16. Not just a dream

738 42 1
                                    

"Gue sayang sama lo,"

Seorang cowok terlihat membelai lembut kepala seorang gadis yang terbaring diatas bangsal rumah sakit. Lalu diciumnya kening gadis dengan mata bengkak dan sembab itu selama beberapa detik.

Cowok itu diam memperhatikan setiap inci keadaan adik bungsunya.

Penampilan compang-camping, seragam lusuh dengan bercak darah yang tak sedikit. Dan satu lagi, lengannya yang terluka dengan bekas darah yang mengering. Meski begitu sama sekali tak menghilangkan aura cantiknya.

Sekarang mungkin keadaannya sudah lebih baik sebab luka dilengan gadis itu sudah diobati dan diperban. Bohong kalau cowok itu tidak tahu luka apa itu sebenarnya.

Mamanya itu sejak semalaman menangis dan mengurung diri dikamar karena Hazel yang tak kunjung pulang. Meski sudah memohon pada Kai agar mencarikan keberadaan putrinya, tetap saja papanya itu diam seakan tak mau tahu.

Jarrel tak tega melihat mamanya seperti itu, dia pun pergi lagi dari rumah untuk mencari Hazel dari semalam sampai pagi ini.

Dia sampai bolos sekolah tak memberitahu papanya pun kembarannya.

Usai mengecup singkat dan mengusap lembut kening adiknya, Jarrel memutuskan untuk segera keluar dari ruangan itu. Dia tidak mau Hazel mengetahuinya saat sudah sadar nanti.

Lagipula mana mungkin Jarrel bisa membawa Hazel pulang bersamanya, kalau Kai tahu bukan hanya dirinya yang terancam tapi juga mamanya. Tidak tahu apa alasannya.

Tangan Hazel bergerak memegangi kepalanya, gadis itu melenguh pelan merasakan sakit. Perlahan matanya terbuka, dia berusaha untuk bangkit tapi tiba-tiba ada yang membantunya.

"Jarrel?,"

Sayangnya itu bukan Jarrel, Hazel tersenyum masam menatap suster yang membantunya itu.

"Ini saya, gimana keadaan kamu? Sudah lebih baik?,"

Tak mempedulikan pertanyaan suster itu Hazel justru menunjuk kursi disamping bangsal,"Suster? Tapi tadi ad--,"

"Masih sakit ya lukanya?," tanya suster itu mengecek keadaan lengan Hazel.

"Sus tadi ada kakak saya kan disini? Iyakan sus?," Hazel menatap suster itu penuh harap sambil menggoyang-goyangkan lengan sang suster.

"Siapa? Dari tadi hanya ada saya yang menjaga kamu,"

"Ada sus! Tadi kakak saya ada disini dia bahkan nyium kening saya kok,"

"Tapi dari tadi tidak ada siapapun yang menjenguk kamu, kamu pingsan sudah dua jam dan itu pasti cuma mimpi,"

"TAPI SAYA BENERAN SUSTER! BUKAN MIMPI!,"

Bentakan keras Hazel berhasil membuat suster itu terkejut sekaligus takut, bahkan tubuhnya sedikit lebih mundur.

Dan tak lama pintu ruangan serba putih itu dibuka oleh seseorang yang Hazel kira adalah Jarrel, tapi ternyata seorang dokter perempuan.

"Apa yang terjadi sus?," tanya dokter berhijab itu yang berdiri tak jauh.

"Ini dok sepertinya pasien mengira kalau mimpinya itu nyata," ucap suster itu yang sukses membuat Hazel geram dengan mengepalkan kedua tangannya yang tertutup oleh selimut.

Dokter itu mengangguk,"Kamu istirahat ya? Nanti kalau sudah lebih baik baru boleh pulang," katanya seraya mengusap lembut surai panjang Hazel.

"Nggak saya mau pergi sekarang, saya mau cari kakak saya! Dia pasti masih disekitar rumah sakit ini,"

"Jangan dipaksa kamu masih harus istirahat yang cukup," dokter cantik itu menahan pergerakan Hazel dibantu oleh suster.

"Saya bilang saya mau cari kakak saya!," kekeh Hazel masih tak mau ditahan.

Hingga pada akhirnya mereka pasrah membiarkan Hazel keluar dari ruangannya. Gadis itu setengah berlari keluar dari dalam rumah sakit menuju parkiran, namun sayangnya Hazel tak menemukan keberadaan Jarrel. Hazel pasrah, gadis itu berjalan lemas ditepi jalan raya keluar dari area rumah sakit.

Tapi tak lama tiba-tiba ada sebuah taxi yang berhenti ditepi jalan. Seseorang keluar dari sana dan memanggil nama Hazel membuat gadis itu menghentikan langkahnya yang tertatih-tatih.

Hazel menoleh dengan wajah yang cukup terkejut melihat keberadaan guru matematikannya, pak Liam.

"Kamu kenapa disini? Kamu sakit?," tanya pak Liam dengan wajah khawatir begitu melihat lengan Hazel yang diperban.

Hazel tak mampu menjawab, dia tidak mungkin menceritakan hal yang sebenarnya pada pak Liam. Jadi Hazel diam saja menundukkan pandangannya.

Seakan mengerti keadaan siswinya itu pak Liam menggiring Hazel untuk ikut bersamanya, tanpa bisa menolak Hazel mengangguk mengikuti pak Liam yang mengajaknya masuk ke taxi yang ditumpangi gurunya itu.

"Coba cerita ke bapak, kamu kenapa? Kenapa ada disana sendirian?," tanya pak Liam setelah berada didalam taxi, guru lelaki itu tak segan mengusap punggung Hazel lembut merasa prihatin.

"Saya jatuh pak makanya nggak sekolah," jawab Hazel diiringi kekehan ringannya, ya dia berbohong. Hazel harap gurunya itu percaya.

"Kenapa tidak izin? Kan kalau kamu izin tidak akan diabsen kehadirannya,"

"Ma'af pak saya lupa," Hazel menyengir menampakkan gigi rapinya.

"Lain kali jangan diulang,"

Hazel mengangguk mantap seolah dia meyakinkan pak Liam kalau kejadian ini hanya akan terjadi sekali tadi.

Seakan teringat sesuatu pak Liam kembali membuka suara,"Oh ya, orangtua kamu?,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang