aku sudah terlanjur berharap pada cinta yang tak berbalas ini, sampai pada akhirnya harapan itu sendiri yang membuat ku jatuh pada hal se menyakitkan ini.
—IQBAL
57. Surat tanpa balasan.
"Ni pesanan lo" Aleo meletakan satu paket makanan dimeja. "Lo mesen bisa pake kurir kenapa harus gue?"
Febby menatap malas temannya itu, "gue tinggal sendiri Le, harus hemat lah. Lagian gunanya temen buat apa kalok gak di andelin."
"Lo udah berapa tahun ngejomblo Feb?" Tanya Aleo heran. "Harusnya lo cari pacar biar lo susahin pacar lo bukan gue,"
Febby menatap Aleo sinis. "Lo sendiri gimana?"
"Apa?"
"Kenapa gak pacaran lagi? Gamon?"
"Males."
Febby terkekeh miris. "Ketebak, gamon kan lo?"
"Mungkin,"
Febby tersenyum paksa. "Kalau ada orang baru yang suka sama lo gimana? Lo gak mau nyoba buka hati?"
"Tergantung orangnya gimana," Canda Aleo. "Lo ngapa nanyak?"
"Nanya sama temen sendiri ga boleh?" Tanya Febby balik.
Iqbal menatap febby, lalu menghela nafas. "Gue gak bisa cepet buka hati ke orang baru."
"Dua tahun itu udah lama deh, Le."
"Buktinya gue belum siap ngelupain dia."
Febby tersenyum kecut. "Sepenting itu peran dia?"
"Penting, bahkan sangat penting Feb."
Febby mengangguk paham. "Gue ingin peran itu Aleo."
******
Perempuan berambut hitam panjang itu, duduk di kursi antrian makanan. Alora menunggu nomor antriannya disebut agar bisa segera makan dan pulang, dia tidak sendiri. Ada Iqbal, yang memaksa ikut menemaninya.
"Hai, Alora" Sapa seorang perempuan tinggi, membuat Alora menoleh kearah samping.
Febby tersenyum kecil, "gue yakin lo gak lupa sama gue kok,"
Alora menarik nafas dalam, antara malas merespon dan bingung harus merespon bagaimana.
"Lo sendiri?" Tanya Febby, melihat sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Aleo
Teen FictionPada akhirnya kepulanganmu adalah satu satunya harapan yang ku tunggu.