadar kok dia tidak punya tabungan untuk membeli motor apalagi mobil. Ingin meminta papanya? cih, ada di dalam mimpinya. Lagipula dia masih bisa mengayuh sepedanya. Hitung hitung berolahraga secara gratis.
"Kok baru dateng? makan makan. gue udah siapin makan. kalau makan nanti pasti ngga keburu. Mana berangkat pagi lagi, duh. biasanya juga berangkat habis dzuhur kalau acara beginian. Bikin repot aja" jeno baru datang langsung disambut ocehan pak bos nya yang sedang mengelap jendela.
"nunggu apalagi? sana makan makan di dalem. Gue udah bikin nasi goreng. Kalau lo mau pake telor, sosis, atau baso, beli sendiri di minimarket depan terus masak sendiri ya, kita kehabisan bahan makanan ih lo awas dulu jangan ganggu gue dulu kenapa" dengan tangan yang masih bergerak mengelap kaca besar tembus pandang di bagian depan cafe sementara kepalanya menoleh ke arah 'seseorang' yang sedang berusaha menjahili dirinya, taeyong masih asik mengomel.
"iya iya" jeno cepat cepat masuk ke dalam cafe, lebih tepatnya di dalam dapur. Dimana ia sudah bisa melihat jaehyun sedang duduk dengan pulpen di tangannya serta dahi berkerut. Sepertinya dia sedang menulis data untuk belanja bulanan mengingat tadi taeyong mengatakan bahwa dia kehabisan bahan makanan.
Ia juga bisa melihat mark dengan almamater miliknya duduk di lantai sambil makan nasi goreng dengan kerupuk yang entah ia dapat dari mana sementara sungchan juga duduk di lantai dengan piring penuh dengan nasi.
"jen, makan dulu" mark mengajak jeno untuk sarapan. Jeno menganggukan kepalanya kemudian menurunkan tas nya dan mengambil nasi goreng yang masih ada di wajan. Ia segera mengambil piring dan duduk di lantai di samping mark. "bagi kerupuknya ya" ujar nya pada mark. Mark mengangguk "ambil aja"
jeno memejamkan matanya sebentar, mengucap doa dalam hati sebelum mulai makan. Menu seadanya yang sangat amat berbeda dengan menu yang tadi ada di rumahnya. Jika tadi di rumahnya, lengkap, dari jajaran menu western ada hingga nasi uduk dengan lauk telur balado juga ada, sementara disini hanya ada nasi goreng dengan bumbu alakadarnya yang cukup lah untuk mengganjal perut empat pria ini.
"Ayo jen gue anterin. Biar sungchan berangkat sama bang jae" ujar mark sambil meletakkan piring nya ke wastafel. "nanti biar gue yang cuci. Mending kalian berangkat deh" jaehyun yang masih sibuk menulis berusaha mengusir adik adik nya untuk cepat cepat berangkat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe : The Last mission
FanfictionSabiru Jeno Mahaprana terbangun setelah tiga tahun dari tidur panjangnya yang begitu lelap dengan fakta bahwa sang ibu, ternyata sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya saat ia tertidur. Tak hanya itu, Jeno juga terbangun dengan sebuah kemampuan...