"Lo obsesi zel? Sampe rela sayat nama Aiden dilengen,"
"Dia kan udah punya calon tunangan,"
"Dih, Hazel Hazel.. masih banyak kali cowok di dunia ini,"
"Tau! Kayak cuma ada kak Aiden doang,"
"Dunia Hazel kan cuma berpusat ke Aiden,"
"Makanya gausah bangga bisa dapet cowok populer disini, eh sakitnya berkali lipat,"
"Hazel tuh obsesei guys! Makanya kak Aiden ninggalin dia,"
"Bener juga lo! Iya zel?,"
Tuh kan! Lagi lagi siapa yang salah? Mereka tak pernah mau memandang dari sudut yang lain alias hanya berdasar pada asumsi masing-masing, tentunya yang seperti mereka lihat.
"Bukan urusan lo pada!,"
Meraih blazernya, Hazel memilih beranjak dari kelasnya yang mendadak terasa panas dan membuatnya semakin gerah, memang siapa lagi yang mempelopori hujatan itu kalau bukan Zhiva?
Dia tidak sedih tapi kesal.
Kaki jenjangnya melangkah cepat menjauhi manusia-manusia yang menatapnya heran. Karena sungguh raut wajah Hazel saat ini begitu mengerikan, disana seakan ada peringatan, siapapun yang menyenggolnya barang sedikit saja, maka mereka akan terancam.
Rooftop menjadi tempat tujuannya, sejak awal kali dia kesana Hazel sudah terlanjur merasa nyaman.
Saat derap kakinya akan sampai dilantai teratas sekolah itu, perbincangan beberapa orang memasuki indra pendengarannya. Hazel memelankan langkah, dia berjalan mengendap-endap sampai dimana pemandangan sekumpulan siswa menyambutnya.
Merasa tak ada hal yang perlu dipikirkan, Hazel tetap berjalan kesana dengan santai seperti tujuannya datang yaitu, mencari ketenangan. Hingga akhirnya mereka menyadari kehadiran Hazel disana.
"Woi ngapa lo disini?,"
"Gilak mau bolos juga lo?,"
Gadis itu memutar bola matanya malas, sambil memasukkan kedua tangannya ke saku blazer tanpa menatap satupun orang disana. Mereka hanya kumpulan siswa nakal dan urakan, lihat saja mereka sedang merokok sekarang!
Tidak ada pilihan lain bagi Hazel, dia sudah terlanjur jauh datang kesana, malas sekali kalau harus kembali turun. Padahal kemarin, waktu dirinya datang tidak ada siapapun di rooftop, hanya saja memang sedikit agak heran, karena ada bangku-bangku melingkar seperti sengaja ditata.
"Eh mau bundir lo? Jangan aneh-aneh woi hidup mah jalani aja,"
Hazel menoleh sinis mendapat tuduhan nyeleneh salah satu siswa berambut ikal.
Glek
Laki-laki itu meneguk salivanya susah payah mendapat pelototan tajam Hazel, yang mana sosoknya sudah duduk ditepi bangunan dengan menjuntaikan kakinya ke bawah tanpa ada rasa takut sedikit pun.
Hazel kembali menatap lurus, lalu menjadikan kedua tangannya sebagai penyangga sembari memandang langit cerah yang tak begitu terik.
Menghirup udara dari atas atap begini memang jauh lebih menenangkan, mungkin tempat ini akan menjadi tempat favorit Hazel setelah danau.
Brakk
"BUBAR!,"
"TURUN LO SEMUA!!,"
"WOI SANTAI BANGSAT!,"
"TURUN SEKARANG!!,"
"Iya-iya anjing!,"
Seakan tak terusik Hazel tetap pada posisinya, memejamkan matanya menikmati angin yang menyapu wajahnya dengan lembut. Membayangkan tubuhnya meringan lalu dia terbang dengan sayap berwarna biru dikedua sisi punggungnya. Hazel terbang tapi--
"LO!,"
Hazel terkejut saat seseorang berteriak keras sambil menarik blazernya dari belakang. Dia spontan berdiri mengibas roknya dan menatap penuh amarah,"Lo apaan sih!,"
"Ke ruang bk sekarang!," cowok berperawakan tinggi dan berwajah tegas itu berucap lantang.
"What?,"
Tak mengindahkan tatapan keheranan gadis dihadapannya cowok yang menjabat sebagai ketua osis itu kembali bersuara,"Lo disini pasti bolos kan? Kayak mereka-mereka? Oh! Apa jangan-jangan lo ngerokok juga ya makanya kesini?,"
Rasanya Hazel tak mampu berkata mendengar segala tuduhan cowok di depannya saat ini. Dan tanpa aba-aba lengannya langsung ditarik pergi dari sana, sebelum Hazel berhasil meloloskan kalimat pembelaan.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...