41. Salah arah

1.3K 71 0
                                    


41. Salah arah






Seharian ini Aleo dirumah, gak masuk sekolah. Hpnya lowbet dan tidak mengabari siapapun.

Tentang mamanya, Aleo belum membicarakannya lagi, karna kata papanya diam dulu sampai mama siap memberi tau sendiri.

Aleo berjalan kedapur, meminum segala air dengan sekali teguk. Dirumahnya tidak ada orang, karna mamanya katanya pergi kerja, atau mungkin itu hanya alasan saja karna sebetulnya pergi berobat.

Aleo duduk didepan TV, duduk diam tanpa menyalakan TV di depannya. Pikirannya entah kemana, banyak hal yang sejak tadi malam tidak berenti dikepalanya. Bahkan sulit baginya tidur dengan rasa tenang.

Aleo menyalakan poselnya, dan mengisi dayanya. Ada pesan dari grup Vagos yang ramai dan panggilan tak terjawab dari Levi bahkan teman-temannya yang lain.

Aleo membuka pesan dari Levi.

Levi: Le kerumah sakit sekarang, Ekal sadar.






*****

"Alora, duluan ya," Ucap Acha lalu pergi meninggalkan nya.

Alora menunggu bis, Aleo tidak datang kesekolah dan Alora tidak menguhubunginya karena ponselnya tertinggal.

"Alora!" Teriak Bian memanggil namanya membuatnya terkejut karan kedatangan laki-laki ini yang tiba-tiba.

Bian melepas helmnya. Tergesa-gesa seperti sesuatu yang buruk terjadi. "Ra lo harus ikut gue sekarang!"

"Kenapa yan?"

"Ra Vagos tauran lagi sama Roger, dan sekarang Aleo dirumah sakit. Aleo kecelakaan."

Alora menarik nafas dalam, berusaha menetralkan detak jantung nya. Sudah tak memikirkan banyak hal, dan segera meminta Bian mengantarnya. Tanpa memikirkan hal buruk yang terjadi kedepannya.

"Bian, tolong anter gue ke Aleo sekarang."

Bian memberikan helmnya pada Alora segera menyalakan mesin motornya dan pergi dari tempat itu. Bian tersenyum kecil dari balik kaca helmnya.



"Ra, lo masuk perangkap gue."

*****

"Udah berapa hari lo sadar anj, kenapa baru ngabarin?" Ucap Ical emosi.

Ekal tertewa pelan. "Dua hari lalu gue udah sadar, tapi kalo lo-lo pada dateng, gue pura-pura tidur, ntar ada drama kalo gue bangun lo nangi-nangis Cal."

"Najis banget anj!" Decak Ical, padahal emang sebenarnya dia paling heboh waktu tau Ekal koma.

Cakra berdesis. "Halah gede gengsi lo, padahal emang nangi-nangis!" Cakra ganti menatap Ekal. "Tapi lo parah babi, gini amat malah pada mainin kita!"

"Hahah sorry, bro," Ekal melihat Levi dan Aleo yang sejak tadi diam. "Tu dua curut kayak nya gak ada yang seneng deh gue bangun dari koma,"

Naufal meletakan buah disamping Ekal. "Lo tau, tuh mereka bolak-balik ke RS cuma liat lo udah sadar belum, eh lo nya ngibul anjir."

Ekal tertewa keras, ternyata masih banyak orang-orang dan teman-temannya yang peduli padanya.

"Lev, gimana aman Vagos?"

"Aman gak ada lo gak berisik," Ucap Levi bercanda membuat mereka tertawa. "Makanya gausa tidur mulu lo,"

"Gak cape tapi, seru tidur terus."

Ical menatap sinis, "mulut lo tidur mulu bau terasi anjir, gak gosok gigi lo!"

"Ya namanya baru bangun koma goblog,"

Cakra tertawa kencang, "hahaha gesrek ni otaknya,"

"Hah!!!" Ekal membuang nafasnya tepat di depan Ical, membuat laki-laki itu mengumpat.

"Anj bau belacan!"

"Hahahahah, mampus lo!"

Levi menatap Aleo yang sejak tadi diam, Levi tau karan laki-laki itu sudah menceritakan nya. Levi juga bingung, kalau biasanya bisa mengungkapkan kata-kata pada Aleo, tapi kali ini rasanya berbeda, dan Aleo memintanya untuk jangan dulu memberi tau anak-anak yang lain tentang nya yang akan pindah atau tidak.

Acha masuk membawa makan dari rumah sakit, tadi dia datang bersama mama Ekal, tapi mamanya pergi membeli sesuatu.

"Neng ikut abang dangdutan yuk?" Goda Cakra, seperi video di tiktok yang dia lihat.

Acha menyondorkan pisau kecil untuk mengupas buah. "Mau mati lo?"

"Buset, pisikopat ni cewe."

"Bunuh aja Cha."

"Apasih anjeng gaje banget," Decak Ical karna Cakra mendorong nya, "mau apa lo nyet?"

Cakra menunjuk obat-obatan di tangan Acha. lalu segera pergi dari ruangan karna dia tidak bisa melihat orang minum obat, rasanya seperti dia yang akan muntah.

"Anjay, otot gede sama obat takut. Cemen Lo!"



*****




"Brengsek Lo, Yan!" Teriak Alora marah, Alorak sejak tadi memukul pintu tapi sama sekali tak ada tanda-tanda dibuka pintu itu.

Dia pikir, bisa mempercayai Bian tapi apa maksud laki-laki itu mengurung nya disini. Dia pikir selama ini Bian adalah teman yang baik sama seperti ketika SMP dulu. Tapi Bian yang Alora kenal dulu sekarang jauh berbeda.

Tangan Alora diikat satu dengan tali, tak bisa membukanya karna diikat tinggi.

Braak

Muncul sosok Bian membawa makanan, dengan wajah kaku. "Makan Ra,"

"Gausah sok baik Bian, lepasin gue sekarang. Lo bilang Aleo kecekaan tapi kenapa lo kurung gue disini!"

Bian menghela nafas panjang. "Gue cuma mau surat yang dicuri mereka di gue kembali, dan lo kunci satu-satu nya."

"Lo pernah sadar gak sih Ra?"

Bian mengusap wajahnya yang terasa keluh, rasanya sudah tak ada belas kasian lagi. Dia harus mendati surat itu kembali jika tidak ingin di jebloskan ke penjara.

"Lo yang harusnya sadar Bian!"

Bian membanting kaca di sebelah Alora membuat perempuan itu tersentak kaget. "Lo yang gak pernah sadar sama perasaan gue selama ini!"

"Gue nunggu lo dari dulu, gue selalu usahain ada buat lo, tapi apa lo milih Aleo. Cowok yang masih baru lo kenal!" Ucao Bian emosi, "dan sekarang bukan masalah itu aja Ra, surat yang mereka curi itu jauh lebih penting dari pada Perasaan gue sekarang."

"Gak Bian..." Alora menggantung ucapannya, berusaha menahan tangis karna rasa takut yang mulai menghampiri nya. "Bian please, gue tau lo dulu baik gak gini, ayo kita bicarain baik-baik Bian."

"Gak Ra!" Teriak Bian, laki-laki itu menggenggam erat pergelangan tangan Alora sampai perempuan itu merintih kesakitan. "Gue mau surat itu balik!"

Bian mengluarkan ponselnya, mencari nomor Aleo, lalu menekan tombol hijau untuk dihubungi nya.

Terdengar suara telpon tersambung membuat jantung Alora terpacu lebih cepat, dia benar-benar tidak pernah berfikir ada di situasi seperti ini. Bagaimana jika mamanya tau, dan sialnya tadi pagi dia berpamitan dengan mamanya akan menginap dirumah Acha.

"Bian kita omongin ini baik-baik please, gue tau lo bukn orang yang seperti ini," Ucap Alora masih memohon.

"Diem lo!"





"Aleo?" Panggil Bian saat telpon tersambung muncul senyum smirk diujung bibirnya. "Apa kabar Le? Gimana temen lo Ekal? Kayaknya udah sadar ya sampai berani nyusup ke rumah gue."

"Maksud lo apa!"

Bian terkekeh. "Suruh temen lo balikin surat gue, dan akan gue lepasin Alora."















Byebbye

Dear AleoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang