44. Keadilan

1.2K 82 3
                                    


44. Keadilan












"Dooor!"


Raya dan Alora menghentikan langkahnya, berbalik badan dan tercengang saat Bian benar-benar sudah kehilangan langkah.

"Selangkah aja lo berdua, gue tembak!"

Alora menahan tangannya yang gemetar luar biasa. Baru pertama kali menghadapi orang yang mengacamnya dengan pistol.

"Ra, jangan panik" Bisik Raya menenangkan perempuan itu.

Bian tersenyum smirk saat mereka berdiam diri tak ada yang berani melangkah. "Mau gue jadiin kayak Fatmah lo?"

"Brengsek lo!"

"Ayo, salah-satu dari kalian gue jadiin kayak Fatmah," Bian tersenyum simpul, maju perlahan sambil menodongkan pistol kearah mereka.  "Lo tau, meraka semua nuduh Ekal yang bunuh Fatmah kan?"

"Lo kira, lo akan hidup dengan tenang setelah ini?" Tanya Raya kaku.

"Lo kira lo bakal hidup setelah ini?" Balas Bian tersenyum kecil, lalu tertawa kencang. "HAHAHHA"

"Mau gue tiduran kayak Fatmah?"

Plakk

Satu tamparan dari Alora berhasil membuat wajah Bian memerah. Alora dengn tangan gemetar, dan menuruknya ucapan Bian sudah gila. "Orang gila lo! Psikopat!"

Bian memegangi wajahnya, terasa kebas karna tamparan itu. Dengan senyum smirk di ujung bibirnya, Bian menodongkan pistol tepat didepan kepala Alora.

"Mau mati Ra? Berani lo nampar gue?" Tanyanya tajam.

Alora merasakan tubuhnya gemetar, dan Raya disampinhnya menyadarinya, Raya juga merasa kaku saat Bian menyodorkan pistol tepat di kepala Alora.

Alora yang sejak tadi menahan tangis, akhrinya mengeluarkan air matanya yang sejak tadi ditahan, dia berharap seseorang akan menolong mereka.


Alora takut, bahkan sangat takut.





Bian dengan mata memerah, menarik pelatuknya.










"Doorrr!"






























"Angkat tangan!" Suara berat milik seorang polisi membuat mereka semua menoleh. "Anda ditangkap atas kasus pelecehan dan pembunuhan."




Bian terkekeh, dia dijebak.

Ekal mengatakan, akan datang jam 2 siang. Tapi Ekal datang tidak sendiri, dia bersama anak Vagos pukul 7 pagi dan bersama polisi.

Alora terduduk lemas, terlepas dari situasi mecengangkan tadi. Tak pernah dibayangkan akan berhadapan dengan pistol.

Aleo turun dari motor, melepas helmnya langsung menghampiri Bian hendak menghabisinya. Tapi berhenti saat laki-laki itu kembali menodongkan pistol kearah Alora.

"Ada yang berani deket, gue bunuh ni cewe!"

Alora menarik nafas dalam. Dia pikir Bian akan takut karna kedatangan polisi. Tapi laki-laki itu semangkin gila.

"Harap turun kan pistol anda!" Ucap polisi itu.





"Dorrrr!"

"Brakkk!"

"Alora!"

"Ra!"

Alora merasakan tubuhya melemas. Levi dari belakang menendang Bian saat laki-laki itu tak menoleh, beruntung akan tembakan Bian meleset dan mengenai sedikit bahu Alora.

Dear AleoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang