46. Masa yang hampir habis
Alora meletakan handphone nya dimeja. Sudah seminggu Aleo tidak sekolah, tidak bisa hubungi, bahkan Alora sempat datang ke rumah Aleo tapi tidak ada siapapun.
"Tanya sama temen nya aja Ra," Usul Acha.
Alora melongos, menelungkupkan kepalanya di meja belajar. Alora khawatir dengan laki-laki itu. Bukan terus memaksa Aleo harus mengabarinya, tapi setidaknya dia harus tau kenapa Aleo menghilang selama seminggu.
Acha menarik lengan Alora agar segera bangun, "Ra ayuk lah kantin, udah tunggu Tiara sama Renjani itu."
Alora mau tak mau bangun, dan mengikuti Acha dari belakang. Tersenyum kecil saat seseorang melewatinya, karna dia mengenalnya.
Ada beberapa orang yang lewat didepan Alora, tapi seperti tatapan tidak menyenangkan. Tapi Alora memelih mengabaikan.
"Lama banget lo pada, cepetan keburu rame kantin" Renjani menarik tangan Alora agar perempuan itu berjalan sedikit lebih cepat.
"Itu kenapa di mading rame banget dah?" Tanya Tiara bingung sendiri, tapi karna jiwa keponya sangat tinggi, perempuan itu mengajak yang lain ke mading dulu.
Acha yang sebenarnya juga kepo, mengikuti Tiara dari belakang kearah mading. Alora yang badanya kecil agak terhimpit, tapi Acha berusaha menarik perempuan itu agar bisa melihat mading karna sangat ramai siswa dan siswi berkumpul di depan mading.
Ternyata ada berita bahwa sekolahnya akan mengadakan acara pentas seni, setiap tahun. Dan murid-murid akan heboh jika acara ini sudah akan dilaksanakan.
"Sumpah malah gue gak punya dress baru" decak Acha, mereka keluar dari kerumanan mading. "Duh, harus cakep gue di hari itu."
Renjani memutar bola matanya malas. "Yaelah palingan acaranya ngebosenin,"
"Ye sok tau lo," Tiara jalan didepan mereka. "Katanya tahun ini ada acara spesial nya, kita liat aja apaan itu,"
Alora yang tidak mengerti hanya diam menyimak. Perempuan itu masih sibuk berperang dengan pikirannya sendiri.
"Ra kenapa diem mulu sih?" Tanya Acha heran. "Jangan di pikiran, kita makan dulu aja dikantin, ntar juga lupa."
Alora menghela nafas lalu tersenyum kecil, segera beranjak mengikuti teman-temannya ke kantin.
*****
"Le serius? Bohong kan lo?" Tanya Ical tak percaya. Karna laki-laki itu tiba-tiba akan pindah dan entah kapan kembali. "Le, prank kan? Mana kameranya?"
Yang lain juga masih tak percaya, pasalnya yang dikatakan Aleo sangat tiba-tiba. Bahkan Levi pun sejak tadi hanya diam tak akan menduga hal seperti ini.
"Serius Le?" Tanya Naufal.
Aleo mengangguk, menghela nafasnya dalam-dalam. "Gue gak mau mama sendirian disana, gue mau temenin mama gue sampai sembuh, dan gue akan balik ke jakarta."
Levi menatap laki-laki itu. "Trus Alora?"
"Gue akan bicarakan baik-baik," Aleo membuanh sisa rokoknya. Entahlah hari ini rasanya di banyak menghabiskan beberapa batang rokok. "Gue berharapnya dia bisa ngerti,"
"Jadi maksudnya lo, LDR gitu?" Cakra menatap Aleo heran. "Yakin lo? Lo paling gak bisa LDR kan?"
Itu yang Aleo bingungkan sejak awal. Karna kata orang hubungan LDR jarang ada yang berhasil dan kebanyakan akan gagal. "Gue belom bisa mikir untuk yang itu,"
Ekal menepuk pelan bahu laki-laki itu. "Gue dukung Le, apapun keputusan lo. Tapi gue harap lo juga bisa ngertiin perasaan Alora."
Ical mengebrak meja, membuat yang lain tersentak. "Le? Anjir lah. Serius pindah? Boongkan?"
"Kenapa lo masih gak percaya si Cal?" Tanya Aleo.
"Ya gue gak bisa aja lah tiba-tiba gini lo mutusin pergi Le," Ucap Ical tak terima. "Emang gak ada cara lain Le? Siapa ntar yang nebengin kalo ban gue bocor? Siapa yang traktir gue makan bakso bang Rojak Le? Le serius jangan becanda lo lah."
Aleo menarik nafas dalam, sejujurnya dia tidak ingin meninggalkan Alora, teman-temannya, sekolahnya, kota ini.
Tapi ini untuk mamanya, Aleo tidak bisa menolak. Harus dengan apa lagi Aleo membalas kebaikan mamanya jika bukan menemani mamanya sampai sembuh.
"Keberangkatan gue mungkin Lusa."
Semua menghela nafas. "Lo balik kan?" Tanya Levi.
Aleo mengangguk.
"Congrats Le, kita nunggu kepulangan lo" Diantara yang lain, akhirnya Levi lah yang mulai memberi izin atas perginya Aleo dari mereka, bukan pergi jauh. Melainkan pergi dulu, dan nanti akan kembali.
Cakra akhirnya pun tersenyum kecil, mungkin nanti baginya akan terasa kurang karna tidak ada Aleo lagi. Tidak ada laki-laki bermata sipit itu lagi. "Baik-baik Le disana, semoga mama lo bisa sembuh."
"Nanti kita anter lo kebanda Le, sebagai perpisahan kita," Ucap Naufal membuat yang lain menyetujui.
"Bakal ada yang beda sih setelah ada satu yang pergi nanti ni," Ekal tertawa pelan, tawa seperi tidak mengikhlaskan perginya Aleo, tetap terpaksa harus.
Ical yang sejak tadi diam, laki-laki itu masih belum menerima jika Aleo tidak bersama mereka lagi.
Aleo menepuk pelan bahu Ical, mendekat kearah laki-laki itu. "Cal, tenang aja gue balik kok. Gak akan lama, nanti kita kumpul-kumpul lagi kayak gini."
Ical akhirnya mau menoleh. "Bener ya Le, buru balik lo jangan lama," Ucap Ical yang akhrinya mau menerima, walau sebenarnya hatinya berat.
Aleo tersenyum kecil, lalu mengangguk. Llalu berteriak, mengucapkan nama geng yang selama ini susah senang bersamanya.
"VAGOS, TUNGGU GUE BALIK."
"NANTI KITA KUMPUL LAGI."
*****
"Ayo Feb,"
Febby menahan tangan Aleo, Tak sengaja bertemu laki-laki itu di halte, dan Febby meminta untuk mengantarnya karna sudah mau hujan. Dan Aleo pun menyetujuinya.
"Kenapa gue balik kejakarta malah lo yang pergi," Tanya Febby heran. "Bener mau pindah Le? Berapa lama?"
"Ga tau Feb, do'ain aja secepatnya gue balik lagi ke Jakarta."
Febby menghela nafas. "Baik-baik deh Le disana, semoga mama lo cepet sembuh."
Aleo mengangguk lalu tersenyum kecil, hendak segera pergi karna sudah gerimis tapi Febby kembali menahannya, dan memeluknya.
Aleo tersentak.
Febby belum melepaskan pelukan itu.
"Gue suka lo, Aleo."
Seorang perempuan dengan baju sudah basah kuyup melihat kejadian di Halte.
Sejak Awal, sampai pelukan dan pernyataan itu.
Acha: Ra? Aleo pindah keluar negri? Ekal cerita ke gue.
*****
Satu kata untuk Parth ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Aleo
Teen FictionPada akhirnya kepulanganmu adalah satu satunya harapan yang ku tunggu.