47. Mari berpisah

1.9K 110 23
                                    

47. Mari berpisah

Alora berlari kecil ke halte, takut ketinggalan halte menuju rumahnya. Dia sepersimpangan Cafe kanesha, tempat biasa kumpul dengan teman-temannya.

Langit mendung, dan sudah mulai gerimis. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Mungkin, juga dia tidak sempat menunggu bis, karena sudah tertinggal.

Alora menghentikan langkah nya, hujan mulai deras. Tapi langkah nya tak juga berlari menepi. Alora melihat Aleo, melihat laki-laki itu dengan seorang perempuan.

Ditengah hujan, Alora belum beranjak. Mendengar semua obrolan mereka walaupun samar-samar. Alora seakan bertanya, Aleo akan pergi kemana? Kenapa perempuan itu tau, dan Alora tidak.

Kaki Alora melemas, saat perempuan itu memeluk Aleo, lalu menyatakan perasaannya. Dan sialnya, yang membuat jantung Alora terpacu lebih cepat adalah,

Aleo balas memeluk perempuan itu.

Alora melihat ponsel nya saat ada satu notif kasih dari Acha. Mengernyit heran, karna Acha bertanya tentang kepergian Aleo.

Alora mundur beberapa langkah, lalu pergi dari halte, membiarkan derasnya hujan membasahi tumbuhnya.

"Le lo mau pergi kemana?"

"Le kenapa gue ga tau apa-apa?"

******


Aleo datang ke rumah Alora, tapi perempuan itu tidak ada. Aleo sengaja menghindari Alora karna belum siap mengatakan semuanya. Aleo takut Alora akan sedih.

Tapi, disinilah Aleo bediri. Didepan gerbang sekolah, padahal sudah sore, dan hujan pun sudah reda. Aleo menghubungi Alora, dan perempuan itu memintanya bertemu di gerbang sekolah yang sudah tidak ada murid-murid lagi.

"Alora?" Panggil Aleo setelah membuka helm dan turun dari motornya. Aleo melihat seragam Alora basah semua. Aleo melepas jaketnya, lalu diberikan ya pada Alora. Tapi perempuan itu masih diam menatapnya. "Ra kenapa disini? Kenapa belum pulang? Gimana kalo terjadi sesuatu lagi dengan lo, Ra?"

Alora menata Aleo. "Le ada yang mau lo omongin Gak?"

Aleo mengernyit bingung, tak mengerti. "Ra, ada apa?"

Alora terkekeh, miris. Aleo masih bisa bertanya ada apa, kadang Alora berfikir, sebenarnya dia siapa dihidup Aleo. "Le, Gue siapa lo si Le? Gue gak sepenting itu dihidup lo ya Le?"

Aleo menarik nafas dalam. "Ra-------"

Alora memotong ucapan Aleo. "Kenapa Le? Dari banyak nya orang lain yang gak penting, kenapa harus gue yang lo jadiin gk penting setelah semua yang lo lakuin,"

"Ra, bisa dengerin gue dulu?" Tanya Aleo dingin.

Alora menepis tangan Aleo saat akan menyentuh bahunya. "Mau pergi kemana Aleo?" Tanya Alora akhirnya tak bisa menahan air matanya, terlepas dari kejadian ini, yang membuat Alora takut adalah kemana Aleo akan pergi.

"Mama sakit Ra, gue harus anter mama dan temenin mama berobat keluar negeri."

"Udah kan Le? Kenapa ngomong gitu aja baru sekarang? Kenapa gue orang terakhir yang tau ini, dan sialnya gue gak tau dari lo" Alora menatap Aleo tak habis fikir.

"Lo bisa ngomongin sama gue sejak awal, dan pasti gue ngertiin karna tentang mama lo. Gue juga mau mama lo sembuh Le,"

Aleo berdecak, menyibak rambut nya kebelakang frustasi. "Ra, tolong ngertiin gue,"

"Lo yang harus ngertiin gue Aleo!"

Aleo diam, tau Alora sedang emosi dan Aleo mengerti. Tapi bukan kah Alora juga harus mengerti sedikit bagaimana posisinya sekarang.
"Ra, gue selalu sabar dan mau ngerti lo. Tolong Ra, tolong ngertiin gue sekali ini,"

"Lo cape kan Le, sama gue? Ikutin aja mau lo, jangan kasian sama gue Aleo."

Aleo mengehela nafas. "Kalo ikutin gue, banyak yang rusak. Ngerti?"

Aleo memeluk perempuan itu, membiarkan Alora terisak. Sungguh hati Aleo juga sakit melihat Alora menangis, pasti ada alasan kenapa Alora jadi seemosi ini.

Alora melepas pelukan Aleo, mulai meredakan emosinya, dan membuang tentang ketakutannya dulu. Dan membuat egonya dulu.

"Le, tentang kita, dan hubungan ini? Berapa lama lo pergi Le?"

Aleo mengusap wajahnya kasar. "Gue gak bisa kasih kepastian kapan gue akan pulang Ra,"

Alora menahan sesak di dadanya, sejak tadi. Aleo benar-benar buntu, rasanya sudh tidak bisa berfikir karna segala rasa takut yang tiba-tiba datang.

"Keadan gak bisa nyatuin kita, Ra."

Basi.

Aleo menetralkan detak jantungnya. Sejak tadi menahan bicaranya, tapi di harus mengambil keputusan. Dia tidak bisa janji pada Alora kapan akan pulang, jadi Aleo akan membuat keputusan.

"Gue srius Ra, gue ingin sendiri Dulu. Tolong hargai ya kemarin" Aleo menjeda beberapa detik ucapan nya.

Alora terpaku, ucapan Aleo membuatnya seakan hilang kesadaran. Terkejut sekaligus tak menyangka.

"Gue mau ngomong dari kemarin ke lo, langsung. tapi gue gak sanggup liat lo sedih Ra. Takutnya"

Aleo menggenggam tangannya sendiri kuat-kuat. Sungguh hatinya ikut sakit. "Gue tau Ra, gue salah. Selama ini gue terlau mendam semuanya sendiri, padahal ada lo."

"Jadi udahan Le?" Tanya Alora terisak.

Aleo menendang helm ditangannya. "Pencundang gue Anjeng!" Makinya sendiri.

"Egois!" Tutur Alora. "Mau lo apa si Le?"












"Selesai aja."

Alora lagi-lagi terpaku, untuk kesekian kalinya. Tak menyangka hubungannya akan berakhir hari ini. "Kenapa jahat, Aleo?"

"Gue ngerti Ra, gue jahat."

"Tapi gue bisa apa Le?" Alora masih terisak, tapi kau ini tahannya, diakan lihat dari sudut pandang Aleo dan berusaha mengerti. Mungkin benar kata Aleo. Keadaan gak bisa nyatuin mereka.

"Tolong hargai keputusan gue, Ra?"

"Aleo?" Panggil Alora, membuat laki-laki itu menoleh. "Le baik-baik ya, gue akan menghargai keputusan lo," Ucap Alora tersenyum kecut.

Aleo menatap perempuan itu, bohong kalau Aleo bilang ini tidak sakit.

"Mari berpisah Ra, untuk kembali menata diri masing-masing dan bertemu lagi di versi terbaik."

"Gue udah lepasin lo ya Ra," Sambung Aleo.

Alora tersenyum kecut. "Iya gue lepasin lo juga Aleo,"

Terdengar suara tercekat diujung perkataan Alora, seperti menahan tangis. Dan Aleo tau itu.

"Maaf udah gak bisa nemenin Alora. Semoga bahagia walau kita sudah berbeda jalan, baik-baik ya."

Alora tersenyum simpul, " Terima kasih Aleo, dan maaf untuk semuanya."

"Gini rasanya gue lepasin lo, sebentar aja udah lemah. Gatau kedepannya gimana Ra,"

Alora memilih tidak berbalik, meninggalkan laki-laki itu. Kaki nya melangkah bersamaan dengan seluruh rasa ikhlasnya pada Aleo.

Sudah semestinya begini bukan? People come and go.











*****

Hahahhahaha ku mau ketawa.

Ini serius pada dapet feel nya gak sih pas baca part ini?

Geng jangan hujat Aleo, coba kaian liat dari sudut pandang dia juga, sulit.

Liat juga dari sudut pandang Alora.

Intinya ikuti aja alurnya lah geng.

Yang mau happy ending atau
Sad ending?

Publiksikan bab ini butuh mental yang kuat geng.

Dear AleoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang