61. Looking for sensation

334 26 0
                                    

"Ayo oper ke gue!,"

"Eh?,"

"Woi awas!,"

"Hazel!,"

Dugh

Bola memental kembali karena tangkisan cepat seseorang.

Hazel masih memejamkan matanya dengan tangannya sebagai penjagaan spontan, tapi ternyata itu tak berguna saat tubuh seseorang menutupi pandangannya hingga cuaca terik terasa teduh di bawah tubuh itu. Dengan perasaan yang masih waswas karena kaget, perlahan Hazel menurunkan tangannya melihat siapa orang yang sudah menolongnya. Dia memicing dan refleks menjauhkan diri, merasa tak senang.

"Woi hati-hati mainnya!," Aiden meneriakkan hal itu untuk siswa yang tengah bermain di lapangan.

"Iya sorry!," balas lelaki yang tadi melempar bola hampir mengenai Hazel ikutan teriak.

Hazel menukikkan alisnya tajam melihat siapa yang hampir mencelakainya tersebut dan ternyata salah satu teman kelasnya, tapi dia melengos begitu saja tidak mau ambil pusing.

"Lo gapapa?,"

"Ck! Gausah sok pedu--,"

"Awas woi!,"

Dugh

Bruk

"Anj! Udah dibilang awas juga!,"

"Tolongin bangsat!,"

Aiden dan Hazel sama-sama melotot menyaksikan hal tak terduga di depan mata mereka, Tami ambruk pingsan di tengah lapangan.

"Tami?,"

Tanpa mengatakan apapun lagi Aiden pergi dari hadapan Hazel membuat gadis itu memutar bola matanya jengah.

'Udah tau ada yang maen bola malah disamper ke tengah, goblok! Cari sensasi banget' dalam hati Hazel mengumpati kebodohan Tami.

Ya Hazel yakin kalau Tami tak sebodoh itu sehingga tidak tahu kalau ada yang main bola di lapangan dan dia malah berjalan ke tengah sana, mau apa coba? Alasannya tentu saja ingin mendapat perhatian dari Aiden yang barusan menyelamatkan Hazel. Senekat itu sampai mengorbankan nyawanya, cewek gila!

Hazel memiringkan kepalanya mencari keberadaan Naya yang tadi berjalan beriringan dengannya ingin kembali ke kelas selesai jam olahraga kelas mereka.

Seiring netra Hazelnya berpendar yang terlihat matanya justru banyak murid yang heboh melihat kejadian Tami pingsan dan tak mendapati ada sosok yang dicarinya.

"Zel,"

Lambaian serta panggilan Naya berhasil mengalihkan pandangan Hazel dan rupanya gadis itu berdiri dibawah pohon rindang depan koridor.

Hazel pun segera menyusul kesana,"Kok lo disini nay?,"

Naya menampakkan deretan gigi putihnya cengengesan,"Gue refleks sembunyi dibalik pohon,"

Hazel menatap Naya cengo,"Segitunya?,"

"Sorry nggak ngajak lo, abisnya gue takut,"

"Lo cuma perlu narik gue tadi anjirr nggak perlu sembunyi," kelakar Hazel tak habis pikir.

"Ya gue mana ngeh sih,"

"Gapapa deh. Btw refleks lo bagus, lebih lain dari yang lain,"

"Ini pujian apa ejekan kak?,"

"Pujian dong," Hazel memamerkan senyum manisnya pada Naya yang sedikit cemberut tapi tak lama kehebohan gadis itu dan siswa-siswi lain menyita perhatiannya.

Naya menepuk-nepuk pundak Hazel,"Noh! Liat tu si Tamini digendong ma mantan lo, heboh bener njir,"

Hazel membalikkan tubuhnya, mendadak dadanya terasa sesak melihat pemandangan menyakitkan itu lagi dan lagi. Hazel menghela berat menyembunyikan rasa sakit dihatinya,"Udahlah nggak penting, ayo!,"

Bersikap bodo amat memang hal yang sulit untuk diri Hazel. Tapi pilihannya itu setidaknya tak menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang wanita yang mau-maunya berdekatan dengan cowok seperti Aiden, terlebih cowok itu akan terikat hubungan serius dengan cewek lain.

Sebenarnya, Hazel tidak peduli mau Aiden itu toxic. Andai tidak ada orang lain diantara mereka, Hazel masih bertahan dengan cowok itu sampai sekarang. Sayangnya Tami hadir dengan segala ancaman yang membuat Hazel harus terpaksa merelakan hubungannya yang sudah berjalan hampir satu tahun, lagipun dia juga sudah terlanjur kecewa.

Cara cewek itu untuk menjauhkannya dari Aiden terlalu menjijikkan, Hazel bahkan tidak percaya kalau Tami itu sedang sakit berat. Buktinya gadis itu terlihat baik-baik saja dan tak segan menggertaknya, apa kelakuan orang mau sekarat alias sakit berat akan sejahat itu? Harusnya kan sebaliknya.

Heran.

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang