cafe;-kelabu

670 117 0
                                    

jeno berjalan dengan cepat menuju rumah sakit dimana jenazah ayah dan ibu tirinya berada. Kali ini ia sendirian, berlarian lorong demi lorong mencari dimana karina berada. Karina pasti sedang sendirian.

"jeno?" jeno membuang napas lega begitu melihat teman temannya yang ternyata benar benar datang. Tadi, dia menelepon siapapun untuk setidaknya menemani karina sampai dia datang dan ternyata ketiga teman nya sepaket dengan pasangannya nampak duduk di ruang tunggu sementara kakak kakak cafe nya mengurus segalanya di rumah. Tenda serta pemakaman yang menurut jeno lebih baik dilaksanakan sekarang saja.

"thanks udah dateng" jeno berujar. Haechan menepuk bahunya. Ia tadi sedang tiduran di rumah sembari bermalas malasan hingga jeno menelepon di grup untuk siapapun yang bisa datang ke rumah sakit, datang secepat mungkin karena jeno tahu karina sendirian dalam keadannya yang sedang tidak sehat. Ia masih ingat betul wajah pucat sang adik saat ia berangkat bekerja tadi.

"santai. Yang tabah ya jen. Yang kuat" mereka memeluk jeno sekilas. Menepuk nepuk bahu temannya yang lagi lagi kehilangan orang yang disebut orang tua. setelah ibunya meninggal, sekarang secara bersamaan ayah dan ibu tirinya meninggal karena insiden tertabrak kereta api. Entah jeno belum tau detailnya, nanti ia bisa tanyakan ke polisi yang bertugas.

"thanks. adek gue mana?" jeno tanpa basa basi menanyakan keberadaan karina. Renjun menunjuk seorang gadis yang duduk di depan ruang gawat darurat, menutup kedua wajahnya di sela sela lututnya. bahunya bergetar karena tangis yang terlampau kencang.

jeno melangkah mendekati sang adik yang masih menangis. menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan karina kemudian merengkuhnya ke dalam pelukan.

Karina yang merasa dipeluk mendongak melihat siapa yang memeluknya, tangisannys kembali pecah saat menyadari siapa yang memeluknya. Kakaknya disini.

"kakak" jeno hanya bisa memeluk karina lebih erat saat gadis cantik itu meremas kaus nya. Mencoba mencari ketenangan dari sang kakak yang hanya bisa diam. Membiarkan karina meluapkan rasa sedih dan terkejut nya dengan menangis.

"mama sama papa pergi tinggalin karina. Karina sendirian. Karina takut. Karina nanti sama siapa?" karina meraung di pelukan jeno. Mata jeno berkaca kaca. Ia memeluk adiknya lebih erat. "ada kakak. Ada kakak disini" ucapnya berbisik di telinga sang adik, mengingatkan kalau dia tidak akan meninggalkan adik berbeda ibu darinya itu. Mencoba meyakinkan kalau karina akan baik baik saja walau sebenarnya tidak. Jeno bahkan masih gemetar.

"keluarga dari bapak bian dan ibu sinta?" seorang kepolisan datang dengan terburu-buru dari ruang jenazah.

"saya anak nya, pak. anak sulung dari mereka" jeno berujar. tidak melepas pelukan dari karina.

"Apakah mas nya bisa ikut kami sebentar buat mengurus kepulangan jenazah ibu dan bapak bian?" jeno menganggukan kepalanya mencoba tegar saat menyebut kata 'jenazah' tapi tidak dengan karina. Jeno merasa tubuh dipelukannya semakin berat.

"karina? dek?" ia menepuk nepuk bahu karina  yang sekarang tidak sadarkan diri di pelukan jeno.

"biar gue yang urus karina. lo urus dulu itu. ngga papa. Gue izin bawa ke igd ya. kasihan pucat begitu" jaemin mengambil alih karina, oh tentu saja ia sudah mendapat izin dari sang pacar untuk membawa karina.

"jadi gimana pak? Kecelakaan murni karena kesalahan orang tua saya atau gimana?" jeno, sambil berjalan menuju ruang jenazah memberanikan diri untuk bertanya kepada polisi yang mendampingi dirinya.

"sebenarnya orang tua adek melewati rel kereta tanpa palang pintu dan penjagaan. Beliau ngga menyadari kalau misalnya ada kereta yang udah dekat dan ya terjadilah. Ngga hanya mobil bapak yang mengalami kecelakaan, ada lima korban yang lain dan karena maaf kondisinya ada yang berantakan, jadi saya minta tolong adek apakah adek mengenali jasad orang tua adek" jeno menganggukan kepalanya. memahami betul apa maksud dari polisi dan dia tidak masalah dengan itu.

Cafe : The Last mission Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang